PART 29

725 104 11
                                    

Karena sekedar memajang foto bukan hal yang sulit, jadi tidak sampai satu jam pekerjaan itu sudah selesai.

Tanpa perlu berlama-lama lagi, Naya langsung bergegas kembali menuju ruang OSIS. Kalau lima menit dia lebih lama disana, Naya takut jika jantungnya nanti mendadak copot. Karena jujur saja sedari tadi jantungnya tak mau diam. Darahnya seolah mengalir sangat deras hingga membuat Naya makin tak karuan.

Sampai di ruang OSIS, Naya langsung mencari bangku yang sudah berpenghuni. Hal itu untuk menghindari kemungkinan Aldi duduk disebelahnya. Naha terlalu percaya diri agaknya, tapi tak ada salahnya mempersiapkan antisipasi pada kemungkinan terburuk.

Dan Dewi Fortuna tampaknya sedang memihak. Ada bangku kosong disebelah Disti. Buru-buru Naya duduk disana. Dan untuk sementara ini dia aman.

Tak lama kemudian, sudah banyak anggota OSIS yang telah menyelesaikan tugasnya dan memasuki ruangan, termasuk Gading. Setelah memastikan semua anggotanya berkumpul, Gading kemudian membuka rapat kecil-kecilan sekaligus sebagai penutupan kegiatan pada hari ini.

"Berhubung semua detail-detail sudah selesai kita kerjakan, maka besok tinggal menyusun konstruksi panggung. Dan aku minta bantuan dari temen-temen cowok untuk ikut andil didalamnya. Sedangkan yang cewek bisa dibantu dengan menyiapkan konsumsi dan memastikan kelengkapan lainnya ya." Tutur Gading memberi arahan yang disambut anggukan oleh semua anggota, kemudian barulah Ketua OSIS itu menutup agenda.

****

Jam diponselnyq sudah menunjukkan pukul lima sore. Tetapi Reza tak kunjung membalas pesan Naya. Ditelepon pun tidak diangkat, membuat Naya jadi jengkel. Jika begini caranya Naya bisa mati kecapekan.

Naya menghela berat kemudian memutuskan untuk naik ojek online saja. Dia meraih restleting tasnya yang paling depan untuk mengambil dompet. Tiba-tiba matanya membelalak ketika benda mungil berbentuk kotak itu tidak bisa ia temukan.

Sontak Naya mengeluarkan semua isi tasnya untuk memeriksa keberadaan benda ajaib itu. Tapi nihil.

Gadis itu memejamkan matanya menahan emosi sambil mengingat kembali dimana terakhir kali dia menempatkan dompetnya.

Matanya membelalak lagi, namun sepersekian detik kemudian tubuhnya kembali lunglai. Naya baru ingat selepas ke kantin tadi dia tidak menaruh dompetnya ditas, tapi dilaci mejanya.

Tapi mau kembali ke kelasnya pun juga tidak mungkin, karena Naya tadi melihat pak bon sekolahnya yang membawa kunci sudah pulang.

"Kak Reza mana sih! Daritadi gue chat nggak dibales, ditelfon nggak diangkat!" Makinya pada ponsel yang sedang menyala menunjukkan panggilan untuk Reza.

Belum selesai dia memaki kakaknya, sebuah suara yang dia kenal menginterupsi membuat Naya langsung membeku ditempat.

"Bareng?"

"Eh, nggak usah. Gue dijemput kak Reza." Jawab Naya setengah gugup. Entah kenapa sekarang aura Aldi begitu mengintimidasi. Membuat konsentrasinya buyar.

"Yakin?"

Naya hanya menangguk.

"Tapi nggak mungkin riwayat panggilan nggak diangkat buat kakak lo banyak banget."

Aldi melihat jelas semua itu karena ponsel Naya telentang bebas dan siapapun yang ada didekatnya juga pasti bisa melihat dengan jelas.

Naya pun kicep, diotaknya dia sedang berpikir untuk mencari alasan lain.

Karena gemas, Aldi berjalan menghampiri Naya kemudian menarik lengannya dan membawa gadis itu menuju mobil. Hari ini Aldi tak membawa motor karena motornya itu harus menginap dibengkel untuk service rutin.

Make Up HOLIC (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang