“Satu titik rusak susu sebelanga.”
🥀🥀🥀
Pukul 12.45, Arka baru sampai di kantor ayahnya dengan sebuah kardus yang ia bawa. Sebuah kardus yang berisi penyemangat baginya, barang-barang berharga yang bisa memotivasi nya untuk bekerja keras.
Arka di giring ke sebuah ruangan besar yang berisi banyak pegawai, tim marketing. Dimana banyak sekali orang yang tengah duduk fokus di depan layar komputer masing-masing, ada juga yang tengah berjalan ke sana-kemari.
"Mas, mejanya ada di tengah," ujar seorang satpam yang sedari tadi mengantar Arka berkeliling hingga sampai ke ruangan penuh mesin ini.
"Baik pak, terimakasih. Saya ke tempat duduk saya dulu ya, pak." Arka mengangguk sambil tersenyum, lalu berjalan dengan sedikit ragu ke tempat duduknya.
Terdengar samar-samar orang yang membicarakannya, entah info tentang dirinya yang menikahi adik sendiri, ataupun tentang dirinya yang masuk secara tidak resmi karena ayahnya pemilik tempat itu.
Namun Arka menepis semua anggapan itu karena semuanya memang benar, dan Arka tak perlu sakit hati karena itu. Ia menambah laju jalannya, tanpa membuang banyak waktu ia langsung menyusun barang-barangnya di atas meja yang berukuran cukup kecil itu, menaruh foto Adira di samping komputernya, dan menempelkan beberapa note kecil di tembok sekat yang terbuat dari kayu samping kursinya.
Arka diam di depan komputernya yang sudah menyala, tak tahu apa yang harus ia kerjakan saat ini, hingga seorang wanita berumur sekitar 30-an menghampirinya. Wanita itu mengenalkan dirinya dengan nama Linggi, dan berkata jika saat ini ia ditugaskan menjadi penanggung jawabnya sampai beberapa hari ke depan.
Arka mulai diajari beberapa hal dan peraturan-peraturan pegawai di sini, pekerjaannya sungguhlah tak berat dan merepotkan, tapi cukup bingung untuk di mengerti oleh Arka.
Arka memang hampir menyandang S1 di perguruannya, namun bukan berarti ia akan langsung mengerti dengan semua hal berbau kantor seperti ini, bukan? Bahkan seekor semut pun harus bisa beradaptasi dengan lingkungan nya yang baru.
🥀🥀🥀
Pukul sembilan pagi, Adira datang ke kampusnya untuk menyerahkan skripsi ke dosen pembimbingnya. Namun baru sampai di gerbang kampusnya saja Adira sudah muak mendengar berbagai gunjingan tentangnya, jadi ia memilih untuk memakai headset nya dan memutar musik dengan volume cukup keras.
Alika sedang tak ada kelas hari ini, jadi Adira tak bisa mengobrol untuk sekedar melepas kegundahan ataupun kecemasannya atas gunjingan ini, satu-satunya pelarian adalah musik.
Adira sampai di depan ruangan dosennya, ia langsung melepas headset yang sedari bertengger di telinganya dan memasukkan headset itu ke dalam tas bagian depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adira
RomanceKata rindu menguap hilang bersama lembayung senja yang mengerikan, detik masih menjadi kendala terbesarku, dan dirimu masih tetap menjadi penyesalan terbesarku. Aku tahu jika masa tak akan mungkin abadi, dan perpisahan sudah datang di ujung perbata...