Elena pergi ke kantin bersama Reva ketika mendengar bel istirahat berbunyi. Hari-hari yang dia lalui kembali seperti semula. Hanya Elena dan Reva, mereka tidak ingin ada orang lain yang ikut campur dalam pertemanan mereka, tidak terkecuali Evan dan Dimas ataupun yang lain. Elena tahu bahwa hidupnya bisa tenang kembali jika tidak berurusan dengan orang lain.
Reva pun memilih menemani Elena ketika di kantin daripada bergabung dengan Daren. Mengenai soal Daren yang memiliki syndrom, ternyata itu bisa di sembuhkan dengan Reva. Satu hal yang perlu di ketahui, Daren tidak pernah bergabung dengan Aiden. Daren memiliki kelompok teman sendiri, salah satunya Dimas.
"Rev, semua masalah udah selese. Mungkin setelah kenaikan kelas gue nggak bisa sekelas sama lo lagi. Gue bakalan ikut kak Ezra ke Inggris. Waktu mendekati kenaikan kelas tinggal beberapa minggu lagi. Lo jangan cari pengganti gue, ya?"
Reva yang mendengar itu mengubah mimik wajahnya menjadi sedih. Mereka berpelukan, berusaha untuk menguatkan satu sama lain. Pemandangan itu tidak lepas dari tatapan Aiden, Gani, dan juga Evan. Mereka saling melirik satu sama lain, berusaha mencerna apa yang terjadi dengan kedua gadis yang duduk tak jauh dari mereka.
"Untungnya cewek kalo pelukan berdua nggak dianggap aneh. Coba ajah kalo cowok pelukan begitu, disangka manis kagak, amit-amit iya. Andai ada Galih di sini, gue jadi nggak sepi-sepi amat...," gumam Gani.
Elena pergi membeli es teh untuknya dan juga Reva. Saat tubuhnya bergerak mundur, tanpa sengaja kakinya menginjak sepatu seseorang. Elena yang terkejut berusaha mengimbangi badannya yang akan terjatuh. Dengan cepat sebuah tangan menopang bahunya. Elena membalikkan badannya untuk meminta maaf. Namun melihat wajah yang dia rindukan membuatnya terbengong.
"Kak Galih!" Teriakan Elena membuat keadaan kanting langsung senyap. Elena tidak mempedulikannya, malah memeluk tubuh Galih dengan erat. Kantin kembali riuh tak kala melihat mostwanted yang sudah berangkat sekolah. Gani yang melihat Galih bur-buru mendekat untuk memeluknya. Tapi Evan menarik kerah baju Gani supaya tidak memeluk Galih yang sedang memeluk Elena.
"Lo napa tarik-tarik gue macem kucing, sih?!"
"Lo meluk Galih sekarang sama ajah meluk Elena. Gue sebagai kakaknya nggak mau ngeliat dia di peluk sama orang macem lo."
Gani menarik tangan Evan untuk mengikutinya, berbeda dengan Aiden yang masih berdiri menatap Elena yang berada dalam pelukan Galih. Sudah lama Aiden tidak memeluk Elena, bahkan sekarang mereka seperti orang tidak saling kenal, terasa canggung bagi Aiden untuk mendekat ke sana.
"Kak, lo kapan keluar? kenapa nggak bilang-bilang?" ujar Elena.
"Kemarin, dan tadi pagi gue ada di ruang guru. Lo jadi akrab sama gue, ya?"
Galih melihat Evan dan juga Gani yang mendekat ke arahnya, tapi tidak dengan Aiden. Galih tidak tahu apa yang terjadi selama dirinya tidak ada. Gani merangkul Galih, begitupun dengan Evan. Gani sadar bahwa Aiden tidak ikut dengannya, dia menarik tangan Galih menuju meja mereka. Sebelum benar-benar pergi, Galih melihat Elena yang menatap Aiden dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Neng, ini es nya."
"Oh iya, makasih." Elena langsung kembali ke bangkunya yang ternyata sudah ada Daren dan juga Dimas. Elena melihat makanannya yang sedang dimakan Dimas dengan tatapan ganasnya.
"Dingo! lo ngapain makan punya gue!" Teriakan Elena membuat Reva dan Daren menutup telinga mereka. Tatapan orang yang berada di Meja perkumpulan Aiden pun menoleh ke arahnya. Galih yang tidak tahu orang yang bersama dengan Daren langsung bertanya.
"Dia siapa?" tanya Galih.
"Dia Dimas, anak baru di kelas kita. Nggak bisa dibilang baru juga sih, dia dateng sewaktu lo masih di kantor polisi." Galih hanya mengangguk dan menatap Aiden yang sedang memandangi Elena yang bertengkar dengan Dimas.
"Gue ke kelas!" Aiden langsung pergi begitu saja. Ketiga orang itu hanya diam tanpa mau mengejar Aiden. Galih langsung bertanya pada Gani dan juga Evan tentang apa yang sudah terjadi selama tidak ada dirinya.
Gani dengan semangat menceritakan kisah antara Aiden dan Elena; Elena dan Dimas; Aiden dan Sasa. Sedangkan Evan hanya diam tanpa mau berbicara, kalaupun berbicara juga Gani sudah meberitahu semuanya. Evan memilih memperhatikan Elena yang asik bertengkar dengan Dimas. Reva dan Daren memilih pergi lebih dulu dengan alasan ada sesuatu yang akan mereka bicarakan.
Seorang wanita tiba-tiba datang bersama satu temannya mendekati Evan. Gani dan Galih masih asik mengobrol dan tidak mempedulikannya. Evan membenarkan letak kacamatanya menatap adik kelas yang dengan gemetar memberikan sekotak kado.
"Ka-kak Evan, Chery mau ngasih ini buat kakak."
"Gue nggak ulang tahun."
"Chery cuma mau ngasih aj—" "Awas lo lagi-lagi ganggu, gue gantung lo di plafon!" Ucapan Chery mendadak berhenti ketika mendengar suara Elena dengan volume bisa dibilang cukup keras. Begitupun dengan Gani yang berhenti bercerita, semua orang menatap Elena yang kini duduk di meja mereka.
"Kenapa?!" Elena berbicara dengan tampang sangarnya menatap orang-orang di meja. Semua orang hanya menggelengkan kepalanya tanpa berbicara sepatah katapun. Elena menatap sebuah kado di meja dan Chery bergantian. Senyuman jahilnya terpampang saat itu juga. Gani tahu tidak ada yang beres setelah ini.
"Gue sama Galih ada urusan, kita ke kelas dulu." Gani menarik tangan Galih menjauh dari kantin jika tidak ingin melihat tingkah Elena yang aneh. Evan juga ingin pergi, tapi Elena keburu duduk di sampingnya.
"Kadonya buat gue ajah, oke?! Kakak Evan mana mau di kasih kado, kan dia bukan anak kecil." Elena mengambil kado itu, mendekapnya dengan erat. Chery yang melihat itu merutuki dalam hati karena Elena tiba-tiba datang dan mengacau.
"Len, itu kadonya buat kak Evan."
"Kak Evan itu Kakak Elena, jadi apapun yang Elena mau, pasti Kakak Evan bakalan kasih. Oh gini ajah, gue buka kadonya di sini. Biar semua orang tahu apa yang lo kasih ke Kak Evan." Elena membuka kado sembari mengarahkannya pada wajah Chery, seketika sebuah kepalan tangan muncul meninju wajah Chery. Elena tertawa terbahak melihat Chery yang terjatuh akibat kadonya sendiri. Elena tahu bahwa kado itu adalah jebakan. Evan hanya tersenyum tipis, bahkan dia sudah merasa aneh jika seseorang yang tidak dia kenal memberinya kado.
"Siapa yang nyuruh lo?!" seru Elena.
"Kak Stephani, dia yang nyuruh gue buat permaluin kak Evan...," ujarnya lirih
Elena menunjukkan kepalan tangannya, kejadian sudah berlalu lama, tapi Stephani belum juga jengah. Justru malah mengerjai Evan yang notabene pemilik sekolah. Evan menahan lengan Elena yang pastinya akan menghampiri Stephani.
"Elena nggak terima Kakak Evan diusilin kayak gini. Elena pengen kasih bogeman buat dia, sekali ajah."
"Lo mau di skors?" Elena menggelengkan kepalanya. Mana ada orang yang ingin di skors, jika itu terjadi maka Elena tidak bisa menepati janji pada kakaknya yang menyuruhnya belajar dengan giat dan berhenti mencari masalah. Elena dengan keal setengah hati kembali ke kelas yang di temani Evan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elena [END]
Teen FictionBUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA! Karya sudah END ini kisah hidup Elena, si gadis periang dan tangguh. Elena tidak mudah ditindas, jika ada yang menindas nya maka dia akan balik menindas. Kesialan yang menimpanya dipagi hari membuat dirinya bertem...