tigabelas (3)

59 7 0
                                    

Elena berjalan menuju perpustakaan sembari memegang ponsel untuk mengirim pesan pada Ezra bahwa dirinya masih ada pelatihan. Bobi yang melihat Elena langsung bertanya, "Kak Elen! lo balik sama siapa?"

"Lo baik banget sih, Tong. Makasih ya tawarannya, tapi gue di jemput kak Ezra. Ya udah tiati ya Tong bawa motor antiknya. Jangan lupa jalan pulang ke rumah, ye." Elena menepuk beberapa kali pundak Bobi sebelum melangkah.

"Ih dasar sarap! Siapa juga yang mau nawarin. Cuma tanya juga...."

Saat Elena memasuki perpustakaan, tidak ada siapapun di dalam. Elena mencoba masuk sekali lagi untuk mengecek. Mungkin kelas Aiden belum selesai.

Daripada diam menunggu, Elena memilih di luar perpustakaan untuk menunggu Aiden.

"Eh tunggu dulu, kok gak biasanya sekolah sepi banget kekgini ya. Bahkan penjaga perpustakaan ajah udah gak ada. Gawat! kenapa gue nggak tanya kak Aiden ajah?" Elena kembali ke dalam perpustakaan. Saat mengambil tas, pintu perpustakaan mendadak ditutup dan dikunci dari luar.

"Tunggu! Di dalem masih ada orang! Woy, buka pintunya!"

Baiklah Elena rasa ini sebuah ketidak sengajaan. Elena mengirim pesan pada Aiden, begitupun pada Ezra untuk menjemputnya sekarang.

Kak Aiden

Bukannya lo sendiri yang
Bilang sama gue hari ini
Gak ada pelatihan?

"What! Ini pasti ada yang nggak beres, nih. Asli ngeselin banget sumpah! nih orang. Siapa yang ngomong kalo hari ini gue nggak pelatihan? Oh my god! Sial, harusnya gue ikut Bobi."

Tiba-tiba ada panggilan masuk dari Aiden, Elena langsung mengangkatnya.

'Woy! Lo gak pikun kan? Lo yang bilang sendiri ke gue. Nih isi pesannya masih ada, katanya lo mau ada acara'

"Sejak kapan gue ngirim pesan sama lo? Buruan ke sekolah sekarang. Lo tau nggak? gue dikunci dari luar! Buruan tolongin gue!" Aiden menjauhkan ponselnya saat mendengar suara Elena layaknya petir di siang bolong.

"Kok bisa? Oke-oke gue ke sana."

Aiden mematikan ponselnya dan bergegas mengambil kunci motor. Namun, saat melewati kamar orang tuanya, dia mendengar ibunya menyebut ibu Elena.

"Tapi, pa. Bukannya waktu itu Papa yang nabrak mobil milik Rachman, suami dari Dena?"

"Iya Papa yang nabrak. Tapi, Papa benar-benar tidak tahu kalo mobil yang Papa tabrak adalah milik Rachman."

Aiden terkejut mendengar perkataan orang tuanya. Apa orang tuanya sudah membunuh orang yang paling berharga bagi Elena? Aiden ingat, sekarang dia harus menolong Elena lebih dulu.

Sampai di sekolah dia kembali menelpon Elena agar mengetahui dimana Elena berada. Langsung saja Aiden menemui pak Mono sebagai satpam untuk meminjam kunci.

"Kak Aiden! Lo kenapa lama banget sih!" Elena langsung meluapkan kekesalannya pada Aiden.

"Ya sabar, gue juga butuh waktu."

"Akhirnya, oh iya gue mau liat donk isi pesan yang gue kirim ke lo." Aiden menunjukkan pesan yang dia dapat dari Elena saat siang. Memang itu nomornya, tapi Elena tidak memegang ponselnya saat siang.

"Tunggu, gue nggak pernah ngirim pesan ke lo sejak tadi. Wah nggak beres nih, gue yakin pasti ada orang yang ngebajak HP gue."

"Terus, gimana? Bukannya tadi siang lo emang pingsan? Udah mendingan?"

"Oh iya makasih ya udah nolongin gue dua kali, iya gue udah mendingan. Gue udah di jemput, bye duluan." Elena pergi meninggalkan Aiden yang menatap kepergian Elena.

Aiden akan memastikan ini pada kedua orang tuanya. Jika memang benar, apakah Elena akan membencinya dan menjauh lebih dari ini? Aiden tidak bisa membaca pikiran orang, tapi dia juga berharap Elena tidak membencinya.

***

Setelah Elena pergi, Aiden langsung kembali ke rumah untuk bertanya yang sebenarnya. Aiden meminta sedikit waktu orang tuanya untuk mengobrol.

"Tumben sekali, memangnya mau ngomong apa?" tanya  ayah Aiden.

"Tadi Aiden nggak sengaja denger soal kecelakaan satu tahun yang lalu. Papa bisa ceritain ke Aiden?"kata Aiden hati-hati. Ayahnya menatap ke arah istrinya untuk meminta persetujuan. Istrinya mengangguk tanda setuju.

"Saat itu, setelah pulang kerja. Posisi mobil Papa tepat di belakang mobil Rachman. Kecepatan mobil sebelumnya masih stabil. Kecelakaan itu beruntun, tiba-tiba mobil besar yang berada di belakang Papa melaju kencang. Papa yang pertama kali tertabrak malah menabrak mobil Rachman. Daerah waktu itu berada di tikungan, siapa yang tahu bahwa Rachman membanting stirnya ke arah kiri membuatnya masuk ke dalam jurang. Papa dan Rachman adalah teman baik semasa sekolah. Papa baru tahu mobil yang Papa tabrak milik Rachman itu saat istrinya meninggal kemarin."

Ayah Aiden benar-benar merasa bersalah, sekarang anak dari Rachman pasti akan membenci keluarganya. Aiden merasa ada yang janggal dengan kejadian ini. Dia merasa seseorang pasti menargetkan keluarganya.

"Pa, kecelakaan ini emang kebetulan atau ada yang memang menargetkan keluarga?"ujar Aiden. Awalnya, ayah Aiden berfikiran begitu. Tapi, setelah kecelakaan itu tidak ada bukti yang aneh. Semuanya seperti terjadi secara kebetulan.

Aiden kembali ke kamar setelah mendengar cerita orang tuanya. Dia akan fokus untuk acara KIR yang akan diselenggarakan lusa.

***

Elena berada di kamar dengan kertas-kertas yang ada di dalam map. Kali ini dia harus memantapkan usahanya. Sedangkan di lain tempat, Ezra membereskan barang-barang yang akan dia bawa ke Inggris. Selesai menemani Elena, Ezra akan langsung ke bandara.

Sangat berat jika harus meninggalkan Elena di rumah, tapi perusahaan sedang ada masalah. Ezra tidak bisa menundanya lagi.

Malam ini Ezra memilih catering untuk makan. Biasanya Elena yang akan masak, tapi Ezra tahu bahwa saat ini Elena sedang sibuk. Ezra langsung mengantar makanan ke kamar Elena. Mereka tinggal di rumah milik mendiang ayahnya. Mengenai rumah yang Elena tempati sebelumnya, mereka sepakat untuk menyewakan. Seluruh barang yang ada di rumah itu sudah di kemas dan dibawa ke rumah sekarang.

"Len, tidurnya jangan kemaleman, ya." Ezra meletakkan makanannya dan berjalan keluar.

"Iya kak, bentar lagi juga Elen tidur." Elena harus mengerjakan beberapa soal lagi. Ezra menutup pintu kamar Elena.

Selesai itu Elena memakan makanan yang sudah Ezra bawa. Dia memainkan ponselnya sembari makan. Selesai makan, Elena langsung membersihkan buku-bukunya, bergegas menuju kamar mandi untuk menggosok gigi.
Elena menatap langit-langit kamarnya. Dia memikirkan kedua orang tuanya. Elena berdoa untuk mereka lalu mematikan lampu tidurnya.

Elena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang