Kepingan 18

1.2K 219 24
                                    

⚠Cerita ini murni karangan penulis tanpa ada keterkaitan dengan artis yang digunakan. Terima kasih atas seluruh dukungan terhadap cerita ini. Love you guys! Happy reading⚠

Maaf kalo ada typo😔

_______

Young-Jo berdiri di depan gerbang dengan jubah hitam yang ia kenakan. Sebenarnya para pengawal hendak membuka gerbang karena tahu bahwa yang datang adalah Young-Jo. Tapi Young-Jo menahan mereka. Ia tidak ingin masuk ke istana.

Tak beberapa lama kemudian gerbang tinggi di hadapannya terbuka. Young-Jo mengangkat kepalanya lurus ke depan. Ia dapat melihat Hwan-Woong berjalan dengan didampingi Xion dan beberapa pengawal di belakangnya.

Senyuman terpatri di bibir Young-Jo meski ia berusaha untuk menyembunyikannya. Jantungnya berdegup kencang sama seperti dulu saat pertama kali bertemu Hwan-Woong. Dan perasaan itu tak pernah berubah walau sedikit pun.

Kini Hwan-Woong sampai di depan Young-Jo. Ia membungkukkan badan, memberi hormat pada Young-Jo. "Lama tak jumpa, Pangeran Young-Jo."

"Seharusnya aku yang melakukan itu padamu. Lihat, aku bahkan tak lagi memakai pakaian kerajaan," ujar Young-Jo tersenyum pahit.

Hwan-Woong tersenyum tipis, tak tahu harus merespon apa. "Aku sangat terkejut ketika Anda kembali dan mencariku. Ada apa?"

"Jangan terlalu formal padaku. Aku ingin mengembalikan sesuatu." Young-Jo sedikit menyingkap jubahnya, mengulurkan sebuah sapu tangan jingga yang terlipat rapi.

Hwan-Woong menunduk menatap sapu tangan itu. Tanpa perlu berpikir, ia langsung tahu jika itu sapu tangan miliknya yang sempat ia gunakan saat tangan Young-Jo terluka.

Hwan-Woong menerima sapu tangan itu. Namun ia merasa ada sesuatu yang terbalut di dalam sapu tangannya. Ia pun membuka lipatan sapu tangan tersebut, dan menemukan sepucuk mawar merah kecil.

Mata Hwan-Woong sedikit melebar ketika melihat mawar yang tersembunyi di balik sapu tangannya.

Perlahan kepalanya terangkat menatap Young-Jo. Pria di hadapannya itu tersenyum dengan hangat. Tanpa sadar saat itu pula pipi Hwan-Woong memanas. Ada desiran aneh yang menyelimutinya, entahlah Hwan-Woong tak tahu perasaan apa yang ia rasakan saat itu.

Hwan-Woong menengok ke belakang, ke arah para pengawal dan Xion. Memastikan tak ada yang melihat soal sapu tangan tersebut. Hwan-Woong membungkus kembali bunga mawar itu ke dalam sapu tangannya, dan menggenggamnya dengan kedua tangan.

"Terima kasih, Pangeran," ujar Hwan-Woong pelan.

"Kau bisa memanggilku Young-Jo. Atau Ravn?"

"Eh?"

"Nama baruku," Young-Jo terkekeh pelan. "Kuharap kau selalu dikelilingi suka cita. Kalau kau sedih, kau bisa memanggilku."

"Bagaimana caranya?"

"Sebut saja namaku. Aku bisa mendengarmu."

Hwan-Woong tertawa pelan mendengar ucapan Young-Jo. "Memangnya kau apa bisa mendengarku bahkan ketika aku tidak ada di dekatmu?" ujar Hwan-Woong masih dengan tertawa.

Young-Jo hanya tersenyum. Hwan-Woong tak tahu soal kekuatannya. Mungkin saja pria kecil itu akan mengetahuinya kelak. Entahlah, Young-Jo mempunyai firasat seperti itu.

Akhirnya tawa Hwan-Woong terhenti. Young-Jo masih menatap Hwan-Woong dengan tatapan teduh. Ia sangat merindukan sosok di depannya sekarang. Jika boleh, rasanya ia ingin memeluk tubuh mungil itu sekarang juga.

"Em ... apa setelah ini kau akan kembali tinggal di istana?" tanya Hwan-Woong.

Senyum di wajah Young-Jo sirna. Ia terdiam sejenak sebelum akhirnya menggeleng. "Aku akan hidup sebagai rakyat biasa, atau mungkin hanya menetap sebentar di kerajaan ini lalu pergi."

Hwan-Woong merasa tak senang mendengar hal tersebut. Ia menelan ludah, berusaha mengontrol ekspresinya agar tetap tenang.

"Ayolah, seharusnya aku tetap tenang. Lagipula aku dan dia bukan teman dekat, kenapa aku merasa sedih?" batin Hwan-Woong.

Akhirnya Hwan-Woong mengangguk untuk menanggapi Young-Jo. "Jaga dirimu." Hanya kalimat itu yang dapat Hwan-Woong ucapkan sebelum akhirnya mereka dipisahkan kembali oleh gerbang tinggi istana.

***

Hwan-Woong duduk di balkon kamarnya sambil memandangi bunga mawar yang terselip di sapu tangannya.

"Kupikir Anda sudah memandangi itu ratusan kali," celetuk Xion yang berada di samping Hwan-Woong.

Hwan-Woong tertawa mendengar ucapan Xion. "Kau berlebihan. Aku tak memandangi ini hingga ratusan kali," balas Hwan-Woong. Keduanya tertawa.

"Hari sudah mulai gelap, Anda tidak mau masuk? Sebentar lagi musim gugur, udaranya cukup dingin."

"Tidak, Xion. Aku ingin memandangi langit. Kau bisa kembali ke kamarmu jika mau."

"Baiklah, Pangeran. Kalau begitu saya izin kembali."

Hwan-Woong mengangguk membiarkan Xion meninggalkannya. Selepas kepergian Xion, Hwan-Woong teringat akan sesuatu.

Ia mengeluarkan gulungan kertas kecil dari saku bajunya. Sejenak ia memandangi gulungan itu, penasaran apa yang Xion sembunyikan darinya. Karena setahu Hwan-Woong, selama ini tak ada rahasia di antara mereka. Sekalipun Hwan-Woong bertukar surat dengan orang lain, ia selalu memberitahu Xion. Ia sangat mempercayai Xion lebih dari dirinya sendiri.

Akhirnya Hwan-Woong membuka gulungan kertas tersebut dan membaca isinya.

Sekujur tubuh Hwan-Woong membeku di tempat. Hatinya bagai tersambar petir ketika membaca siapa pengirim dari surat yang berisikan serangkaian kalimat indah dan romantis untuk Xion.

Mata Hwan-Woong terasa panas, dan beberapa detik kemudian pipinya telah dibasahi oleh air mata.

Ia tak menyangka orang yang sangat ia percaya ternyata berselingkuh dengan tunangannya sendiri.

Rasanya sakit sekali ketika dikhianati oleh orang terdekatnya. Hwan-Woong tak bisa mengendalikan kesedihan ini.

Air mata terus mengalir dan dadanya terasa sangat sesak. Sore itu balkon kamarnya dipenuhi suara tangis dan isakan Hwan-Woong.

"Xion, kenapa kau tega melakukan ini?" bisiknya sambil terisak.

Rasanya ia tak memiliki siapa pun di sini. Tinggal di negeri orang lain didampingi satu-satunya orang yang sangat ia percaya. Berharap mendapatkan cinta terutama dari seorang pangeran yang kini menjadi tunangannya.

Namun faktanya, orang yang ia percaya berkhianat dengan tunangannya. Saat itu pula Hwan-Woong merasa sendirian dan tak ada satu pun yang mencintainya di sini. Hwan-Woong ingin menumpahkan kesedihannya di hadapan kedua orangtuanya, tapi ia sadar bahwa kini dirinya bahkan berada jauh dari orangtuanya.

Terpaksa, Hwan-Woong menelan pil pahit ini sendirian.

Hwan-Woong pun bangkit. Ia menggenggam surat itu erat-erat. Rahangnya mengeras dan sorot matanya menjadi dingin.

Kini ia berjalan ke arah kamar Xion diikuti beberapa pengawal di belakangnya.

To Be Continued ....

Mau bilang sesuatu 👉👈
Kemungkinan besok gak update dulu atau mungkin update tapi telat.
Kondisiku lagi ... gak baik? Hahahaha.
Yah begitu lah.

Semoga aja cepet balik ke semula ya biar bisa update terus.
Jangan lupa vote+comment ok?^~^

Crown Prince •ONEUS•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang