Segala mimpi, fakta, dan beragam kejutan telah berlalu, memberi makna dan sedikit kesadaran bahwa dunia tidaklah sempurna sesuai bayangan.
Pertama, Nicky dengan gagah berani membawa keluarga intinya datang melamar Inka, dan berencana akan menikah dua minggu kemudian.
Kedua, Denaya mengajak orang tua satu-satunya tinggal bersama di Tokyo, selepas lulus diwisuda magister.
Ketiga, toko berbasis online baru saja diluncurkan oleh Gia demi efisiensi mobilitas para pelanggannya.
Keempat, keputusan Emil untuk menetap di apartemen dan sesekali bolak-balik Jakarta - Canberra, agaknya mampu melegakan semua pihak.
Dari situ, Gia mengerti bahwa semulus apapun manusia berencana, Tuhanlah pemilik alam jagat raya, yang Maha Mengatur dan Maha Berhak atas penentuan di dalamnya.
Emil boleh saja mendahului Nicky, menyampaikan niat seriusnya kepada Gia, namun mereka berdua sepakat merelakan Nicky dan Inka yang mengeksekusi lebih awal.
Karena sepasang insan itu cukup tahu, tidak seluruh jenis luka dapat disembuhkan sesingkat mungkin.
***
Terakhir kali Gia memasak di apartemen daerah pusat ibukota, adalah ketika dua hari sebelum dirinya berpisah jarak dengan Emil. Dan kini, ia hendak mengulanginya, tanpa mau menyisipkan momen hening seperti hari kemarin.
Tepatnya, Emil menyukai kebisuan dalam ucap sejak sang ibunda tiada.
Maka, semoga pada hari ini, Tuhan mengizinkan Gia berperan penting untuk mengembalikan keriangan yang sempat hilang selama hampir setahun.
"Ayam goreng, udah. Makaroni baru masuk oven. Apalagi nih yang belom? Hmm.. oh, iya. Sambel!"
Jujur, Gia tidak terlalu mengerti soal dapur, bahkan tidak selihai mama yang acapkali menghasilkan beef stroganoff atau gudeg manggar. Yang menurut Gia, jelas di luar kemampuannya.
Tapi namanya juga naluri bermadu kasih, tak mungkin Emil diberi batu bata panggang mentega, bukan?
Asyik mengulek cabai dan kawan-kawan, membuat Gia lupa akan keberadaan ponselnya di atas meja makan, yang tak henti bergetar menandakan telepon masuk.
Begitu minyak di atas wajan teflon siap, tangan Gia lekas mengangkat panggilan komunikasi itu agar cepat diterima.
"Halo, Mil. Ada apa?"
"Halo, Yang. Kamu di mana? Aku mau jalan ke toko nih."
Lho, memangnya jam pulang kantor sudah tiba?
Dilihatnya penunjuk waktu di dinding, astaga.. sudah jam setengah enam sore. Gia sampai lupa daratan.
"Aku lagi di apartemenmu, Mil. Cepet pulang dong, aku masak enak nih~"
"Oh ya? Kamu bikin apa aja, Gi?"
"Banyak pokoknya. Kamu langsung pulang aja ya, Mil, hati-hati di jalan."
"Iya, sayang.. aduh, seneng banget deh. Berasa diperhatiin istri sendiri."
Tunggu dulu.
Di mana Emil versi moody yang bicara seperlunya, bahkan belum tentu mau menjawab jika ditanya?
"Apaan sih, Mil.."
![](https://img.wattpad.com/cover/212095900-288-k578883.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SAFEST PLACE ✔️
FanfictionCerita pendek nan manis berbalut kehidupan sehari-hari dalam hubungan percintaan Emil dan Gia. Tidak ada konflik berarti, hanya perjalanan dalam mendewasakan masing-masing sebelum mencapai tujuan penting saat restu keluarga telah di tangan. Sebelum...