🌏

1.4K 105 2
                                    

"Sel, ayo!" ajakku sambil menarik tangan Seli. Kami berjalan menyusuri lorong ke Bagian Terlarang. Sesampainya didepan lorong, aku menyerahkan ID Card ku yang memiliki akses ke Bagian terbatas kepada salah seorang pegawai. Tanpa melihat kartuku pun orang itu membungkuk dan memperbolehkan kami masuk. Dia sudah mengenal kami. Aku hanya balas tersenyum dan mulai melangkah masuk.

Setelah itu, kami mengarah ke pintu bundar yang di jaga oleh dua orang anggota pasukan bayangan, dengan tombak perak yang teracung ke depan. Saat melihat kami, mereka langsung menurunkan tombaknya dan membukakan pintu bundar itu untuk kami. Pintu tersebut mendesing pelan.

Mereka membungkuk sebagai rasa hormat pada kami. Aku dan Seli hanya tersenyum canggung dan melangkahkan kaki untuk masuk ke lorong yang gelap sepanjang kurang lebih lima puluh meter.

Aku dan Seli berteleportasi agar lebih cepat. Sistem keamanan telah dinonaktifkan bagi kami. Tiba dipintu bundar berikutnya, aku membukanya. Pintu bundar itu berdesing pelan. Terbuka.

Tanpa menunggu lagi, Aku dan Seli segera melangkah masuk. Dan terpampanglah ruangan Bagian Terlarang. Tidak perlu diceritakan lagi, aku sudah sering mengunjungi tempat ini.

Aku menyapu seisi ruangan. Seli memperhatikanku. "Ra, apa yang kamu cari?" tanya Seli. "Cawan Keabadian" jawabku singkat. Seli mengangguk mengerti. Tanpa basa basi lagi, Aku dan Seli langsung memulai pencarian informasi. Kami akan menggali informasi itu.

***

Masih di tempat yang sama. Di salah satu ruangan yang ada di Perpustakaan Sentral. Yap! Kami masih berada di Bagian Terlarang. Aku dan Seli sudah 'sedikit' memporak-porandakan ruangan ini sejak satu jam yang lalu.

Hasilnya nihil. Bahkan perkamen yang kubaca kemarin juga tidak ada. Pun dengan benda yang disebut sebagai 'Cawan Keabadian' itu tidak ada disini. Aku dan Seli telah mencarinya.

"Perasaan kemarin ada deh, Sel!" gerutuku kesal. "Iya, ih! Masa udah satu jam gak ketemu-ketemu sih!" Seli juga ikutan geram. Aku menghela napas gusar. Mataku menatap keseluruh penjuru ruangan.

Tiba-tiba ada seseorang yang datang. 'Aduh, Mana masih berantakan lagi?!' batinku. Aku menatap pintu dengan cemas. Dan ... Tiba-tiba datanglah seorang remaja laki-laki dengan rambut berantakannya. Siapa lagi kalau bukan Si Biang Kerok.

"ALI!!!!" teriakku spontan. Aku kesal karena sudah khawatir tadi. Ali membulatkan matanya terkejut. Satu, karena teriakanku tadi. Dan yang kedua tentunya kondisi Bagian Terlarang yang amat berantakan.

"A-apa yang kau lakukan, Ra!" Ali menatapku tajam. Aku menelan ludah. "Eh, t-tidak apa-apa, kok!" Aku nyengir kuda sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Aku menyikut lengan Seli.

"Eh?! I-iya. Gak apa-apa. Kami cuma liat-liat doang. Eh tau-tau ternyata malah berantakan." Seli mencoba ber-action. Sudah kuandalkan. Dia 'kan drama queen. Seli berkata tanpa gugup.

Aku masih tegang. Namun, Ali hanya mengedikkan bahunya tidak peduli, lalu membalikkan badannya. Pergi meninggalkan ruangan. Aku menghembuskan napas lega.

"Kok dia malah pergi? Aneh tau gak, Ra! Gak kaya biasanya," celetuk Seli yang masih menatap punggung Ali yang berjalan di lorong. Aku pun menoleh pada Seli. "Biarin aja. Apanya yang aneh?!" sahutku.

"Yaa, gak biasanya dia nyelonong pergi begitu saja. Iya gak?" Seli menatapku. Aku berpikir sebentar,."Iya juga, ya? Ada apa? Jangan-jangan dia menyembunyikan sesuatu dari kita?!" gumamku yang masih didengar Seli.

RaSeLiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang