"Tidak ditakdirkan terikat, namun memaksakan. Itulah masalah setiap pasangan."
🥀🥀🥀
5 semester berlalu, banyak sekali hal-hal tak terduga bagi Adira.
Entah tugas-tugas kampusnya yang semakin menumpuk, dan skripsi yang membuatnya stress karena ini sudah semester ke-7.
Adira lebih memilih membuat skripsi dibandingkan KKN, ia terlalu malas jika harus jauh dari rumah dan pergi ke pelosok desa, apalagi jika desa itu jauh dari sinyal dan listrik. Mungkin zaman sekarang sudah jarang Desan yang seperti itu, tapi bukan berarti tidak ada, kan?
Jadi Adira lebih memilih stres di rumah, bergelut dengan laptop dan merancang kata-kata untuk dirangkai menjadi kalimat.
Setelah kejadian Mika yang menjauhinya, Adira semakin merasa kosong meski ada Arka, Farel, Rama, dan Alika yang terus di sampingnya. Saat itu, ia sangat ingin menghubungi Mika, hingga terus kepikiran dan kesehatannya menurun.
Dan setahun setelahnya, Mika kembali mendekati Adira. Entah apa alasannya, saat Adira tengah mati-matian mencoba menghapus semua tentang Mika, Mika malah kembali seolah tak terjadi apapun selama setahun itu.
Dan 4 bulan ke belakang, ia dan Mika sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Adira mengakui jika apa yang dikatakan oleh Alika memang benar, cinta dan benci itu hanya setipis kulit bawang.
Adira berjalan ke arah balkon kamarnya, membawa laptop dan tumpukan kertas di tangannya. Ditaruhnya laptop dan buku itu di bawah, lalu ia kembali masuk ke kamar dan menarik sebuah sofa lipatnya.
Adira membuka lipatan sofa itu, lalu membawa laptop dan bukunya, ia duduk dengan kaki yang diluruskan. Menarik nafasnya panjang lalu menurunkan kacamata yang sedari tadi bertengger di atas kepalanya.
Tiba-tiba suara dering handphonenya berbunyi, Adira mengurungkan kembali niatnya untuk mengetik dan berjalan kesal ke arah handphonenya berada. Sedari tadi Adira terus merasa mumet karena tak mendapatkan ide untuk mengetik skripsinya, dan saat otaknya mulai lancar tiba-tiba ada lagi yang mengehentikan nya.
"Halo! Kenapa telfon-telfon?"
"Judes amat sih."
"Hmmm." Adira duduk kursi belajarnya, lalu menaikkan kaki kanannya dan ia taruh di kaki kiri.
"Cuma mau ngasih tau, aku lagi kangen."
"Please deh kalau gak penting gak usah telfon, lagi mumet ini."
"Nah, maka dari itu. Aku mau ngajak kamu jalan, dari pada mumet di rumah."
"Lo emangnya gak lagi bikin skripsi apa?! Sibuk dikit kek, dari kemarin kaya santai-santai aja," cetus Adira heran dengan intonasi yang dinaikkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adira
RomanceKata rindu menguap hilang bersama lembayung senja yang mengerikan, detik masih menjadi kendala terbesarku, dan dirimu masih tetap menjadi penyesalan terbesarku. Aku tahu jika masa tak akan mungkin abadi, dan perpisahan sudah datang di ujung perbata...