“Bisakah kita mempercayai diri sendiri saat tak ada orang lain yang bisa dipercayai?”
🥀🥀🥀
Adira mulai bosan dengan kehidupan kampusnya, tak ada yang special ataupun mengesankan. Hanya ada gangguan dan kesibukan, itu terus berputar dan berlanjut.
Mika masih terus mengganggunya, tak malu meski sudah beberapa kali ia jauhi, bahkan sampai Arka mengatakan hal-hal yang sarkasme pun ia tak menanggapi dan tetap mendekati.
Hari ini tepat setelah dua semester Adira lewati di universitasnya, dengan banyak kesibukan. Bahkan Adira tak sempat untuk UKM karena kesibukannya. Materi, praktik, materi lagi dan terus begitu.
Meskipun menjadi arsitek adalah cita-citanya, bukan berarti Adira bisa terus tekun dan fokus pada jurusan ini. Adira pernah lelah dan meminta kepada ayahnya untuk pindah fakultas dalam beberapa hari, meskipun akhirnya terus ditolak.
Ayahnya bilang, ini cita-cita Adira dan tak bisa diganggu gugat. Adira pernah berkata saat ia masih kecil, jika Adira tak memiliki cita-cita lain selain menjadi arsitek, karena itulah Josep ingin terus menjaga impiannya. Saat ini, sisa Adira saja yang berusaha membawa dirinya ke impian itu, selaku orang tua dan keluarga, baik ayah, bunda ataupun Arka hanya bisa mendorong dari sisi dan tak mungkin terus menarik Adira hingga ke puncak.
Kini, tak ada yang berubah. Adira masih di fakultasnya, berteman dengan keempat sahabatnya dan tentu sekelas dengan Mika, seseorang yang telah menyandang sebagai musuhnya dalam setahun ke belakang.
Tapi ada satu hal yang mengganjal dalam kehidupannya, Alisha. Gadis itu sudah tak lagi terlihat setelah beberapa bulan terakhir. Adira dan Alika sempat menanyakan ke beberapa orang, meski yang mereka dapat selalu sama yaitu ketidaktahuan.
Mereka akhirnya sama-sama menyerah karena sangat terbatasnya informasi tentang Alisha, apalagi Alisha adalah wanita yang sangat-sangat menutup diri dari lingkungannya.
🥀🥀🥀
"Adira!" Seperti biasa, Mika menghampiri Adira dan langsung mengambil barang-barang yang berada di tangan Adira, entah itu buku atau hasil karyanya. Adira sudah cukup terbiasa dengan gangguan yang Mika berikan padanya, dan yang harus ia lakukan hanyalah satu, menurut seperti anak anjing.
Mereka berjalan beriringan, Adira masih fokus pada handphone nya mencari informasi tentang tugas-tugas yang belum ia kerjakan. Adira memang bosan, tapi ia tak sedikitpun malas untuk mengerjakan tugas. Karena baginya, cita-citanya di masa lalu adalah impiannya di masa yang akan datang. Meskipun saat ini ia mulai lelah dengan padatnya agenda kehidupan.
"Kamu ... udah sarapan, Ra? Kalau belum kita ke kantin dulu, lagian jam kelas masih lumayan lama." Mika menatap Adira yang tak sedikitpun berniat menjawab dengan handphone yang masih ia gulir-gulir pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adira
RomanceKata rindu menguap hilang bersama lembayung senja yang mengerikan, detik masih menjadi kendala terbesarku, dan dirimu masih tetap menjadi penyesalan terbesarku. Aku tahu jika masa tak akan mungkin abadi, dan perpisahan sudah datang di ujung perbata...