Setelah mendengar notifikasi masuk kalau Johan sudah mentransfer uang ke rekening banknya, Karina bergegas mengambil totebag yang sudah berisi alat berperangnya untuk membuat tugas. Diraihnya kunci sepeda motor beat lalu pergi ke luar kamar.
"Ibu, Karin pergi ngeprint tugas dulu ya, udah bilang sama Kak Johan. Ibu mau nitip apa?"
"Nitip beli detergen sama pelembut pakaian, nanti ibu ganti uangnya."
Karin lalu mengangguk sambil memperlihatkan tanda oke menggunakan jarinya.
Lima menit berkandara akhirnya ia sampai di tempat fotocopyan.
"Mas mau ngeprint sama jilid."
Chandra selaku pegawai sekaligus pemilik fotocopyan mengangguk menerima perintah kostumernya.
Karin yang dulu selalu langganan untuk fotocopy tugas tidak pernah berhenti menganggumi kalau Chandra itu tampan sekali. Sibuk memperhatikan Chandra, ada anak kecil yang akhirnya menghamburkan lamunan Karin.
"Tante Amel, liat deh kakak itu liatin papa mulu sampe gak kedip-kedip."
Mampus.
Karin segera menundukkan wajahnya. Sial kenapa harus ketanggep basah lagi menikmati ciptahan Tuhan beranak satu.
Yang diperhatiin cuma bisa ketawa tanpa suara, Karina bukan yang pertama kalinya. Hampir semua pelanggan perempuan yang datang kemari ingin melihat wajah tampan Chandra.
Saat sibuk mengalihkan rasa malu, sayup-sayup Karin mendengar suara radio yang sering kali diputar ditempat ini untuk menghilangkan kesunyian.
Ia sadar, itu suara dari radio tempat Johan bekerja.
"Halah Kak Johan di radio aja kedengeran baik ramah, aslinya mah ngomel mulu kayak knalpot bocor."
"Mba, Mba gapapa? Kok ngomong sendiri? Ini tugasnya dah selesai." tanya Amel yang tanpa sengaja melihat Karin bicara sendiri.
Karin menggeleng sambil mengambil tugasnya. "Gapapa kok Mba, itu saya dengerin radio kakak saya. Kebetulan kakak saya jadi penyiar, aneh aja gitu denger dia siaran biasanya dirumah berantem terus."
Amel tertawa renyah, merasa kalo hal yang disampaikan Karin itu lucu, sama seperti dia dan kedua saudara laki-lakinya.
"Memang begitu Mba, kalo deket berantem terus kalo jauh kangen-kangenan tapi suka gengsi."
"Hahaha bener banget Mba, tapi Mba biarpun kakak saya bawel tapi dia cakep sama pinter loh. Sayang aja dia masih jomblo, Mba kalo mau kenalan gapapa nanti saya kenalin."
Amel kembali tersenyum menjawab ucapan Karin, menganggap itu hanya candaan. Percakapan dua gadis itu tidak luput dari perhatian Chandra. Setelah Karin pergi ia mencolek lengan adiknya.
"Tuh Mel, kalo jodoh bakalan dateng sendiri. Tuh udah ada yang mau nyomblangin kakaknya ke kamu. Adiknya aja cakep begitu gimana kakaknya. Kalo nanti dia kesini lagi jangan lupa minta nomor kakaknya." goda Chandra.
"Kakak apaan sih, jangan dibawa serius. Kali aja dia becanda."
"Ngga ada salahnya buat mencoba kan? Aku dukung deh, iya gak Na?" tanya Chandra sambil meminta pendapat putrinya. Namira yang tidak tau apa-apa hanya mengangguk mengiyakan.
Amel jadi berpikir, apa ia harus benar-benar mencoba? Apa perlu ia menganggap ini serius. Memang tidak ada salahnya, sudah lama sekali Amel berkenalan dengan laki-laki yang menarik perhatiannya. Terlalu sibuk untuk bekerja dan mengurus rumah membuat Amel mengesampingkan urusan pribadinya. Ia sangat jarang keluar untuk sekedar bertemu dengan teman-teman lamanya. Terhitung mungkin sudah sebuan lalu ia jalan-jalan dengan Nadia, sahabat terdekatnya.
"Mel, gausah dipikirin. Inget kalo jodoh gabakalan kemana."
Tbc
Ayo siapa yang mau kenalan sama abangnya Karin????
KAMU SEDANG MEMBACA
METANOIA
FanfictionMETANOIA {Greek} (n.) the journey of changing one's mind, heart, self, or way of life Johan tahu kalo menaklukan hati seorang Camelia bukanlah perkara yang mudah. Sementara itu Camelia masih berusaha melawan keraguannya, merasa bahwa dirinya belum...