sembilan (2)

64 6 0
                                    

Saat memasuki jam terakhir, Elena dipanggil seorang guru untuk ikut ke ruangan. Elena langsung membereskan bukunya dan menyampirkan tas dan jaket yang ada di genggamannya.
Dia berjalan dibelakang guru, dan setelah itu Ezra langsung mengajaknya pulang karena sebelum itu Ezra harus mengambil beberapa barang miliknya.

Pemandangan saat Ezra dan Elena berjalan menuju keluar sekolah tak luput dari penglihatan Aiden yang saat itu sedang berada diluar. Dan melihat ke arah Elena dari depan kelasnya yang berada di atas.

Dia ingat saat pertama kali bertemu dengan Elena dalam keadaan tidak baik. Dia bahkan belum meminta maaf ya walaupun Elena bilang sudah memaafkan tapi dirinya belum meminta maaf. Apakah itu suatu hal yang baik? Sepertinya tidak.

Di rumah, Elena langsung mengganti pakaian lalu menyusul Ezra dan Dena yang sudah menunggu dibawah. Elena sedih karena kakaknya harus kembali ke Inggris. Dia memeluk kakaknya sembari menangis saat di bandara.

"Hey, Elen gak boleh nangis nanti hujan. Inget, jagain Mama baik-baik. Kakak percaya Elen kuat," kata Ezra mengusap punggung adiknya. Sedangkan Dena hanya melihat kedua anaknya dan turut merasakan kesedihannya.

"Tapi kakak janji ya gak akan ngelupain Elen dan sering hubungin Elen kalo ada waktu. Tapi diusahain harus ada waktu, gak boleh sampe gak ngehubungin!" kata Elena mengacungkan jari kelingkingnya membuat Ezra terkekeh.

"Iya, kakak janji..." ujar Ezra menautkan jari kelingking nya.

"Ma, Ezra pergi dulu. Kalo ada sesuatu langsung kabarin Ezra ajah. Jaga kesehatan Mama juga." kata Ezra memeluk Dena. Sungguh Ezra ingin selalu ada untuk Dena seperti papa nya. Tapi jika dia harus menetap disini, apa yang harus dia lakukan dengan perusahaan disana.

Ezra menarik kopernya dan berjalan meninggalkan kedua orang yang sangat disayanginya. Dia tidak boleh lemah dan harus bisa menjadi kebanggaan orang tuanya.

Karena tidak ingin melihat putrinya sedih, Dena langsung menggelitik pinggang Elena. Seketika Elena tertawa karena geli dan balas menggelitik Dena yang sudah pergi duluan.

"Elen, hari ini kamu gak ada pelatihan?" tanya Dena saat keduanya sudah berada di mobil.

"Gak, Ma. Elen udah bilang sama kak Aiden kalo sekarang gak pelatihan dulu." 

Karena Elena tidak ada pelatihan dan Dena yang harus ke cafe, jadi Dena membawa Elena ke cafe saja. Karena cafe akan dilewati jika ke rumah. Di cafe, Elena hanya duduk di bangku pojok dengan kaca besar yang memperlihatkan keadaan kota yang ramai.

Tiba-tiba dirinya menoleh saat terdengar bunyi lonceng cafe. Matanya membulat dan langsung beranjak untuk masuk ke sebuah ruangan.

'Itukan Reva' batin Elena yang mengintip. Disana memang ada Reva bersama Daren. Elena tersenyum misterius dan memandangi keduanya, tak lupa sebuah ponsel yang ada di genggamannya untuk tidak ketinggalan momen itu.

'Kena, hahaha kena kan lo Rev. Pake acara sembunyi-sembunyi segala' batin Elena cekikikan lalu suara seseorang dari arah belakang mengagetkan nya.

"Elena, kamu ngapain disini seperti sedang sembunyi," kata orang itu. Elena menyuruh orang itu agar diam dan menujuk ke arah Reva.

"Bibi jangan bilang-bilang ya kalo Elena disini. Oh iya bibi udah sembuh? Kok udah ada di cafe?" tanya Elena pada bi Wirna yang sudah lama bekerja di cafe Dena.

"Aiya bibi udah sehat lagi. Ya udah bibi mau lanjut kerja lagi ya," kata bi Wirna yang diangguki oleh Elena.

***

Saat jam sudah menunjukkan pukul 4,barulah mereka pulang dari cafe. Bahkan Elena sampai tertidur di ruangan Dena saat menunggunya.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba mobil Dena berhenti.

"Ada apa, Ma? Kok berhenti?" tanya Elena. Dena hanya menunjuk seekor kucing yang sedang menyebrang dengan kaki pincang. Elena yang tidak tega langsung keluar lalu menggendong kucing itu.

"Ma, kucingnya kasian. Kalo Elen rawat gak apa-apa kan? Kalo kucing ini gak ada kerabat, terus mati kan gak ada yang ngurusin." 

"Kamu yakin bisa ngerawat kucing?" tanya Dena ragu karena terakhir kali Elena memelihara kucing, kucing itu mati entah karena apa.

"Ya Elen juga gak tau pasti. Tapi Elen bakalan berusaha, Ma. Jadi boleh ya, biar gak kesepian lagi."  Dena tidak ingin melihat putrinya sedih jadi dia hanya mengangguk kan kepala sembari tersenyum.

"Yey! Akhirnya Elen punya kucing lagi. Sekarang gue kasih nama lo Arbi. Baik-baik ya jadi kucing nya Elen, sekarang lo punya temen dan gue usahain lo bisa sembuh."Elena mengelus rambut Arbi yang berwarna abu-abu kehitaman.

"Ma, kan Arbi kakinya sakit. Terus Elen juga bukan dokter hewan, jadi gimana kalo kita bawa dia ke dokter hewan untuk perawatan? Elen gak tega ngeliat Arbi cacat kayak gini." 

"Selagi itu buat kamu senang, Mama turutin. Tapi kamu harus janji, jaga Arbi baik-baik kalo gak Mama akan bawa dia ke tempat hewan-hewan liar." 

"Ah kok Mama gitu sih, iya Elen janji bakalan rawat Arbi baik-baik."

Keduanya menuju tempat dokter hewan, sepertinya Arbi termasuk kucing yang jinak. Bahkan sejak tadi pun tidak berlaku liar seperti kucing-kucing pada umumnya.
Dokter bilang Arbi cedera karena suatu pukulan sehingga membuat kelainan pada tulang kakinya. Butuh beberapa minggu untuk memulihkannya.
Dengan begitu, Elena akan selalu berkunjung untuk melihat perkembangan Arbi.

***

Di tengah perjalanan menuju ke rumah, Elena melihat sebuah pasar malam. Dia ingin kesana tapi dirinya tidak tega melihat Dena yang begitu kelelahan seharian ini.

Dia langsung mengunci mulutnya saat melewati pasar malam yang terlihat seru. Biarkan kali ini dia menunda keinginannya. Sampai di rumah lama, barulah Elena pergi ke kamar untuk membersihkan diri.

Setelah itu, dia merebahkan diri dengan bermain ponsel. Tidak ada yang menarik, tapi ada sebuah notif baru dari Aiden.

Kak Aiden

Lo sibuk gak, ada hal yang mau
Gue omongin sama lo.

Oke, kapan tuh?

Malam ini?

Oke gue bisa

Ya walaupun dirinya terasa capai tapi karena keinginannya yang besar untuk pergi ke pasar malam menjadikan dirinya semangat. Dia berencana akan mengajak Aiden untuk mampir ke sana.

Dia langsung mempersiapkan diri lalu menemui Dena yang sepertinya sedang berada di kamar.

"Ma," panggil Elena

"Oh kenapa? Kamu mau makan? Tapi kok kamu rapi banget?" kata Dena melihat tas tersampir dibahu Elena dan setelan baju yang terlihat rapi.

"Oh ini ada hal yang mau diomongin kak Aiden jadi ngajak Elen. Boleh gak? Sekalian mau ke pasar malem, padahal tadi Elen niatnya mau sama Mama tapi gak tega ngeliat Mama udah cape. Atau Mama mau ikut sama kita?" ujar Elena bersemangat.

"Mau sih tapi kalo Mama jadi nyamuk gimana? Gak deh, Mama becanda. Boleh tapi inget, pulangnya jangan kelamaan. Terus kalo bisa minta Aiden untuk nganterin kamu makan, kamu dari siang belum makan, kan?" kata Dena

"Oke, Ma!" kata Elena dan menunggu kedatangan Aiden.















Elena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang