Kyra mendongak dan mendapati mamanya yang menatap dirinya dengan mata marah dan raut wajah kesal. Bagaimana tidak? Dia kalah memenangkan lomba menari antar SMP. Barangkali mamanya terlalu berharap dia menang hingga sekarang seperti ini.
Perempuan berseragam SMP itu menunduk kembali dan menatap sepatu hitam yang dia kenakan. Sepatu lusuh yang kata mamanya akan diganti jika dia memenangkan lomba itu. Akan tetapi sepertinya dia memang harus setia dengan sepatu itu. Tidak apa-apa lagipula nanti bisa minta ke papanya.
Ah dia lupa, papanya sudah pergi meninggalkan mereka satu tahun yang lalu karena tak tahan dengan sifat mamanya.
"Kau sudah kuperintahkan untuk menghafal gerakan dengan benar kan? Kenapa masih gugup dan akhirnya tarianmu jelek!" seru mamanya seraya menjambak rambut gadis berambut hitam panjang itu.
Kyra memekik tertahan. Dia ingin menangis saat ini namun dia menahannya. "Maaf, Ma," ucap mulutnya dengan gemetar.
"Jika kau kalah lomba lagi aku akan menghukummu lebih dari ini. Jika nilaimu jelek aku juga akan menghukum dirimu," desis perempuan dengan mata cokelat tajam dan bibir yang menyunggingkan senyum sadis.
Kyra ingin teriak tapi seperti ada yang mencekiknya hingga dia tidak bisa berkata apa-apa. Dia menatap punggung mamanya yang menjauh kemudian jatuh terduduk dan menatap kosong sepatu lusuhnya. Bagaimana jika mamanya tau kalau nilainya selama ini menurun karena dia fokus dengan latihan menari untuk lomba?
"KYRA!"
Perempuan bertubuh mungil itu berjalan menghampiri arah suara yang sepertinya dari kamarnya. Dia menepuk jidatnya. Sudah pasti mamanya akan mengecek nilai-nilainya. Wanita itu sangat benci jika dia mendapat nilai jelek.
"Nilaimu kenapa buruk sekali! Betapa bodohnya dirimu!" Diandra melemparkan kertas-kertas berupa hasil ulangan Kyra belakangan ini. Nilainya di bawah KKM semua kecuali pelajaran bahasa Inggris.
"Maaf Ma." Lagi-lagi hanya dua kata itu yang bisa meluncur dari sekian banyak kata-kata yang dia susun sedari tadi.
Diandra menyeret anak perempuannya ke toilet kemudian mencekik leher Kyra. Dan mengguyur tubuh gadis kecil itu dengan air dingin. Tangannya masih setia mencekik gadis itu hingga wajah Kyra memucat dan dia baru melepaskan cekikannya.
Kyra cukup tau dan cukup mengerti apa yang harus dia lakukan agar tetap hidup.
Semenjak kejadian itu, gadis tersebut mulai belajar mati-matian agar menjadi juara kelas. Rela mengikuti ekstrakurikuler tari yang sebenarnya sangat dia tidak minati. Dia lebih tertarik dengan seni lukis daripada seni tari. Papanya dulu memang pelukis dan sering mengajarinya melukis jadi dia lebih meminati hal itu.
Jika nilainya jelek maka gadis itu akan dihukum. Entahlah sudah berapa hukuman yang Kyra dapatkan dari mamanya. Perempuan itu sering memukulnya jika nilainya jelek. Kadang-kadang mencekik namun sepertinya mamanya sangat suka menjambak rambutnya.
Saking terbiasanya dengan hukuman itu Kyra hanya menatap kosong ketika mamanya melayangkan pukulan atau sekadar mencekiknya. Dia hanya diam ketika mamanya memarahi dirinya jika tidak kunjung hafal gerakan tari. Ia tak mengucapkan apa-apa jika mamanya tidak bertanya. Tidak mengucapkan kata maaf jika mendapat nilai jelek lagi.
Kakaknya? Ah Raka tinggal di asrama yang ada di sekolahnya dan hanya pulang tiap hari libur saja.
Berkat mamanya, dia tidak pernah mengucapkan kata maaf lagi.
Dia hanya mengucapkan kata maaf jika ada salah dengan teman akrabnya bernama Narendra itu. Yang datang setelah mamanya menghukum dirinya, selalu datang di balkon kamar gadis itu.
Dia benci menari.
•••
"Sudah baikan?" tanya Orion ketika melihat dari tadi perempuan itu menatap kosong ke langit-langit setelah siuman.
Kyra menoleh dan membulatkan matanya ketika sadar lelaki itu ternyata ada di apartemennya. "Kenapa kau bisa di sini?" tanyanya sambil menatap Orion sadis.
"Aku yang menolongmu ketika kau pingsan di lift tadi. Coba jika tidak ada aku pasti kau akan diculik hantu lift yang matanya bo—"
"DIAM!" seru Kyra kesal.
"Lho kau kenapa mendadak jadi judes padahal kan dulu kau baik sekali," sindir Ruya seraya memberikan semangkuk bubur buatannya.
"Apa ini?" tanya perempuan itu seraya menatap mangkok tadi. "Aku tidak pernah memesan bubur."
Lelaki itu memutar bola matanya malas. "Aku membuatnya sendiri, Nona. Makanlah, semoga kau tidak keracunan."
Kyra menatap tajam Orion ketika hendak memasukkan sendok yang penuh dengan bubur itu.
Orion terbahak-bahak, dia lantas menggeleng dan berujar, "Tenang itu tidak beracun kok. Sehat juga karena aku mencampur sayuran yang ada di kulkasmu. Maaf ya tidak ijin dulu habisnya kau pingsan."
Perempuan itu memilih memakan bubur tersebut tanpa rasa malu. Toh dia memang lapar sekarang dan bayangannya tentang mamanya kembali menghantui dirinya. Orion yang melihat Kyra makan dengan lahap langsung terkekeh geli.
"Umurmu berapa?" tanya Kyra setelah selesai makan dan beranjak dari tempat tidur untuk meletakkan mangkuk ke dapur.
Lelaki itu mengekor dan duduk di sofa ruang tamu itu. "Sembilan belas tahun."
"Ck kukira sudah lima puluh tahun," desis perempuan itu seraya mencuci mangkuknya. Dia melihat dapurnya yang rapih, sepertinya lelaki itu memang berbakat memasak bubur.
"Kau pikir aku sudah tua? Memangnya kau berapa? Ah tak perlu bertanya aku sudah tau kau berumur 21 tahun dan kuliah di jurusan Seni Tari. Apa sih yang aku tidak tau tentang dirimu," ucap Orion dengan nada bangga yang membuat Kyra berdecak kesal.
"Aku sudah tidak kuliah."
"Kenapa? Pantas saja kau seperti tidak ada kegiatan," sindir Orion lagi namun lelaki itu langsung nyengir lebar ketika Kyra menatapnya kesal.
"Malas," jawab gadis itu seadanya. Ia lantas berjalan ke arah Orion dan duduk di sebelah lelaki itu.
"Pemalas. Bagaimana jika kau menjadi pacarku saja agar tidak bosan." Dia terkekeh pelan namun kemudian mengaduh karena Kyra menjitak kepalanya dengan tenaga kuda.
"Bocah sinting," ucap Kyra dengan kesal.
"Ngomong-ngomong aku serius bertanya kenapa kau berhenti kuliah? Kenapa kau menangis tadi? Kenapa kau berlari keluar dari rumah orangtuamu?" tanya Orion dengan saksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Perempuan itu mengernyit. Bagaimana bisa lelaki menyebalkan ini tahu kalau dia tadi habis dari rumah orangtuanya. Apakah dia penguntit yang ingin menculik lalu menjual organ tubuhnya seperti ginjal atau jantung?
Melihat Kyra yang gelisah membuat Orion tersenyum. "Aku memang tadi sempat melihatmu berlari dari sana sambil dikejar orang yang memanggil dirinya sendiri Mama."
"Karena aku benci Mama," ujar gadis itu tanpa sadar. Sudut bibirnya terangkat dan matanya menatap kosong mengingat semua yang pernah ibunya lakukan kepada dirinya.
"Apakah aku boleh cerita? Aku lelah menyimpannya sendiri?"
•••
Iya aku gaada kerjaan makanya update lagi huhuhuu. Sebenernya besok masih ujian onlen sih tapi yaudah lah ya ga nyatet materi juga//plak
Semoga kalian suka ceritanyaa:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghuni Unit 63
RandomCOMPLETED Semenjak kuliah, Orion jadi tinggal di apartemen yang dekat dengan kampusnya. Karena tinggal di sana, Orion dibuat penasaran dengan penghuni unit 63 yang bersebelahan dengan apartemennya. Bagaimana tidak? Dia beberapa kali memergoki perem...