“Meski telah berakhir, aku masih belum bisa mengakhirinya. Sekalipun aku berkata jika aku bahagia, percayalah jika itu sebuah kebohongan yang aku harapkan.”
🥀🥀🥀
Hari berikutnya, Arka benar-benar menepati janji pada dirinya sendiri, ia tak akan mengekang siapapun lagi mulai sekarang.
Arka meminta Fanya menemuinya di rooftop saat istirahat kedua mulai. Arka pikir, Fanya harus mengisi energinya sebelum benar-benar dikecewakan olehnya. Fanya harus mengisi perutnya sebelum ia menangis karena kata-katanya. Dan Arka pun harus menyiapkan dirinya, meskipun mungkin bukan dirinya yang tersakiti di sini, setidaknya ia harus menyiapkan kata-kata yang menurutnya lebih pantas untuk diucapkan.
Ini keputusannya, ini jalan yang ia pilih. Tak ada yang harus ia sesali lagi. Ia harus benar-benar yakin akan keputusannya. Arka seorang pria dan tak pantas menyesal karena sesuatu hal, itu pikir Arka.
🥀🥀🥀
Istirahat pertama. Arka, Adira dan yang lainnya tidak berkumpul seperti biasa. Mereka memilih berjalan sendiri-sendiri menuju kantin, kecuali Adira yang sejak pagi terus-terusan bersama Fariz. Mereka memang tak sekelas, tapi Fariz selalu mengunjungi kelas Adira entah itu pagi ataupun saat jam pelajaran kosong.
Dari pagi, semua jam pelajaran di setiap kelas memang kosong gara-gara semua guru rapat tiba-tiba. Dan Fariz tak membuang-buang saat berharga itu, ia mengunjungi kelas Adira dan terus-menerus ada di dekatnya. Bahkan di kantin pun mereka memilih tempat di pojok. Meski tidak sepi setidaknya itu tempat yang nyaman untuk sekedar mengobrol dan bergurau berdua. Inikah fase orang yang sedang jatuh cinta?
Arka mengedarkan pandangannya ke sekeliling kantin, mencoba tak memerhatikan sepasang sejoli yang sedang memadu kasih di pojok kantin kala itu.
Tatapannya tertuju pada Fanya yang sedang tertawa bersama teman-temannya. Tawa yang sangat manis, bahkan matanya sedikit menyipit ketika tertawa membuat hatinya terenyuh. Ia sempat terpesona pada sosok wanitanya. Namun tak lama, Fanya balik menatapnya. Tatapan mereka terkunci dan terpaku satu sama lain. Fanya tersenyum pada Arka dan dibalas anggukan oleh Arka.
Arka tak terbayang jika nanti tawa dan senyuman manis itu akan hilang dan berganti dengan gurat kesedihan. Ia akan sangat mengecewakan wanita baik itu. Banyak yang sudah mereka lewati, meski tanpa bumbu-bumbu cinta yang Arka berikan, tapi cukup menyenangkan dan indah dikenang.
Arka menunduk dan mengaduk-aduk makanannya bersama keheningan. Ia duduk sendiri, tanpa Adira ataupun teman-temannya yang lain. Entah mengapa ia merasa sangat-sangat sendiri dan seolah terkucilkan. Sejak kejadian kemarin, Ucup, Farel, ataupun Rama kompak tak bertanya ataupun mencoba mengobrol padanya, mungkin pada Adira juga.
Tanpa Arka sadari, Fanya sudah duduk di tempat kosong yang ada di hadapannya dengan kepala yang bertumpu pada tangan. Ia terus tersenyum sejak tadi, memerhatikan Arka yang sedang mengaduk-aduk makanan dengan tatapan kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adira
RomanceKata rindu menguap hilang bersama lembayung senja yang mengerikan, detik masih menjadi kendala terbesarku, dan dirimu masih tetap menjadi penyesalan terbesarku. Aku tahu jika masa tak akan mungkin abadi, dan perpisahan sudah datang di ujung perbata...