Menjadi dewasa itu tidaklah mudah, terkadang penyesalan selalu datang menghampiri. Menyesal karena terlahir di dunia yang teramat kejam ini. Meskipun begitu, manusia harus terus bersyukur untuk apa yang sudah ia rasakan. Semua ada hikmahnya. Namun, aku masih belum mengerti tujuan atas semua yang telah terjadi padaku. Hidupku hampa.
Sejak kecil, aku selalu merasa bahwa menjadi seorang gadis remaja adalah hal yang menyenangkan. Segala sesuatu yang dilarang oleh bunda saat aku masih kecil, pasti akan perlahan akan bunda izinkan. Contohnya saja membaca novel, dan menonton film romantis. Yahh, dan itu memang benar adanya.
Dulu, Tasya yang polos ini selalu berkata pada bunda bahwa ia ingin mempunyai sosok kekasih yang tampan, tinggi, dan baik hati. Dan itu terwujud sekarang. Aku bahkan sama sekali tidak pernah menduga akan diperjuangkan oleh seseorang yang sangat terkenal, bahkan dikelilingi gadis-gadis cantik dan mempesona dibandingkan denganku. Tapi, apa mungkin aku hanya sekadar beruntung? Yah, sepertinya. Dan keberuntungan itu tak berjalan dengan waktu yang lama. Aku dan Angkasa berakhir dengan cara yang sama sekali tak pernah aku duga sebelumnya.
Aku selalu mengira bahwa jatuh cinta merupakan hal yang sangat indah, hingga aku lupa jika aku jatuh cinta maka aku juga akan merasakan jatuh sakit karena cinta itu sendiri.
"Tasya!"
Shania secara tiba-tiba datang dari belakangku dan mengejutkanku, namun aku hanya bisa sedikit kaget dan mengurut dadaku.
"Kaget Shan"
Shania menyengir dan duduk disebelahku. Darimana dia tau jika aku berada di rooftop? Padahal tadi aku pergi secara diam-diam, disaat siswa yang lain tengah berada di kantin.
"Hehe, maaf, habisnya lo daritadi melamun terus. Kalo aja ni sekolah punya sejarah buruk, lo pasti udah kesurupan dan bisa-bisa lompat dari atas"
Aku menoleh kearah Shania sebentar kemudian kembali menatap ke depan sana.
"Ck, setiap tempat pasti ada penghuninya"
"Udah tau gitu kenapa lo masih melamun Munaroh?"
Aku menghela nafasku pelan,
"Gatau, suka aja"
Shania terdiam, ia menunduk seketika setelah mendengar kalimat singkatku yang sederhana itu.
Aku sadar dan menyenggol lengan kirinya hingga membuat ia mendongak dan mengernyit.
"Aku minta maaf"
Shania semakin memperlihatkan kerutan pada dahinya akibat kernyitannya,
"Kenapa lo minta maaf?"
"Minta maaf karena udah bikin kamu kepikiran, gausah terlalu dipikirin"
"Njir, harusnya mah gue yang minta maaf Sya"
"Lupain aja"
Shania mengangguk, hening. Shania ikut-ikutan menatap kosong ke depan sana. Mungkin saja sedang punya masalah dengan Gilang. Sudah beberapa hari ini aku tidak pernah melihat Shania bersama dengan kakak kelas kesayangannya itu. Entahlah, itu urusan Shania dan aku sama sekali tidak berhak ikut campur. Lebih baik menunggu Shania saja yang terlebih dahulu membuka masalahnya daripada harus aku yang memancing dan malah memperburuk keadaan nantinya.
Beberapa menit keheningan menerpa, akhirnya Shania kembali membuka suara.
"Gue nyariin lo kemana-mana, ini jam makan siang tapi lo malah ke rooftop, lo ga lapar?"
Aku menggeleng, hanya menggeleng sebagai jawaban tanpa membuka suara.
"Tadi kak Azka nyariin lo, dia khawatir, katanya mau ngomong sesuatu sama lo"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKASA [ #1 PWR Series ]
Novela Juvenil[ Selesai Revisi ] Angkasa Alandra Prawira, pria jangkung berkulit putih dengan sifat kalem. Menjabat sebagai ketua OSIS dan berposisi penting dalam tim basket membuat namanya melejit hebat. Pandai dalam hal akademik dan non-akademik membuat dirinya...