Adira tertegun, melihat bagaimana tampang orang yang selama ini ia rindukan. Sedikit senang bisa kembali bertemu, meski selebihnya hati yang menjadi jaminan untuk rasa sakit.
Jantung Adira berdegup kencang, sosoknya semakin rapuh dengan air mata yang mulai mengalir. Inikah takdir yang aku pilih?
Adira mengalihkan pandangannya pada anak kecil yang sedang ia pangku, tatapan teduh anak itu mengingatkannya pada seseorang, seseorang yang mungkin sampai kini selalu ia buat kecewa.
Adira tak lagi tahan untuk membendung air matanya, ia menggenggam erat tangan mungil itu dan berkata pada dirinya sendiri agar tak semakin runtuh. Adira masih mempunyai seseorang yang menjadi pegangannya untuk meneruskan hidup. Ya, setidaknya masih ada satu orang.
Adira sempat berpikir untuk menggapai, meski akhirnya ia urungkan karena tahu tak mungkin baginya untuk menyentuh, lagi. Adira ingin sekali menggenggamnya, namun keinginan itu harus terpendam karena ia takut kehancuran datang kembali ke kehidupan mereka, dan hal itu pasti terjadi jika ia dengan lancang melakukannya.
Dan kini Adira terlambat, ia sudah kehilangannya, sesosok yang sempat menjadi penopang hidupnya. Sekalipun ia mencoba untuk tenang, tapi jiwanya seakan terus meronta melihat peristiwa yang sedang terjadi ini.
Saat itu juga, Adira merasa menyesal, sangat-sangat menyesal. Memang benar kata orang, penyesalan akan selalu datang di akhir kisah.
Sekarang, Adira bertekad untuk pergi, dengan jalan yang tentu saja berbeda. Memercayai keteguhannya sebagai seorang ibu, dan kembali ke kehidupannya yang baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adira
RomanceKata rindu menguap hilang bersama lembayung senja yang mengerikan, detik masih menjadi kendala terbesarku, dan dirimu masih tetap menjadi penyesalan terbesarku. Aku tahu jika masa tak akan mungkin abadi, dan perpisahan sudah datang di ujung perbata...