Angkasa - Part 39 : Berakhir

1K 65 0
                                    

Author POV


Tempat yang menenangkan menurut Angkasa itu adalah dibalkon kamar asramanya, memandang senja sembari menikmati secangkir susu vanilla.

Semilir angin dari barat sana menerbangkan beberapa helaian rambut pirang alaminya, hal itu mengingatkan ia kepada sosok Tasya yang selalu memainkan rambutnya ditengah sejuknya angin berhembus.

Angkasa menghela nafas kasar, ia memejamkan matanya. Mengingat Tasya, ia jadi rindu pada gadis mungil itu. Ia merindukan cengirannya, tawanya, sifat polosnya, tingkah konyolnya. Ia juga merindukan saat dimana ia menenggelamkan wajahnya pada leher Tasya, bersifat manja pada Tasya, membuat wajah kecil Tasya memerah malu karena perbuatannya, dan mencium pipi tembamnya.

Angkasa tersenyum, namun dibalik senyuman itu, menyimpan banyaknya kepahitan dan kesedihan.

Disaat Angkasa masih sibuk mengingat gadisnya, seseorang yang mungkin saja itu mamanya menepuk pelan bahunya.

Angkasa perlahan membuka matanya, dan menoleh kearah Gilang.

"Lo ngapain kesini?" Tanya Angkasa ada Gilang yang baru saja datang.

Gilang berdiri disebelah sahabatnya itu.

"Tadinya mau gangguin elo, tapi kayaknya lagi galau nih"

"Gue ga galau"

"Halah, tinggal jujur aja apa susahnya sih, lo pasti lagi ada masalah kan sama Tasya?"

"Hm"

Gilang tersenyum bangga, bangga karena tebakannya benar.

"Saran gue sih Sa, cepat diselesaikan dengan kepala dingin, jangan bikin anak orang merasa digantung"

"Gue cuma rindu Chacha aja"

"Masih ingat aja lo"

⋇⋆✦⋆⋇

Tasya POV

Sore ini aku terjebak di gedung sekolah ini, penyebabnya adalah hujan deras yang tak kunjung mereda. Aku terpaksa kembali ke gedung karena buku latihan Bahasa Inggris ku ketinggalan di laci, kalau saja guru Bahasa Inggris itu tidak memberikan tugas mungkin aku tidak akan repot-repot kembali kesini dan harus menunggu hujan reda untuk kembali ke asrama yang lumayan jauh jaraknya dari gedung sekolah. Untung saja masih ada beberapa siswa yang sedang melaksanakan tugasnya disini. Meskipun hanya lalu lalang saja, setidaknya aku tidak benar-benar sendiri disini.

Seandainya saja Shania tidak menjauhiku, mungkin aku sudah mengajak gadis cerewet itu untuk menemaniku dan mulai membuatku tertawa sekarang supaya tidak merasa bosan dengan terus berdiri disini dalam waktu yang lama.

Saat-saat aku melamun tiba-tiba saja seseorang datang dan berdiri tepat disamping kananku.

Aku menoleh dan terkejut melihat sosok Angkasa tengah berdiri tegap dengan kedua tangannya yang dimasukkan ke dalam almamater OSISnya itu. Aku tau, sudah pasti Angkasa baru saja melaksanakan kegiatan organisasinya.

Aku kembali menatap ke depan, namun sepertinya aku lebih suka menunduk sekarang.

"Gue disini cuma mau bilang sesuatu sama lo, ga ada niat lain"

Aku menoleh kearahnya, menatapnya dengan tatapan meminta kalimat yang akan ia katakan kepadaku.

"Please, jangan ingat-ingat gue lagi, hapus semua tentang gue di ingatan lo, gue juga ga akan ganggu hidup lo lagi setelah ini dan seterusnya,"

"Ang--"

"Mulai sekarang gue adalah gue, dan Tasya adalah Tasya, ga ada lagi kata 'kita', semuanya telah berakhir sampai disini"

Kalimat itu, aku merasa sesuatu yang amat tajam bahkan melebihi belati menusuk dadaku, itu benar-benar rasa sakit yang lebih parah daripada saat aku kehilangan poin sembilan puluh lima dalam ujian seni tari saat SMP dulu.

Angkasa berjalan menjauhiku namun aku dengan cepat mencekal pergelangan tangannya dan kini berdiri dihadapannya, menatapnya lekat dengan penuh kepedihan yang menusuk teramat dalam.

"Angkasa tolong jangan jauhin aku, aku sayang sama kamu, aku rindu Angkasa"

"Please Sya--"

"Mana? Dimana Angkasa yang dulu? Dimana Angkasa yang sering manja ke aku? Dimana Angkasa yang sering tersenyum damai ke aku? Dimana Angkasa yang selalu jahilin aku? Dimana Angkasa yang selalu nguyel pipi aku? Dimana Sa dimana!?"

Aku menggoyang-goyangkan tangan Angkasa, Angkasa menatapku dengan tatapan yang tak dapat aku artikan dengan jelas.

"Angkasa yang dulu itu udah mati, Angkasa yang ada dihadapan lo sekarang adalah Angkasa yang sebenarnya, jadi gue harap lo bisa terima itu"

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku kuat, memeluk tubuh Angkasa dengan erat, merasa mungkin saja ini adalah pelukan terakhirku dengannya.

"Engga Sa engga, aku mohon jangan"

"Sya lepasin"

Aku masih tetap terus memeluknya dengan erat.

Aku bisa merasakan Angkasa menghela nafasnya dengan sangat berat. Detak jantungnya yang tidak beraturan.

"Tasya lepasin gue"

Angkasa mendorong tubuhku kuat berhasil membuatku terhuyung ke belakang.

"MENDING LO JAUHIN GUE DASAR JALANG!"

Aku terbelalak lebar mendengar kata yang teramat menyakitkan itu. Tubuhku membeku seketika, benar-benar tidak bisa menyangka.

Angkasa menatap keatas langit-langit, memejamkan matanya dan menghela nafasnya kasar kemudian kembali menatapku sekilas dan berlalu pergi meninggalkan aku sendirian dalam keadaan benar-benar sakit.

Disini aku menatap punggung Angkasa yang mulai menjauj dariku. Kakiku melemas, aku tak sanggup lagi untuk berdiri dan pada akhirnya terjatuh.

Menangis sejadi-jadinya dengan hujan sebagai saksi nyata diantara berakhirnya aku dengan Angkasa.

"Angkasa!"

Aku meringkuk.

Jangan akhiri semua ini dengan luka yang tak mungkin bisa tersembuhkan.

.

.

.

Tbc




ANGKASA [ #1 PWR Series ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang