empatbelas (2)

53 9 0
                                    

Setelah kejadian di kantin, Elena langsung mengajak Aiden ke ruangan karena akan dimulai tahap kedua. Sasa yang ditinggalkan hanya mendengus lalu mendekati kedua temannya yang menunggunya di meja sebelah.

Kedua temannya tidak tahu apa yang terjadi karena mereka hanya asik dengan makanannya. Sasa yang merasa diabaikan langsung memukul meja, membuat suara yang keras.

"Lo berdua! (Menunjuk) setelah acara selesai, gue mau kalian ngasih pelajaran sama cewe yang bareng Aiden," ujar Sasa.

"Yah kok gitu sih? Kan gue nggak tau gimana mukanya," ujar salah satu temannya.

"Gue nggak mau tau, awas ajah kalo gagal," ancam Sasa lalu pergi meninggalkan kantin.

Kini giliran Aiden yang berada di depan ruangan Elena. Keduanya duduk di bangku sembari memainkan ponselnya masing-masing. Ada seseorang yang duduk di samping Elena. Tapi tidak dihiraukan. Lama-lama orang itu merasa kesal karena diabaikan.

"Heh cewek!"ujar Dimas. Elena hanya fokus dengan ponselnya.

"Len, harus banget gitu ya kalo kenalan sampe nempel-nempel gitu?" tanya Aiden tanpa mengalihkan penglihatannya.

"Maksud lo? Sasa Ajinomoto? Dia itu cewek bar-bar, ya nggak harus juga sih."

"Gile! Liat deh, masa dia langsung ngikutin instagram gue." Aiden menunjukkan ponselnya.

Keduanya sibuk mengobrol mengabaikan Dimas yang sudah kesal setengah mati. Dimas berdiri di depan mereka sembari berseru.

"Elena! Gue ngomong sama lo!" seru Dimas membuat kedua orang yang berada di hadapannya langsung menutup telinga.

Aiden bertanya pada Elena tentang Dimas, bagaimana mau mengatakannya jika Elena saja tidak tahu siapa lelaki di hadapannya. Dimas langsung memberitahu namanya. Elena langsung berdiri dan menyuruh Aiden ke ruangannya karena tahap kedua akan dimulai. Begitupun dengan Elena yang masuk ke ruangan meninggalkan Dimas dalam mood buruk.

"Sialan! Awas lo!" umpat Dimas pada Elena yang menjulurkan lidahnya.

Kali ini tahap kedua dan ketiga akan digabung, dengan begitu bisa mempercepat acara. Karena pengumuman ada dilaksanakan hari ini juga.
Elena hanya fokus dengan soal-soalnya. Dia tidak peduli dengan peserta lain yang saling bekerja sama.

Selesai mengerjakan Elena langsung bernafas lega, dia berjalan ke depan ruangan Aiden untuk menunggunya. Tak lama setelah itu Aiden keluar dengan senyuman bahagia. Elena mengerutkan keningnya dan bertanya. Ternyata sama seperti dirinya yang sudah merasa lega.

Seseorang menarik tas Elena dari belakang membuatnya terhuyung ke belakang. Elena menatap Dimas yang memegang kedua bahunya. Wajah mereka sangat dekat, Aiden yang melihat adegan romantis di depannya langsung berdehem.

Elena tersenyum manis ke arah Dimas tanpa peduli dengan Aiden. Dimas sedikit tertarik melihat wajah Elena yang ternyata memiliki mata yang indah, apalagi senyumannya saat ini. Saat sedang memuji keindahan gadis di tangannya, tiba-tiba sesuatu yang keras mengenai kakinya. Membuat Dimas langsung berteriak kesakitan.

"Mampus! Gak usah muncul lagi dihadapan gue kalo gak mau yang lebih parah." ujar Elena.

Elena langsung menarik tangan Aiden setelah menginjak kaki Dimas. Bahkan Aiden saja terkejut, tapi setelah itu Aiden tertawa. Dia tahu bahwa Elena tidak begitu dekat dengan pria.

Elena membawa Aiden ke sebuah gazebo, keduanya duduk dengan nafas yang terengah-engah. Tiba-tiba ponsel Elena berdering, langsung dia mengangkatnya. Ternyata yang menelpon adalah Ezra, kini Ezra berada di Cempaka untuk menunggunya.

Elena mengajak Aiden untuk bertemu dengan Ezra, Ezra akan hadir dalam acara pengumuman sebagai tamu terhormat. Sekolah ini merupakan salah satu yang mendapatkan donasi dari keluarganya. Jadi tidak heran jika Ezra berada disini.

Saat ketiganya mengobrol, Sasa datang dan langsung menyapa Ezra. Ketiga orang itu langsung menatap bingung kearahnya. Sasa yang ditatap seperti itu hanya tersenyum canggung. Elena terkekeh menatap Sasa yang terlihat mencari perhatian kakaknya.

"Eh micin! Lo ngapain?" tanya Elena membuat Sasa menoleh dengan tatapan tajam.

"Kamu manggil dia siapa? Micin? Kamu seharusnya sopan terhadap orang lain," ujar Ezra.

Sasa yang merasa dirinya dibela langsung tersenyum sinis ke arah Elena. Sasa langsung memprovokasi dengan mengatakan perilaku Elena yang tidak-tidak tentang Elena pada Ezra.

"Emangnya dia siapa? Kok kayaknya kalian akrab banget."

"Dia itu tuan Rochelle, pemberi donasi terbesar di sekolah ini," kata Sasa bangga. Elena hanya tersenyum mengejek.

"Kak, Elen sama kak Aiden mau ke Aula dulu. Pengumuman bentar lagi," kata Elena menarik tangan Aiden.

Kini hanya ada Sasa dan Ezra saja dengan suasana yang tiba-tiba sunyi. Sasa menatap ke arah Ezra yang matanya menatapnya tajam.

"Lain kali tolong jaga sikap anda, jangan pernah memfitnah orang sembarangan. Dia adalah adik saya, saya yang lebih tahu tentang dia," ujar Ezra dingin.

Sasa yang mendengar perkataan Ezra langsung mematung. Dia tidak tahu bahwa Elena dan Ezra saudara kandung. Rasanya Sasa menyesal sudah berkata-kata yang tidak sopan pada Elena.

Pengumuman sudah dimulai ternyata Elena dan Aiden, keduanya menempati posisi juara pertama. Keduanya langsung naik ke atas panggung dan menerima tropi juga uang pembinaan. Ezra yang merupakan tamu terhormat langsung berfoto dengan para juara.

Elena menangis bahagia, ini momen yang sangat dia harapkan. Tapi air matanya juga menjadi sebuah kesedihan karena tidak ada sang ibu yang menemani. Ezra mengusap air mata Elena setelah turun dari panggung. Ezra tahu bahwa Elena ingin menujukkan hasil perjuangannya pada ibunya.

Aiden mendekat ke arah Elena, menepuk bahunya dan memeluknya. Ezra membiarkan Aiden memeluk adiknya jika itu membuat Elena tenang. Sebenarnya Ezra sedikit ragu karena dia tahu siapa keluarga Aiden. Tapi demi Elena, dia berusaha menutupi rahasia itu.

Setelah itu, Elena pulang bersama Ezra. Sebelum mereka ke bandara, Elena meminta Ezra untuk mengantarnya ke makam orang tuanya. Ezra hanya menurut saja, lagipula dia juga ingin berpamitan.

Di tempat pemakaman, Elena berjongkok sembari meletakkan bunga yang sempat dia beli. Dia mengoceh mulai dari dia berjuang sampai pada akhirnya dia menangis karena mendapatkan juara pertama. Selesai Elena berbicara barulah Ezra yang berpamitan.

"Kamu jangan bandel sama bibi Dina, kakak akan kabarin kamu. Jaga diri baik-baik." Ezra memeluk Elena.

"Elen nurut apa kata kakak. Hati-hati dijalan."

Ezra memasuki pesawatnya yang akan lepas landas. Tak terasa Elena menitikkan air matanya.
Kini dia hanya hidup seorang diri, tidak ada keluarga yang bisa melindunginya dari dekat. Elena memilih pulang ke rumah. Berkat waktu itu Elena nekat, kini dirinya jadi terbiasa mengendarai mobil sendiri.

Elena berfikir akan pergi ke salon untuk memotong rambutnya yang sudah sangat panjang. Setidaknya dengan memotong rambut, dia jadi lebih mudah merawatnya.

Elena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang