Sampai di kelas, Reva langsung menatap horor sahabatnya ini. Sedangkan Elena hanya menatapnya biasa saja bahkan sempat kesal karena dirinya ditarik paksa, padahal dia belum selesai berbicara dengan kakak kelasnya itu.
"Gue tau niat lo baik, tapi mikir-mikir dulu kek kalo lo mau ikutan masalah mereka. Lo tau kan kalo dia itu senior, lo ngapain ikut campur sama masalah yang gak ada hubungannya sama lo?" geram Reva
"Orang baik niatnya ngebantu itu gak akan mikir-mikir dulu. Lagian lo kenapa sih kayak gak tau gue aja kalo liat orang berantem. Maksud lo apaan narik-narik gue, kan gue belum selesai ngomong sama si oncom," kata Elena, kali ini Reva yang menatap bingung Elena. Siapa itu oncom? Padahal tidak ada yang bernama oncom.
"Maksud lo Oncom itu siapa?" tanya Reva
"Itu lho kakel yang tadi gue marahin. Gue kan gatau namanya, terus karena sekarang gue lagi pengen oncom, jadi gue nyebut dia oncom. Gimana? Keren kan?" ujar Elena, Reva menepuk keningnya sendiri bagaimana bisa dirinya berteman dengan Elena yang konyolnya bahkan mengalahkan Bernard.
"Sumpah lo salah orang. Gue bakal biarin lo marahin orang itu kalo bukan kak Aiden sama kak Daren. Lo pasti taukan siapa mereka? Kenapa lo bisa seceroboh ini!" kata Reva frustasi seolah-olah tangannya bergerak mencakar wajah Elena, walaupun sebenarnya memang ingin.
"Emang yang gue marahin tadi tuh siapa? Gue lupa," ujar Elena yang mendadak lupa, Reva menatap tidak percaya ke arah Elena. Bisa-bisanya Elena melupakan dia, orang yang sangat ditakuti di sekolah.
"Lo marahin Kak Daren, orang yang paling ditakuti setelah kak Aiden. Dan lo ganggu mereka dalam nyelesain masalahnya? Mampus idup lo nanti Len...jangan seret-seret gue ya, plis. Gue gak mau kena kasus" Kata Reva.
"Gue bisa pastiin gak akan ada masalah sama kita," kata Elena memastikan.
****
Pulang sekolah Elena dan Reva berjalan menuju gerbang. Seperti rencana Elena yang hari ini akan bermain ke rumah Reva. Tapi saat melewati parkiran dirinya melihat sebuah motor yang dia kenali.
"Rev, lo tunggu gue di pertigaan ajah ya. Gue ada urusan sebentar yang pastinya gak lama," kata Elena, Reva hanya menganggukkan kepala lalu berjalan mendahului Elena.
Elena berdiri dimana dirinya jatuh tadi pagi. Dia menatap motor itu dan langsung mendekatinya. Dia menendang motor itu.
"Eh lo, sialan banget sih. Gara-gara lo gue jatuh tau, liat nih tangan gue. Mana susah juga buat megang sesuatu. Mana pemilik lo, biar gue hajar tuh orang. Berani-beraninya nyerempet gue padahal gak salah. Nih ya bilangin sama pemilik lo, besok-besok kalo emang gak tau tata cara bawa motor mending gak usah bawa lo kemari. Yang ada lo jadi korban lagi."
Elena berbicara sembari menendang ban motor itu. Tidak peduli orang-orang menatapnya gila ataupun apa yang jelas rasa kesalnya sedikit berkurang.
"Ekhem!" Deheman seseorang membuat Elena menghentikan aktivitasnya dan diam di tempat. Gawat jika pemilik motor ini mengetahuinya. Dia perlahan membalikkan badannya.
"Eh mana orangnya? Kok gak ada wajahnya sih," gumam Elena dan perlahan mendongakkan wajahnya. Terlihat raut wajah tidak suka terpampang diwajah orang itu. Elena hanya menyengir lalu mengapitkan kedua tangannya seraya memohon maaf sebelum pergi. Tapi, orang itu menarik tasnya membuat langkahnya terhenti.
"Lo ngapain?" tanya orang itu dengan tampang yang menurut Elena sangat menyebalkan. Nyalinya yang tadinya ciut kini kembali memuncak.
"Emang kenapa? Lo kan yang udah nyerempet gue waktu di deket gerbang. Ngaku lo, gak tau sopan santun juga. Udah-udah gak usah minta maaf, udah gue maafin kok gak usah ngerasa bersalah. Gue pamit pulang nanti anak ayam gue kepanasan nungguin gue di pertigaan," kata Elena lalu melengos pergi tanpa memperhatikan ekspresi orang yang diajak bicara.
"Gila."
Satu kata yang keluar dari mulutnya saat mendengar ocehan gadis yang hari ini dia temui. Tanpa mau mempedulikannya, dia mengecek motornya. Takut-takut ada yang lecet, untungnya tidak ada. Jika sampai ada maka dirinya akan langsung meminta gadis itu untuk mengganti rugi.
***
Elena berlari mendekati Reva yang sepertinya sudah menunggu lama, bahkan dia telat sampai-sampai Reva sudah menaiki bus. Untungnya suara keras Elena sangat berguna, dia memanggilnya dengan suara lantang sehingga mengundang beberapa pasang mata untuk melihatnya.
"Lo abis ngapain sih lama amat, bahkan tadi gue ketinggalan dua bus gegara nungguin lo. Jadi gue tinggalin lo ajah...karena gue pikir lo masih lama."
"Reva kepo nih."
"Serah lo!"
Berjalan dari sekolah menuju rumah Reva tidak terlalu jauh sehingga mereka datang lebih cepat. Setelah turun dari bus, mereka langsung memasuki rumah karena memang rumah Reva disamping jalan raya.
"Rev, lo sendirian di rumah?" tanya Elena yang memang kelihatan seperti tidak ada penghuninya.
"Mama sama papa lagi pergi, mungkin sore mereka pulang."
"Oh gitu, bagi makanan donk. Laper gue, masa iya ada tamu gak dikasih makan."
"Heuh! iyaiya bentar, gue mau ganti baju dulu."
Reva termasuk orang golongan mampu, bahkan rumahnya saja mewah. Mungkin kalian berpikir Elena merasa iri, tapi sebenarnya tidak karena keluarga besarnya juga sama seperti Reva.
"Tau gak, tadi tuh gue lagi ngomong sama motornya si oncom, terus waktu gue lagi marah-marah...eh oncomnya dateng. Terus gue langsung lari deh. Gatau kalo gue masih ngajak si oncom berantem," kata Elena.
Reva masih tidak mengerti apa yang Elena katakan. Setaunya, orang yang Elena sebut 'oncom' adalah kak Aiden. "Maksud lo, kak Aiden yang nabrak lo?" tanya Reva.
"Itu yang punya motor yang nyerempet gue tadi pagi. Nyebelin banget kan ya, udah tau gue jatuh gegara dia, bukannya bantuin atau minta maaf malah pergi gitu ajah. Eh tunggu dulu... lo bilang apa? kak Aiden? bukannya dia itu orang yang tadi berantem, ya?" tanya Elena ingat kejadian di lapangan.
Reva mengangguk tanpa mau berkata-kata, Elena mendadak emosi. Dia sudah bertemu dengan orang itu dua kali, pertama saat di lapangan dan kedua saat pulang sekolah. Salahkan saja ingatannya yang kurang baik, seharusnya Elena menyadari lebih awal.
Reva belum begitu lamaberteman dengan Elen, tapi dirinya sudah merasa nyaman walaupun Elena bisa dibilang sedikit cerewet oh salah sangat cerewet. Tapi, biarpun begitu Elen memiliki sisi positif yang lebih. Itu yang membuat Reva merasa senang berteman dengan Elena.
Dari yang Reva lihat, Elena adalah gadis periang dan sederhana. Selama berteman dengan Elena, dirinya belum pernah melihat Elena menangis karena sesuatu. Benar-benar gadis tegar.
"Len, lo pernah gak sih suka sama cowok?" tanya Reva tiba-tiba yang membuat Elena berhenti mengunyah biskuit. Dia diam beberapa saat, Reva yang mengetahui itu mendadak serbasalah karena tidak biasanya Elena diam saat ditanya.
"Eh sorry... gue gak bermaksud," kata Reva buru-buru meminta maaf. Elena segera menelan biskuitnya dan minum untuk menghilangkan rasa mengganjal di kerongkongannya.
"Biskuitnya nyangkut hehe," kata Elena sambil menyengir membuat Reva langsung melempar kacang ke arahnya.
"Gue kira lo marah, terus gimana jawaban pertanyaan gue barusan?"
"Ya pernah sih gue suka sama cowok, kan gue bukan lesbi. Tapi, gue gak pernah ngedeketin dia."
Mereka mengobrol hingga sore, barulah Elena berpamitan pulang setelah kedua orang tua Reva kembali. Tadinya, dia akan diantar oleh Reva tapi Elena menolak karena dirinya sudah terbiasa pulang sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elena [END]
Teen FictionBUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA! Karya sudah END ini kisah hidup Elena, si gadis periang dan tangguh. Elena tidak mudah ditindas, jika ada yang menindas nya maka dia akan balik menindas. Kesialan yang menimpanya dipagi hari membuat dirinya bertem...