Elena mengucak matanya ketika matahari sudah terbit. Dia menatap sekitar yang ternyata berada di kamarnya sendiri, padahal dia tertidur di kamar sebelah. Elena segera beranjak untuk bersiap pergi ke sekolah. Samar-samar Elena mendengar suara dari bawah, dia mengambil tas dan menuruni tangga.
Elena melihat Bobi dan Galih yang sudah duduk di ruang makan. Elena mengernyitkan dahi ketika melihat seorang wanita yang sedang memasak.
"Good morning!"
Elena menoleh ke arah wanita tua yang baru saja menuruni tangga. Elena membuka mulutnya dan menatap orang-orang di ruang makan bergantian.
"Kalian siapa?!" Seruan Elena mengejutkan mereka. Bobi bahkan sampai menyemburkan susu yang diminumnya hingga membuat Galih menatapnya jijik.
"Jorok banget!" ketus Galih berpindah tempat.
"Elena? gimana kabar kamu?" Seseorang memeluk Elena dengan erat. Mendengar nada bicara yang familiar, Elena membalikkan badannya menatap pria bertubuh tinggi di hadapannya. Elena semakin bengong tidak percaya.
"Kak Ezra? Elena kangen!" Elena memeluk Ezra, namun dia menatap heran ke arah Ezra.
"Elena kira kakak nggak jadi dateng."
"Kakak harus jadi, dong. Oh iya, ini nenek dan kakek, dan yang itu Catherine...calon kakak ipar kamu. Kakek nenek nggak lama disini, lusa mereka bakalan kembali ke Inggris, sedangkan kakak akan menetap disini beberapa minggu," jelas Ezra.
Elena menatap wanita cantik yang kini menatapnya sembari tersenyum, bagi Elena senyuman itu sangat memuakkan. Tapi, Elena memaksakan senyuman dan menatap ke arah Galih.
"Iya nggak apa-apa, Elen seneng kalo kakak bisa lama disini. Elen berangkat dulu." Elena melotot ke arah Galih untuk segera mengikutinya.
"Elena nggak sarapan dulu?" tanya Nenek.
"I'm not hungry," jawab Elena.
Galih mengikuti keinginan Elena, dia juga tidak tahu ada apa dengan Elena. Biasanya jika Ezra pulang, Elena akan sangat senang dan bahkan tidak ingin bersekolah, itupun dia mengetahui dari Bobi dan Reva. Selama perjalanan menuju sekolah, Elena lebih banyak diam dan memalingkan wajahnya ke arah luar kaca mobil.
"Len, lo kenapa?" tanya Galih.
"Gue nggak apa-apa, nanti temenin gue makan di kantin, ya." Elena tersenyum ke arah Galih dan menunjukkan puppy eyesnya. Galih hanya mengangguk sebagai jawaban.
Ezra yang melihat tingkah Elena lantas kebingungan. Ezra mendekati Bobi yang tengah membersihkan meja.
"Elena kenapa?" tanya Ezra.
"Mana Bobi tau, Bang. Akhir-akhir ini dia emang aneh. Ya udah dulu, Bobi mau sekolah. Kakak cantik, sering-sering masakin Bobi, ya!" Bobi melambaikan tangannya dan bersalaman dengan kakek-neneknya.
"What happened?" tanya Nenek.
"Never mind." Ezra menggelengkan kepalanya dan langsung mengambil selembar roti tawar.
Elena memakan tiga bungkus roti yang Galih belikan. Awalnya Galih akan membelikan Elena nasi, tapi Elena tidak ingin makan nasi. Elena dengan kasar memasukkan roti ke dalam mulutnya karena kesal.
"Sebel! sebel! sebel! Kenapa, sih?! Argghh!" Galih menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena bingung dengan tingkah Elena. Galih langsung sumringah ketika melihat Evan yang sudah tiba di kantin.
"Lo tanyain dia, deh. Aneh banget hari ini, lo paling deket sama Elena...," bisik Galih. Evan mengangguk, dia langsung duduk di depan Elena. Sedangkan Galih pergi ke kelas.
"Kak Ga-kok kakak Evan? kak Galih kemana?" Elena menatap sekitar yang tidak melihat Galih, dahinya berkerut melihat Evan yang duduk di depannya.
"Lo ada masalah?" tanya Evan. Mendengar pertanyaan Evan, Elena kembali murung. Dia menggelengkan kepalanya dan pergi meninggalkan Evan. Elena tidak ingin orang-orang melihat lemah dirinya.
Ketika berjalan di koridor, Elena tak sengaja menabrak orang hingga beberapa map terjatuh. Elena segera mengambil map itu dan menyerahkannya.
"Sorry, gue nggak sengaja."
"Nggak sengaja-nggak sengaja, jelas-jelas lo sengaja nabrak gue." Elena menatap Azka kesal karena Elena benar-benar tidak sengaja.
"Gue bilang nggak sengaja ya nggak sengaja! Ngeselin banget!" Elena menghentakkan kakinya sebelum pergi. Azka mengingat tentang satu hal dari Elena.
"Elena?!" panggil Azka.
"Apa lagi?!"
"Dih, sewot amat. Gue cuma butuh tanda tangan lo untuk data peserta lomba olimpiade bulan lalu."
"Lo minta tanda tangan gue? ngomong dari tadi, gue akan kasih dengan senang hati."
"Dasar labil!" gumam Azka. Azka menyerahkan selembar kertas dan pulpen, Elena membalikkan tubuh Azka dan menggunakan punggungnya sebagai alas kertas.
"Lo apa-apaan, sih?!" ketus Azka
"Udah, lo diem ajah kalo mau dapet tanda tangan gue...dah selesai, kalo kurang banyak, lo bisa cari gue di kelas ataupun di rumah."Elena menepuk beberapa kali pundak Azka sebelum pergi.
"Bener-bener gila."
Evan datang ke kelas dengan lesu, hal itu membuat Galih dan Gani menatapnya heran. Galih yakin Evan tidak bisa berbicara dengan Elena.
"Gimana?" tanya Galih. Evan hanya menggelengkan kepalanya, Gani yang penasaran langsung mendekat pada Evan.
"Ada apaan? gue jadi kudet."
"Paan, sih?! lo nggak tau masalah ini. Mending lo baik-baik urusin cacing lo itu yang kelaparan tiap detik," kata Galih.
"Sembarangan, cacing lo juga."
Gani kembali kebangkunya kembali bermain game di ponselnya. Akhir-akhir ini Gani lebih sering bermain ponsel ketimbang mengobrol hingga dia tidak begitu mengetahui berita terkini.
"Gimana ceritanya Elena bisa kayak gini? sama gue ajah nggak ngomong sama sekali," kata Evan.
"Kayaknya ada yang salah sama bang Ezra. Kita tanya ke Reva ajah, siapa tau dapet jawaban." Evan menyetujui perkataan Galih, mereka segera pergi ke kelas Elena.
"Woy! kalian mau kemana?! udah bel, nih!" seru Gani.
Evan dan Galih menghentikan langkahnya, mereka baru menyadari jam sudah menunjukkan pukul 7.30. Terpaksa mereka akan menemui Reva sepulang sekolah. Tepat saat itu juga Daren dan Dimas baru memasuki kelas.
"Kalian mau kemana?" tanya Dimas.
"Kemana-mana," jawab Galih. Dimas merasa kesal dengan jawaban Galih.
Selama kegiatan pembelajaran, Elena meletakkan kepalanya di atas meja sembari mencoret-coret halaman bukunya. Reva tahu apa yang Elena rasakan, seseorang yang hanya memiliki satu-satunya orang disayang.
"Len! kantin, kuy!" ajak Reva.
"Nggak, ah." Elena malah menelungkupkan kepalanya dengan mata terpejam.
"Ya udah gue ke kantin."
Elena mendongakkan kepalanya memastikan Reva sudah pergi dia langsung pergi ke belakang sekolah. Matanya menatap sekitar untuk memastikan keadaan, dirasa tidak ada orang, dia langsung menaiki kursi yang sudah dia siapkan untuk memanjat tembok.Untungnya Elena mengenakan celana pendek sehingga bisa bergerak bebas.
Tanpa Elena sadari, seseorang memperhatikannya dari atas jendela perpustakaan. Orang itu menatap kaget saat Elena berhasil melompat dari tembok dengan ketinggian dua meter itu. Tidak pernah dia berpikir seorang Elena berani membolos.
"Wah, wah, wah...nekat bener tuh cewek. Kayaknya perlu gue laporin, deh. Tapi, dia nggak mungkin bolos dengan alasan klise...," gumam orang itu.
"Gue ikutin, deh." Orang itu langsung berlari di koridor menuju taman belakang.
"Azka!"
Orang itu, Azka. Mendengar namanya dipanggil, dia terpaksa menghentikan larinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elena [END]
Teen FictionBUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA! Karya sudah END ini kisah hidup Elena, si gadis periang dan tangguh. Elena tidak mudah ditindas, jika ada yang menindas nya maka dia akan balik menindas. Kesialan yang menimpanya dipagi hari membuat dirinya bertem...