satu

220 14 0
                                    

Rumah sederhana yang ditempati dua orang itu kini terasa ramai karena penghuni itu sendiri yang membuatnya ramai. Seorang gadis berlarian menghindari ibu nya yang membawa sebuah spatula.

"Elen, kemari. Mama akan membuatmu jadi santapan untuk nanti malam," ujar sang ibu sembari mengejar gadis  yang bernama Elena. Sedangkan gadis yang berlari itu hanya tertawa setelah puas mengganggu ibunya. Karena dirinya merasa kelelahan, dia berhenti berlari lalu duduk disofa.

"Kena kamu! Mama akan memakanmu malam ini," ucap sang ibunya sembari menggelitiki sang gadis, gadis itu berusaha menghindar. Dirasa lelah, keduanya berhenti.

"Jam berapa mah? (Sembari melirik jam di dinding, seketika matanya membulat) Elen hampir terlambat!" kata Elena lalu bergegas memasuki kamar mandi. Sang ibu hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan putrinya yang selalu mengganggu dirinya saat masak. Melanjutkan kegiatan memasaknya, dia tidak mempedulikan putrinya yang sedang bersiap untuk pergi ke sekolah.

Tak lama kemudian Elena sudah siap dengan seragamnya, rambutnya yang panjang dia ikat sehingga terlihat rapi. Dia mendekati ibunya dan langsung mengambil sarapan yang sudah disediakan.

"Mau bawa bekal?" tanya sang ibu yang segera diangguki Elena, dia sudah sering membawa bekal akhir-akhir ini karena menurutnya dia harus bisa menyisihkan uang saku nya.

"Elen berangkat dulu ya, Ma. Nanti Elen bakalan pulang telat, Reva ngajakin Elen main ke rumahnya," kata Elena sembari menyalimi tangan ibu nya.

"Iya, salam ya buat orang tua Reva," Kata sang ibu yang langsung di acungi jempol oleh Elena karena Elena sudah berjalan ke depan.

Elena berjalan menuju halte untuk menaiki bus, dia sudah terbiasa seperti ini semenjak 1 tahun yang lalu. Dia tidak pernah iri dengan teman-temannya yang diantar ataupun membawa kendaraan sendiri. Saat ada bus yang berhenti, dia langsung menaikinya.

Setelah sampai di pertigaan, dia berhenti dan berjalan menuju sekolah karena tidak mungkin bus itu akan melewati sekolahnya.
Dia memasuki gerbang dan menyapa satpam yang biasa dia temui saat berangkat ataupun pulang sekolah.

Tiba-tiba sebuah motor menyerempet dirinya hingga terjatuh, tapi pengendara motor itu tidak mempedulikannya. Elena meringis kesakitan saat telapak tangannya lecet karena bergesekan dengan aspal. Beberapa siswa membantunya dan langsung dibawa ke UKS.

"Padahal gue udah minggir pake banget jalannya, tapi dianya ajah tuh yang gak liat ada orang. Matanya buta kali ya sampe-sampe gak liat gue. Lo tau kan, Rev. Gue gak pernah melanggar aturan sekolah apalagi lalu lintas, masa iya gue yang salah disini," ocehan Elena membuat gadis yang bernama Reva itu hanya menganggukkan kepalanya. Percuma saja dia berbicara, pasti gadis dihadapannya ini akan terus mengoceh yang tidak jelas.

"Rev, gue lagi ngomong jangan dikacangin donk, kan gak enak. Emang lo mau kalo gue kacangin? Gak, kan? ya udah makanya respon omongan gue," kata Elena berbicara lagi. Reva melihat jam di pergelangan tangannya.

"Bentar lagi masuk, lo mau ngoceh terus? Mending sekarang ke kelas. Gue udah selese ngobatin juga," kata Reva, Elena melihat kedua telapak tangannya yang kini diperban hanya pada luka yang cukup parah, terlihat goresan di sekitarnya. Elena banyak mengoceh sehingga tidak merasakan nyeri saat diobati.

"Hehe thanks ya, lo emang terbaik. Ayo kita ke kelas!" kata Elena girang dan meninggalkan Reva yang masih berdiri dibelakangnya.

"Sarap! Tuh orang, baru ajah kena musibah udah seneng lagi. Woy! Tungguin gue!" kata Reva lalu menyusul Elena.

***

Elena sangat menyukai pelajaran Kimia, menurutnya itu sangat asik seperti matematika bahkan jika dibandingkan dengan matematika, menurutnya lebih muda mengerjakan Kimia. Sangat jarang sekali menemukan orang yang menyukai pelajaran kimia.

Elena yang asik mengerjakan soal-soal dihadapannya dan Reva yang sangat frustasi dengan soal dihadapannya. Reva berkebalikan dengan Elena, dia sangat tidak menyukai kimia apapun itu yang berhubungan dengan angka. Dan Elena sangat tidak menyukai pelajaran sejarah yang membuatnya selalu tertidur saat jam pelajaran.

"Len, lo kenapa sih bisa suka banget sama matematika apalagi kimia? puyeng otak gue liatnya apalagi ngerjainnya. Bisa meledak kali otak gue," ujar Reva saat mereka selesai pelajaran kimia dan beristirahat.

"Kan tiap orang beda-beda kali, gak semuanya benci matematika apalagi kimia. Nih, gue salah satunya," ucap Elena bangga. Reva yang mengetahui itu hanya menatap jengah Elen.

"Lo ke kantin gak? perut gue udah waktunya diisi." 

"Lo ajah gih, gue udah bawa bekel kan kasian Mama yang udah nyiapin tapi gak gue makan. Kalo lo mau makan, silahkan asalkan lo gak akan nyasar lagi kek dulu. Masih inget jalan balik ke kelas, kan?" kata Elena yang meledek Reva karena sempat salah masuk kelas entah bagaimana bisa seperti itu.

"Sialan lo, oke gue duluan. Bye!" kata Reva yang langsung melengos pergi. Elena langsung memakan bekal yang sudah disiapkan.

Tapi desas-desus dari teman-teman yang ada di kelasnya membuat dirinya menghentikan aktivitas memasukan roti ke dalam mulutnya. Dia melihat teman-teman yang berlari ke luar, sepertinya ada sesuatu. Karena rasa penasarannya yang tinggi, Elena memasukkan roti itu ke dalam mulutnya dan berjalan keluar. Sambil mengunyah dan pipi yang mengembung membuat beberapa temannya menggelengkan kepala.

Ternyata ada perkelahian di tengah lapangan, Elena yang ingin berbicara mendadak susah karena roti yang  masih dia kunyah. Alhasil dia hanya menunjuk-nunjuk.

"Len, telen dulu kali baru ngomong," ucap salah satu temannya. Elena menelan rotinya dan langsung berteriak.

"Kenapa kalian diem ajah?! Ada yang berantem tuh dipisahin!" kata Elena histeris dan akan berlari menuju lapangan tapi sebelum itu salah satu temannya menahan tangannya agar Elena tidak bertingkah gegabah.

"Jangan, bahaya kalo lo kesana. Nanti lo ikutan kena."

 Memang dasarnya Elena keras kepala, dia tetap menuju lapangan dan berada di tengah-tengah kedua orang yang asik adu tinju.

"Stop!" teriak Elen membuat kedua orang yang saling berhadapan itu menutup telinganya karena suara cempreng Elena.

"Lo ngapain? minggir, ini bukan urusan lo!" kata salah satu dari orang itu. Elena menatap orang itu sengit. Dia tidak pernah takut pada siapapun kecuali orang tua dan kakaknya.

"Heh! Menurut lo menyelesaikan masalah itu dengan cara bertengkar? Mau jadi apa lo kalo masih kecil ajah udah berantem? Lo mau jadi jagoan? Belajar yang bener," kata Elena yang mulai menceramahi.

Yang satunya lagi menatap lawan didepannya dengan sengit sebelum pergi dari lapangan. Baru saja Elena ingin berbicara pada orang itu tapi keburu pergi alhasil dia menatap orang dibelakangnya.

"Lo, lo itu kakak kelas kan? Harusnya nyontohin yang bener buat adik-adik kelas bukannya malah berantem yang gak baik," cecar Elena. Tak lama setelah itu Reva datang dan langsung menarik tangan Elena menjauh dari lapangan. Reva yang baru saja selesai dari kantin langsung disuguhkan dengan pemandangan yang menurutnya mengundang nasib buruk.





















Elena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang