sebelas

56 7 0
                                    

Pagi harinya Elena bangun, jam sudah menunjukkan pukul 06.00 WIB. Tapi, keadaan rumah masih gelap karena lampu belum dinyalakan. Ini terasa aneh, bahkan Elena tidak mendengar Dena membangunkannya apalagi memasak.

Elena pergi dapur untuk melihat Dena tapi tidak ada siapapun. Elena menuju kamar Dena, diketuk nya pintu itu dan tak lama kemudian terdengar suara Dena yang menurutnya parau.

"Ma, Mama kenapa? Badan Mama panas, Elen telpon rumah sakit ajah ya..." kata Elena tapi dicegah oleh Dena.

"Jangan, kamu berangkat ajah tadi Mama udah telpon Bibi Dina untuk kesini jagain Mama. Maaf Mama gak bisa masak buat kamu hari ini, kamu sekolah ajah."  

"Tapi, Mama sakit mending Elen izin ajah hari ini." 

"Mama gak apa-apa, bentar lagi tante Dina datang. Kamu berangkat ajah." 

"Ya udah Elen berangkat ya, Ma." Elena berpamitan lalu bergegas untuk menunggu bus. Jujur, Elena tidak sanggup harus meninggalkan ibunya yang sakit. Tapi juga tidak bisa membantah perkataannya.

Menaiki bus seperti biasa, ternyata kali ini tanpa sengaja berada di satu bus yang sama dengan Reva. Elena tersenyum saat melihat Reva, tapi Reva hanya menatapnya datar. Sungguh ironis, beginikah akhir dari persahabatan mereka.

Saat turun, Reva berjalan lebih dulu membiarkan Elena berjalan sendirian. Biasanya mereka selalu berjalan bersama dan mengawali pagi dengan suara tawa. Kali ini hanya ada angin lewat saja yang menemani Elena.

Sampai di sekolahan, beberapa siswa menatap jijik ke arahnya. Bahkan pagi-pagi saja mading sudah di penuhi siswa. Elena yang merasa heran langsung melihat mading.

Disana ada foto dirinya saat bersama Evan sewaktu di rooftop,dengan caption yang menghina Evan. Difoto kedua ada dirinya bersama Aiden saat di taman, dengan caption pelakor. Dan difoto yang ketiga dimana saat dirinya bertengkar bersama Bobi dan berakhir saat Bobi tak sadarkan diri setelah menangkap Elena, dengan caption seorang bitch.

Elena langsung mencabut foto itu dari madiing dan mulai terdengar desas-desus di sekitar Elena.

"Gile! dalam sehari udah embat 3 cowok ajah, yang satunya perfect yang lainnya Allahuakbar."

"Eh seleranya rendah juga, bisa milih si Evan sama Bobi."

"Pantes ajah kemarin Reva marah banget sama dia, ternyata memang dia sendiri bitch kok malah fitnah orang."

"Eh emangnya kak Aiden udah punya cewek ya? Wah jadi pelakor tuh."

Elena berusaha sekuat tenaga untuk menahan air matanya agar tidak keluar. Dirinya langsung membuang foto itu ke dalam tempat sampah dan berlari menuju toilet.

Dirinya langsung menumpahkan tangisnya, namun tak lama kemudian dia langsung menghapusnya. Jika dia bersedih maka Rachman_ayahnya akan ikut bersedih. Dia teringat perkataan Rachman saat dirinya menangis karena Ezra.

"Kalo ada masalah jangan menangis, berusahalah untuk membalas mereka dengan sebuah kebaikan. Jangan sampai kamu membalasnya dengan perbuatan yang sama. Ingat, tangisan kamu hanya untuk 2 hal. Pertama kebahagian dan yang kedua karena kehilangan."

'Gue harus tetap tegar, buat mereka menyesal karena udah memperlakukan gue kekgini. Semangat Elena!' batin Elena lalu ke luar untuk membasuh wajahnya.

Saat berjalan ke kelas, tak sengaja dirinya berpapasan dengan Bobi. Elena tahu Bobi sepertinya khawatir saat mengetahui Elena menjadi trending topic pagi ini.

"Kak, lo gak apa-apa kan?" tanya Bobi

"Gue gakpapa," k,ata Elena berlalu melewati Bobi begitu saja.

***

Dilain tempat, Evan yang mendengar tentang gosip Elena langsung menahan amarahnya. Mungkin jika dia sendiri sudah tidak masalah, tapi sekarang entah karena apa dirinya merasa benci dengan orang-orang yang sudah memfitnah Elena.

Dia mengambil ponsel dari sakunya dan mengetikkan sesuatu disana. Yang pastinya, Evan tidak bisa tinggal diam seperti ini.

"Den, lo tau berita pagi ini? Ternyata lo ikut juga ya. Parah lo," kata Gani pada Aiden. Bahkan Aiden sendiri belum tahu secara jelas mengenai masalah ini. Mungkin nanti dia akan bertanya pada Elena.

"Dasar biang gosip!" 

"Weh weh, selow mas bro. Gue ngomongin yang lagi Hits ajah. Oh iya, tumben si Galih belum berangkat."

"Lo kira gue emaknya!" kata Aiden acuh.

Bahkan melihat Aiden yang seperti acuh terhadap masalah ini membuat Evan semakin geram. Ingin rasanya Evan menonjok muka Aiden. Tapi, Evan pun tahu bahwa Aiden tidak mengetahui tentang masalah ini. Aiden dan Elena hanyalah sebatas partner, tapi orang tanpa kerjaan itu yang melebih-lebihkan.

Bisa saja Evan yang langsung turun tangan, tapi dia tidak ingin menampakkan diri yang sebenarnya. Bahkan tidak ada orang yang tahu mengenai dirinya kecuali Elena yang sudah melihat wajah asli miliknya tapi tidak dengan yang lain.

Tanpa sengaja, Evan memukul meja keras dan itu membuat semua pandangan memandang ke arahnya. Evan langsung meminta maaf pada teman-temannya karena memukul meja. Sungguh dirinya ingin meluapkan emosi.

"Weh! Si cupu ngagetin gue ajah," kata Gani mengelus dada.

"Maaf..." kata Evan kembali membuka buku yang sudah dia siapkan diatas meja.

"Tapi nih ya, lo beneran deket sama Elena karena ada perasaan atau hanya sekadar partner? Terus siapa cewek lo? Dari yang gue denger, Elena itu sebagai pelakor." Gani yang kepo tingkat dewa terus bertanya pad Aiden.

"Lo bisa kan, gak usah dengerin gosip? Sekali lagi lo ngegosip, gue pakein lo rok. Mau lo?" 

"Ehehehe, gak deh gak, udah gak tanya lagi. Nanti kalo gue pake rok, emak gue nangis donk gegara anak nya berubah menjadi perempuan jadi-jadian." 

****

Elena mengikuti pelajaran dengan hati gelisah, dia memikirkan keadaan ibunya, memikirkan siapa yang menjebaknya, dan bagaimana cara menyelesaikan masalahnya.

Kali ini Elena merasa hidupnya tidak nyaman seperti biasanya. Elena tidak pernah mengalami hal seperti ini jadi wajar jika dirinya hampir menangis.

"Len, hari ini lo bisa gak temenin gue ke kelas kak Aiden? Gue mau ngasih bekal yang dibuatin Mnyokap buat kak Aiden," kata Chika menatap ke arah Elena.

"Kenapa gak lo sendiri ajah?" kata Elena berusaha menolak.

"Kan gue malu, terus lo kan udah sering bareng sama kak Aiden. Jadi, bantuin gue ya. Kemarin lo gak mau ngenalin gue, sekarang lo harus temenin gue."

"Oke..." kata Elena pasrah dan itu membuat Chika bahagia, dia tersenyum ke arah Elena. Namun, siapa tahu bahwa senyuman itu adalah sebuah tanda kejahatan.

'Hari ini lo akan masuk ke perangkap gue' batin Chika.

Elena berusaha memfokuskan dirinya saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Dia tidak boleh pasrah hanya karena masalah ini.











Elena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang