26

5.3K 884 544
                                    

Beberapa hari yang lalu aku rapid test, yang positif malah kecantikanku xixixixixi,,

Stay safe everyone!💕

and happy reading.


💮


"Permisi," pintu kamar rawat Lieb dibuka dari luar. Sepertinya sudah jadwal kunjungan dokter.

"Gimana Lieb? Masih sering sakit nggak dadanya?"

"Ndak, Doktel." geleng Lieb.

"Pinter," dokter itu mengusap puncuk kepala Lieb sebentar, laku menoleh ke arahku. "Obatnya diminum sesuai jadwal kan, Kyr?"

"Sesuai jadwal kok, A."

Dokter Anak yang menangani Lieb memang A Tetra.

"Suntik obat dulu, ya." A Tetra mengeluarkan jarum suntik lalu menusukkannya ke dalam botol kecil berisi obat untuk disuntikkan ke cairan infus Lieb.

"No Mamiiii, cakit." Lieb memundurkan badannya sedekat mungkin ke arah tembok guna menghindari suntikan.

"Lho nggak sakit, sayang. Bukan kayak kemarin kok disuntiknya. Bukan kulitnya lagi yang disuntik, iya kan, Dok?" kataku mengalihkan pandangan ke A Tetra.

"Iya, kok. Nggak sakit nih Om Dokter pelan-pelan nyuntiknya."

Lieb tidak mengacuhkan ucapan A Tetra. Seperti anak kecil pada umumnya, dia menangis kencang saat mau disuntik.

"Mbak, tolong kamu yang nyuntik ya," A Tetra memberikannya kepada perawat yang datang bersamanya dan langsung diangguki oleh perawat tersebut.

A Tetra mendekat ke arah Lieb, menepuk pucuk kepala Lieb pelan. "Nggak sakit kok, nanti Lieb boleh cubit Om Dokter deh kalo sakit."

Lieb belum berhenti dari tangisannya.
"Bohong. Kemalin bilang cama Lieb nda cakit, tapi cakid. Lieb nda mau!"

"Ini beneran nggak sakit sayang, bentar aja, ya?" Aku mengusap air mata Lieb yang terus jatuh.

"Saya aja Kyr," tahan A Tetra begitu aku ingin membujuk Lieb lagi. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga Lieb dan membisikkan sesuatu di sana.

Ajaibnya, Lieb berhenti menangis. "Suntik sekalang sustel!" katanya bersemangat.

"Loh?" aku menatap A Tetra penuh tanya, meminta kejelasan.

A Tetra hanya menaruh telunjuknya di depan bibir, menyuruhku untuk diam dulu.

"Sakit nggak?" A Tetra mengusap-usap lengan Lieb.

"Ndak, doktel."

"Nanti ya," ucapnya pelan tapi masih terdengar olehku.

"Nanti apaan, A?"

A Tetra menaruh tangannya di sebelah mulutnya, memblokir pandanganku agar tidak membaca ucapan yang dilontarkannya.

Lieb ikut melakukan hal yang sama sambil mengangguk-angguk.

"Ya udah, Om Dokter pergi dulu ya Lieb."

"Iyah Om Doktel, dadah!" Lieb melambai-lambaikan tangannya selagi A Tetra keluar.

"Tadi Om Dokter bilang apa sama Lieb?"

"Ndak boleh kasi tau Mami. Kata Om Doktel lahasia. Mami tau lahasia kan?"

Ini sifatnya siapa yang ditiru?!

💮

"Lieb, Papi pulang dulu ya. Jangan nakal sama Mami, cepet sembuh ya sayang." Mas Danish mencium pucuk kepala Lieb.

Unwanted | Kim Doyoung ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang