=÷=
CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA
=÷=
💍💍💍
“AYO CEPET! CEPET!!”
Teriakan riuh menyertai langkah kaki yang mulai berlarian, sudah tidak peduli dengan keadaan sekitar, semuanya tidak lagi melirik kiri dan kanan, hanya fokus dengan jalan kecil di hadapan mereka, dibantu dengan beberapa orang yang mencoba untuk menjaga, tetap saja ada tangan yang berhasil mencubit atau sekadar ingin berswafoto bersama.
Beginilah keadaannya kalau di hari terakhir promosi. Pasangan muda mudi yang sedang digandrungi itu terus saja saling menggenggam, bahkan dengan terang-terangan sang pria merangkul erat wanitanya untuk menjaganya dari tangan-tangan yang sebenarnya tidak sengaja, namun selalu membuahkan hasil merah di bagian lengan—cubitan gemas katanya.
“Kamu nggak papa?” Angga ikut mengusap lengan yang terlihat mulai memerah itu,
Pria yang bulan depan berusia 24 tahun itu ikut meringis saat melihat ada setitik darah yang terlihat, “Perih ya?” tanyanya prihatin, sembari terus menatap perempuan bertubuh mungil itu.
Zara, gadis yang kini berusia 20 tahun itu mengangguk pelan, “Sedikit. Tapi nggak papa kok, nggak separah waktu awal itu,” teringkat kembali promo film terbaru mereka di hari pertama, entah apa yang sudah terjadi, selepas acara itu tubuh Zara dipenuhi lebam.
Angga tersenyum tenang, “Tapi harus diobatin ya?” pintanya lagi, kemudian memanggil dengan isyarat tangan pada asisten Zara yang memilih duduk dipojokan sembari memainkan handphone.
“Kenapa, Ngga?” tanya Dini—asisten Zara—sembari menatap bingung, lalu matanya ikut mengarah pada lengan Zara yang mulai nampak memerahnya, “Yaampun! Ih pipu kamu teh, kenapa nggak bilang! Bentar ya,”
Dini kembali dengan membawa obat merah beserta kapas. “Ini, Nggaa,” Seperti pada biasanya, ia langsung menyerahkannya pada Angga. Sudah menjadi kebiasaan dua sahabat itu saling mengobati luka—entah luka dalam, maupun luka luar—dan Dini sudah sangat hafal hal itu sejak pertama kali bekerja untuk Zara atas perintah agensi management artisnya.
Angga langsung mengoleskan alcohol terlebih dahulu, kemudian menyapunya dengan kapas, dan selanjutnya dibaluri obat merah yang sudah ditetesi ke dalam kapas. Sedang Zara mencoba untuk tidak meringis, ia mencoba untuk menahannya.
“Emang parah banget sih ya tadi, riweh gitu,” gumam Dini, mengingat kejadian tadi.
Tatapan mata itu masih saja tertuju tanpa sadarnya, Dini yang menyaksikan hal itu hanya bisa menahan gemasnya. Bingung dengan keadaan dua orang yang masih bersikukuh dengan prinsip mereka. Hampir 24 jam bersama dengan nona mudanya membuat ia hafal betul dengan interaksi keduanya. Semata-mata bukanlah gimmick yang selama ini selalu dituduhkan pada mereka. Semuanya mengalir dengan seadanya, senaturalnya mereka berdua, off maupun on cam, mereka tidak ada bedanya.
“Makasiih,” Seperti biasanya, Zara mengucapkannya dengan nada manja, dan Angga menganggukinya sembari mengusap rambut gadis itu.
“Mbak, habis ini ngapain?” Tanya Angga menatap asistennya yang sibuk merapikan barang-barang miliknya. Pria itu bukan termasuk orang pelupa, namun kalau dalam keadaan sehabis kurang kondusif seperti tadi, isi kepalanya tiba-tiba blank dan lupa apa yang akan dilakukannya, untuk itulah guna asistennya, sebagai pengingat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Term Marriage
ChickLitAngga dan Zara mengambil keputusan besar, di mana mereka sebenarnya tidak menghendaki hal tersebut. Mereka nyaman dengan satu sama lain, bukan dalam sebuah ikatan. Mereka mengakui hanya sebatas sahabat. Tidak ingin lebih dari itu. Prinsip mereka, ka...