24. Percaya ataukah tidak?

131 9 2
                                    

Zara berjalan menuruni tangga, sempoyongan, pikirannya buyar, sorotan mata entah kemana, kesal. Rasa itulah yang sekarang ia alami. Mengikhlaskan Rendy tak mudah baginya, namun ia sadar selama ini perjuangannya tak ada hasil. Hanya menghasilkan banyak kesalahan yang tak ingin diharapkan.

Ia memutuskan untuk pulang, dan tidak memberitahu siapapun. Zara ingin menenangkan diri. Berat rasanya, menerima kenyataan ini.

Kevin yang selama ini ia percaya telah mengkhianatinya, Nayla sahabat terbaiknya pun berani mengecewakannya. Rendy? Nama itu, ah sudahlah dia tidak pernah menengok kebelakang dan tidak sama sekali peduli kepadanya. Ayahnya? Orang tua yang hanya mementingkan uangnya untuk apa diharapkan.

Sudah semestinya ia pergi dari zona ini, dan membuka lembaran baru yang belum dikotori oleh setitik tinta sekalipun.

~~~

Setelah kesalahpahaman ini terjadi, Kevin langsung saja menghampiri Rendy. Sebenarnya apa yang diinginkan dia.

Bukannya semua masalah sudah terselesaikan, ia palah santai-santai dan seolah tidak berniat untuk menyelesaikan semuanya. Alhasil, kejadian yang tak diinginkan terjadi.

Bukkk!!

Pukulan keras berhasil mengenai rahang Rendy. Kegaduhanpun terjadi, tindakan mereka mendatangkan kerumunan banyak orang.

"Apaan sih. Vin?" ia masih bingung dengan tindakan Kevin kepadanya. Sambil mengelus rahang yang terkena tonjokan.

Kevin tak peduli, ia melanjutkan pukulannya.

Rendy pun terpancing emosi, mereka akhirnya berkelahi, saling memperlihatkan keahliannya. Perkelahian itu pun semakin memanas. Luka yang berada di tubuh mereka perlahan tampak jelas terlihat. Darah segar keluar dari mulut Rendy. Tojokan maut yang diberikan Kevin, ternyata bisa mengeluarkan darah dari dalam mulut Rendy.

Walaupun begitu Rendy tak kalah jago dalam berkelahi. Mata Kevin juga sudah terlihat lebam.

Melihat ada kegaduhan didepan mata,  Bu Karolin ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Ia pun datang ke kerumunan itu. "Woy, minggir-minggir!! Ada apa ini" ia tak menyangka, kedua siswa yang patut menjadi contoh bagi siswa lain ternyata berani pembuat kegaduhan di sekolah ini. "Stop!! Stop! Hentikan! Kevin! Rendy!" Tak banyak pikir langsung saja ia melerai perkelahian itu. Mereka pun menghentikan perkelahiannya. Dua siswa laki-laki lain juga membantu melerai.

Mata mereka masih saling bertatap tajam. Keringat masih mengalir deras. Napasnya berlarian tak terkontrol.

"Sekarang siapa yang mau jelasin ini kepada Ibu!" ia melotot dan memajukan wajahnya kepada Kevin dan Rendy sambil berkacak pinggang.

"Ohh, tidak ada yang mau jawab? Rendy! Kamu itu ketua OSIS, seharusnya memberikan contoh yang baik. Bukan palah berkelahi seperti ini."

"Ma-maaf Bu, Kevin yang tiba-tiba memukul saya." akhirnya Rendy membuka suara. Telunjuknya menunjuk ke arah Kevin.

"Oh Kevin? Jika ayahmu tau kalo anaknya berkelahi, kamu pasti dimarahin! Sekarang kalian ikut Ibu ke ruang-BK!"

Kevin menepis pegangan dari siswa lain yang memegangnya untuk menghentikan tindakannya. "Engga Bu, kita udah baikan kok." Kevin menjabat tangan Rendy dengan paksa dan pastinya untuk menutupi semua itu, ia harus pura-pura sedikit. "Tadi cuma buat main-main aja." Kevin meringis.

"Iya kan, Ren?" ia membuat kode mengedipkan satu matanya.

"I-ia Bu."

Kevin pun menarik tangan Rendy dan seolah memaksanya untuk mengikuti langkah kemana ia pergi.

Zara[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang