Karena perbuatan Chika dan Angel, Elena terpaksa menggerai rambutnya. Dia berjalan menuju meja dimana ada Gani, Aiden, dan juga Evan. Akhir-akhir ini, Evan jadi sering mengobrol bersama orang-orang itu. Elena duduk disamping Evan dengan wajah cemberut.
Evan ingin tertawa melihat wajah Elena dan juga rambutnya yang terlihat kusut. Evan bertanya mengenai keberadaan Elena yang ikut berkumpul.
"Sebel! Bete! Malesin! Jengkel! Si cabe minta di blender! Awas ajah kalo lo ganggung gue lagi!" ujar Elena mencabik-cabik tisu yang berada di meja. Kelakuannya itu membuat banyak tanya di benak mereka.
Elena menceritakan kejadian yang tadi pagi pada Evan, mengadu seperti adik pada kakaknya. Mereka tertawa mendengar celotehan Elena yang berbicara dengan menggebu-gebu tanpa berhenti. Kebetulan sekali saat sedang berbicara, gerombolan Chika melewatinya.
"Rev, lo gabung sama mereka mau jadi cabe?"kata Elena menyindir. Reva menatap Evan sembari mengangguk. Evan mengerti apa yang dimaksud Reva, dia langsung menjewer telinga Elena.
"Aduh! Aduh! Kakak Evan ngapain sih narik-narik telinga Elen? Nanti panjang sebelah." Elena berusaha melepaskan tangan Evan dari telinganya.
"Lo nggak boleh ngomong gitu...dia sahabat lo,"kata Evan. Elena ingin membantah, tetapi Reva berbicara sesuatu yang membuat Elena menatapnya.
"Wajar lo ngomong gitu, karena lo gak tau kebenarannya," kata Reva.
"Lo mau jadi pengkhianat?!" kata Chika.
"Gue nyerah, percuma gue gabung sama kalian yang munafik. Kalian bilang kalo gue gabung, kalian bakalan berhenti ganggu Elena! Nyatanya kalian munafik, gue nggak sudi gabung sama kalian. Gue lebih milih Elena jadi sahabat gue!" kata Reva menatap ketiga orang yang berada di hadapannya.
"Dan mulai saat ini, lo berdua jadi dipindahkan sekolah. Dan untuk kak Stephanie, lo masih tetap disini karena lo kelas 12," kata Reva.
"Siapa yang berani ngeluarin kita? Emangnya lo pemilik sekolahan?" kata Angel membuat Reva tersenyum sinis.
"Bukan gue, tapi dia...," tunjuknya pada Evan.
Ketiga orang itu tertawa, mereka berfikir Evan tidaklah cocok manjadi pemilik sekolahan. Dilihat dari gaya saja, seperti bukan orang mampu. Evan hanya diam memakan makanan.
Aiden dan Gani saling bertatapan lalu mengangkat bahunya acuh. Tidak peduli dengan para wanita karena menurutnya tidak ada kaitannya dengan mereka.
Setelah perdebatan antara keempat orang itu. Elena memeluk Reva dari belakang. Dia tidak menyangka Reva akan berusaha melindunginya. Dia terus saja memeluk Reva, membuatnya kesulitan bernapas.
"Len! Insaf! Dia temen lo jangan dibunuh,"kata Gani.
Elena langsung melepaskan pelukannya dan menarik Reva untuk duduk di sampingnya. Elena memberitahukan rencana pulang sekolah pada yang lain. Dia ingin pergi menemui Galih yang berada di penjara.
"Tapi kita nggak mungkin kesana rame-rame," kata Aiden yang disetujui yang lain.
"Lah siapa juga yang ngajak kalian? Gue cuman ngasih tau kalian ajah kalo pulang sekolah mau nengok kak Galih,"kata Elena membuat mereka langsung menyoraki.
Elena terkekeh melihat tampang sebal dari teman-temannya. Reva menyadari bahwa rambut Elena tidak seperti biasa langsung bertanya. Elena menjawab seperti kenyataannya, dia memotong rambut sekaligus meng-curly.
Untuk hari ini Reva akan bersama Elena pergi ke kantor polisi. Tentunya dengan mobil Elena, kini Reva dan Elena kembali akur. Mereka saling bertukar cerita sewaktu berpisah.
Di kantor polisi, hanya Elena yang ingin berbicara dengan Galih. Sedangkan Reva duduk di kursi tunggu. Galih yang tidak menyangka akan ada orang yang menemuinya langsung tersenyum saat melihat siapa yang mencarinya. Senyuman itu di iringi rasa bersalah. Galih masih tidak bisa melupakan kejadian minggu lalu.
Elena tidak menyalahkan Galih, justru dia yang merasa bersalah karena dirinya, Galih harus membunuh ayahnya sendiri. Elena bertanya pada Galih mengenai keadaannya sembari meletakkan makanan yang dia beli lebih dulu.
Dilihatnya Galih yang makan dengan lahap. Elena yakin, selama di penjara tidak memakan makanan enak. Setelah Galih selesai makan, barulah Elena mengobrol. Dia menangis melihat Galih yang seperti ini. Mungkin hanya satu bulan, tetapi baginya sama saja dengan satu tahun. Elena meminta maaf pada Galih atas apa yang sudah dilakukan orang tuanya. Galih menggenggam tangan Elena, dia meyakinkan bahwa Elena tidak lah salah. Elena tidak mengetahui apapun tentang masalah ini.
"Len, gue boleh minta tolong sama lo?" ujar Galih yang diangguki.
"Sampein salam buat nyokap gue ya. Gue ngerasa bersalah banget sama dia, mungkin dia bakalan benci sama gue karena membunuh suaminya. Tapi, gue bener-bener sayang sama dia. Setelah kejadian itu, gue gatau gimana kehidupan nyokap gue. Dan satu lagi, gue punya adik kecil. Apa mau kalo semisal ada waktu luang lo jagain adik gue? Gue nggak tau gimana repotnya nyokap yang kerja bawa adik gue," kata Galih dengan nada berharap. Elena tidak kuasa menahan sedihnya, dia hanya mengangguk.
Setelahnya waktu penjengukan selesai, sebelum itu Galih memeluk Elena lebih dulu. Elena menyeka air matanya lalu menemui Reva. Elena mengajak Reva pulang, sebelumnya Reva bertanya mengenai Elena yang menangis.
"Sedih gue, kak Galih kapan keluarnya?"
"Sabar ajah, nggak akan lama lagi, kok. Mending sekarang lo anterin gue balik. Terus lo pulang kemana?" Reva merangkul bahu Elena.
"Gue pulang ke rumah Bobi ajah, deh. Ngeri gue di rumah sendirian." Kata Elena
Mulai hari ini Elena memutuskan untuk menginap di rumah Bobi. Reva malah meledeknya dengan mengatakan 'cemen'. Elena langsung masuk ke dalam mobil. Saat melihat Elena menghentikan mobilnya di depan rumahnya, Reva terkejut karena tidak menyangka Elena akan membawa mobil.
Dirumah Bobi, Elena langsung menuju kamar yang sudah disiapkan. Kamar ini tampak polos karena Dina membiarkan Elena menghiasi kamar sesuai keinginannya. Elena menjatuhkan tubuhnya ke kasur yang empuk. Tak lama setelah itu dia sudah masuk ke alam mimpi. Bahkan belum mengganti seragam. Tasnya dia biarkan tergeletak di lantai, sepatunya masih dia kenakan.
Elena selalu seperti itu jika sudah kelelahan, yang dia pikirkan hanyalah tidur nyenyak. Tidak peduli dengan apapun. Bobi mengetuk pintu kamar Elena, memanggilnya untuk makan malam. Elena tidak menjawabnya karena masih tidur pulas.
Bobi langsung masuk ke dalam karena Elena tidak merespon. Terlihatlah tubuh Elena yang sedang tertidur tengkurap. Bobi memanggil Elena, menyenggol-nyenggol kaki Elena.
Duak
"Mak Lampir! Sialan ya lo, heh! Gue gak mau bangunin lo lagi. Sepatu lo ngajak berantem ya, Elena! Buruan bangun!" seru Bobi kesal karena saat Elena membalikkan badannya, tidak sengaja dia menendang Bobi. Elena langsung mengucek matanya saat mendengar suara Bobi. Dia bertanya mengenai keberadaan Bobi dikamarnya.
"Terserah lo, gak mau makan gak usah turun!" kata Bobi kesal lalu menutup pintu dengan keras. Elena menatapnya bingung, sebenarnya apa yang terjadi antara dirinya dengan Bobi.
_____________________________________________
Galih: "Thor, lo tega ya baru munculin gue sekarang. Cape gue nunggu di dalam jeruji, lo gak tau gue sampe-sampe gak dikasih makan😖"
Author: "eh? Hehe maap abang Galih, kan tadi udah di kasih makan sama Elena. Makanan enak pula."
Galih: "lo emang bener ya, bener begonya! Gue dikasih makan apa sama Elena? Itukan cuma pencitraan! (Galih mengamuk)
Author*lari terbirit-birit saat melihat Galih yang marah*
Author langsung menghampiri Daren yang berada di belakang panggung. Author mendekat lalu menepuk bahu Daren.
"Gue kapan muncul, Thor? Lo mau gue depak jadi author? 😡" Dengan nada dingin
"Hehe jangan donk, di episod nanti lo bakalan muncul kok"
'Kampret nih tokoh, yang nentuin cerita kan gue. Bukan dia' batin author
KAMU SEDANG MEMBACA
Elena [END]
Fiksi RemajaBUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA! Karya sudah END ini kisah hidup Elena, si gadis periang dan tangguh. Elena tidak mudah ditindas, jika ada yang menindas nya maka dia akan balik menindas. Kesialan yang menimpanya dipagi hari membuat dirinya bertem...