enam(2)

69 8 0
                                    

Elena membereskan buku-buku dan alat tulis miliknya. Begitupun dengan Reva, keduanya sibuk membereskan peralatan tulis.

"Oh iya, sekarang lo masih pelatihan?" tanya Reva.

"Iya beberapa minggu ke depan lagi sampai gue selese ikut KIR ini. Gue duluan ya, baik-baik lo dijalan kali ajah gitu ada orang yang tau kalo sekarang lo ultah terus di kasih duit," kata Elena.

"Lo kira gue pengemis? Udah-udah sana pergi nanti bebep Aiden nungguin lo kelamaan," kata Reva yang membuat Elena langsung melengos pergi.

Biar saja Aiden menunggunya daripada dirinya yang harus menunggu. Sampai di parkiran, Aiden langsung menaiki motor nya. Diikuti dengan Elena yang menatap raut wajah Aiden sebelum menaiki motor.

"Lo kesel ya?" tanya Elena. Tetapi, Aiden tetap diam. Elena tidak banyak bicara lagi, mungkin saja mood Aiden sedang buruk.
Kali ini Aiden membawa Elena ke tempat yang tidak terlalu ramai sehingga tidak mengganggu saat mereka belajar.

Sampai di perpustakaan kota, Elena langsung masuk begitu saja tanpa mengajak Aiden. Di dalam perpustakaan,  Elena langsung mencari buku dan kursi.
Melihat Aiden yang diam saja, Elena ingin mengerjai Aiden dengan membaca beberapa kalimat.

"Pangeran Aiden sedang frustasi karena harus menikahi putri Ariana yang tidak dia cintai. Daripada harus menyiksa dirinya jika sudah menikah lebih baik dirinya bunuh diri, dia melompat dari kamarnya yang berada dilantai atas. Saat pangeran Aiden sudah terjatuh, tidak ada yang menolongnya sama seka-" " Eh! Lo ngarang cerita ya. Coba liat itu cerita apa," kata Aiden menyela perbicaraan Elena yang menurutnya sangat konyol.

"Eh gak boleh ini buku gue." Keduanya berebut dan saat Elena menyembunyikan buku disamping kepalanya, dia tertawa menatap Aiden dan saat itu juga mereka bertatapan untuk beberapa detik sampai akhirnya Aiden yang merasa canggung langsung bergeser duduknya.

"Mohon tenang!" Intrupsi seorang penjaga perpustakaan.

"Ssst!" ujar keduanya lalu cekikikan.

Sejak kemarin Aiden selalu mengantarkan dirinya pulang. Bahkan jika Elena meminta untuk membiarkannya menaiki angkutan umum, Aiden tetap bersikeras untuk mengantarnya.

"Makasih ya udah nganterin gue. Oh iya lo mau mampir dulu? Mama pasti udah pulang," kata Elena.

"Gak deh, gue mau langsung balik ajah," kata Aiden yang diangguki lalu melajukan motornya. Elena memasuki rumah dan duduk di samping Dena yang sedang menonton televisi.

"Ma,kak Ezra udah berangkat?" tanya Elena sembari menaruh tas di sampingnya.

"Belum dia baru siap-siap, memangnya kenapa? Kamu mau ikut?" ujar Dena. Elena langsung menggeleng.

"Katanya kita mau tidur di rumah papa, ayo berangkat!" kata Elena. Dena yang mengerti keadaan putrinya langsung mengangguk sembari tersenyum.

"Iya ayo, kamu mending mandi dulu biar wangi terus gak ada kecoa yang deketin kamu," kata Dena terkekeh. Elena menekuk wajahnya lalu ke kamar untuk membersihkan diri.

Dena berkata pada Ezra bahwa sekarang mereka akan ke rumah suaminya. Ezra pun hanya menganggukkan kepala dan berpamitan setelah selesai, tak lupa juga sebuah kotak kado yang akan dia berikan pada Reva.

Elena tidak banyak bicara, dia memilih untuk menyisir rambutnya dan menggelungnya. Setelah itu dia menunggu ibunya yang sedang mengunci pintu.
Perlahan mobil meninggalkan pekarangan rumah sederhana itu. Dari samping kaca mobil, dia seperti melihat ada sosok yang mengawasinya. Dia berusaha berpikir tenang dan mengabaikannya.

***

Sampai di rumah yang terlihat mewah dan elegan, Elena keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Rumah ini terlihat sepi karena tidak ada siapapun di dalamnya. Dena tidak pernah memiliki pembantu untuk mengurusi rumah jadi saat rumah ditinggalkan tidak ada siapapun yang menempati.

Elena pergi ke kamarnya yang ada dilantai atas, duduk disamping kasur sembari memandangi sebuah figura foto yang terpajang di dinding. Sebuah foto keluarga utuh miliknya.
Hari ini Elena menjadi sosok yang pendiam, Dena menemui putrinya karena dia tahu keadaan putrinya yang sedang bersedih.

"Elen," panggil Dena. Elena langsung memeluk ibunya, dia tidak ingin ibunya pergi meninggalkan dirinya bersama Ezra.

"Ma, jangan pernah tinggalin Elen ya. Elen gak sanggup kalo Mama pergi dari sisi Elen," kata Elena menangis. Dena mengusap bahu putrinya berusaha menenangkan.

"Mama gak akan pernah mau ninggalin Elen sama kak Ezra, Mama ngertiin kamu kok. Sekarang jangan nangis lagi, kita masak bareng untuk makan malam dan bertempur di dapur lagi. Gimana?" ujar Dena girang agar Elena juga tertular dan tidak bersedih lagi. Terbukti dengan sekarang Elena mengusap air matanya kasar.

"Ayo kita perang!" seru Elena meninju tangannya ke atas. Kemudian keduanya berlari menuju dapur untuk memasak.

Dapur terasa sangat ramai dengan dua orang yang mungkin akan mengacak-acak dapur. Itulah kebiasaan mereka jika sedang bersedih. Satu jam berlalu akhirnya makanan sudah jadi dan mereka memakannya di ruang makan.

"Ma, memangnya kak Ezra gak ikut makan ya?" ujar Elena disela-sela makannya.

"Mungkin gak karena dia udah makan di rumah Reva," ujar Dena yang diangguki Elena. Selesai makan, keduanya memutuskan untuk menonton televisi sekalian menunggu Ezra pulang.

"Mama udah tau siapa cewek yang bakalan jadi istri kak Ezra?" tanya Elena mengingat beberapa bulan lagi kakaknya akan menikah.

"Tau donk masa iya gatau. Dia itu cantik terus sopan, gak salah kakak kamu milih dia. Tapi sayang dia itu orang Inggris jadi setelah menikah dia akan tinggal di Inggris," kata Dena membuat Elena sedikit sebal. Bagaimana bisa kakaknya meninggalkan mereka di Indonesia sedangkan dirinya bersama keluarga lain di luar negeri.

Elena menidurkan kepalanya dipangkuan Dena karena sudah terbiasa jika dirinya sedang mengantuk, lalu setelah itu Elena akan tertidur di sofa. Tapi jika ada Ezra, pasti Ezra akan memindahkan Elena ke kamarnya.

Dena mengusap dengan sayang rambut putrinya yang panjang. Sama seperti rambutnya karena suaminya sangat menyukai wanita berambut panjang bukan berarti makhluk halus dengan daster warna putih. Hehe.

Tak lama kemudian terdengar suara mobil yang dapat dipastikan bahwa itu adalah Ezra, benar saja setelah masuk Ezra langsung menggendong adiknya dan membaringkan nya di kasur. Tak lupa dia menyelimuti dan mengusap rambutnya sayang.

Sungguh Ezra sangat merindukan bermain bersama adiknya saat mereka kecil, bahkan berlanjut hingga remaja sampai ayahnya harus tiada. Setelah itu dirinya yang melanjutkan perusahaan ayahnya di Inggris.

Saat akan keluar, dirinya mendengar suara ponsel dan itu berasal dari ponsel adiknya. Dia mengambilnya untuk melihat siapa yang mengirimi pesan.

Kak Aiden
Besok gak usah pelatihan dulu, gue ada acara sama keluarga.

Ezra sudah mendengar bahwa adiknya mengikuti KIR dan akan lomba bulan depan. Dia akan berusaha untuk melihat Elena berjuang untuk mendapatkan prestasinya.

Setelah Ezra pergi dan menutup pintu, Elena menggeliat dan terbangun saat mendengar ponselnya kembali berbunyi.

Kak Aiden
Oh iya Night!

Elena tidak menghiraukan pesan itu dan mengambil minum di nakas karena tiba-tiba tenggorokannya sangat kering. Dia berhenti sejenak menatap keluar lalu kembali tidur.

Elena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang