"Jul, kemarin gue ketemu sama cewek cakep."
"Bang, please lah jangan panggil gue Jul doang kesannya kayak nama gue Julkidin."
"Kalo make Julian kepanjangan, udah deh gue mau lanjut cerita. Serius gue ketemu cewe cakep."
"Bagi nomornya dong Bang, dah lama nih gue gak ada gandengan."
"Ogah, gue juga mau nyari gandengan."
"Emang lu ketemu ceweknya dimana Bang?"
"Jadi kemarin gue ke sekolahnya Karin, rapat wali siswa. Nah gue duduk disamping cewek ini yang dateng buat jadi wali adeknya. Udah deh gue sama dia ngobrol cantik. Apesnya gue lupa nanyain nomornya."
"Yaelah Bang lu kalah start duluan. Gak ada nomor gimana caranya pdkt? Lu mau bikin sayembara gitu? Barang siapa yang merasa duduk disamping saya saat rapat wali siswa di SMA 127 harap hubungi nomor dibawah ini."
"Lu kira jaman Angling Dharma pake sayembara segala. Tapi gue percaya, kalo gue ketemu sama tu cewek sampe tiga kali dan itu gak sengaja. Fix, dia jodoh gue."
"Halah. Bang realita tak seindah drama Korea. Percaya deh sama gue."
"Bodo amat lah sama omongan lo. Pokoknya gue optimis bakalan ketemu sama cewek itu lagi."
"Serah deh serah."
Bagi Johan, Karin bukanlah orang yang tepat untuk menjadi tempat berbagi cerita. Bisa-bisa ceritanya nyebar ke seluruh kota. Makanya Johan lebih seneng cerita ke Julian, kalo ke ibunya ntar ujungnya sama aja kayak cerita ke Karin lebih parahnya siap-siap digosipin ibu-ibu yang ngumpul belanja di tukang sayur.
Johan sudah menganggap Julian sebagai adiknya sendiri. Tidak jarang kalau bosan Julian menginap ke rumah Johan.
"Bang..."
"Hm..." Johan yang masih sibuk menyiapkan materi siaran berdeham menjawab panggilan Julian.
"Lu beneran suka sama tu cewek?"
Johan berhenti sejenak dari kegiatannya. Memilih bersandar pada kursi sambil menatap ke langit-langit ruangan.
"Gue kayaknya masih ke tahap kagum Jul. Selain wajahnya cantik dan tubuhnya tinggi ada hal lain yang bikin gue suka sama cewek itu."
"Dangdut banget lu Bang."
"Serius Jul, jarang banget gue nemu cewek jaman sekarang mau repot-repot ke sekolah buat menghadiri rapat wali siswa sekolah adeknya. Dia juga keliatan dewasa dari segi umur dan pikiran."
"Bang lu kayaknya beneran ngebet nikah."
Johan tertawa mendengar jawaban Julian. Memang sudah tidak dihitung lagi berapa banyak orang yang menyinggung tentang pernikahan. Bagi Johan pernikahan itu adalah sesuatu yang sakral, hal yang perlu ia siapkan matang-matang.
Jika diberikan jodoh dan umur yang panjang, lebih dari setengah hidupnya akan ia habiskan bersama pasangannya. Mungkin waktu itu jauh lebih lama daripada waktu yang ia habiskan bersama kedua orangtuanya.
Selain siap fisik dan mental, finansial juga sesuatu yang sangat penting dipersiapkan sebelum pernikahan. Johan juga sadar tentang kesetaraan gender, bagaimanapun ia dan istrinya kelak memiliki hak dan kewajiban yang sama dan setara.
Ia tidak ingin dengan menikahi istrinya kelak membuat ia memutuskan mimpi-mimpi istrinya dan mengurungnya dalam rumah. Melihat ibunya, Johan tau menjadi orangtua adalah pekerjaan seumur hidup, pekerjaan tanpa jeda istirahat. Bagaimanapun kedepannya Johan tidak mau salah mengambil langkah. Ia memang tidak bisa memilih dilahirkan di keluarga mana, tapi setidaknya ia bisa memilih menjadi orangtua seperti apa.
Akhirnya Johan memilih untuk menjawab pertanyaan Julian sebelum siaran dimulai.
"Bukan masalah ngebet atau nggaknya, diumur gue yang sekarang bukan waktunya gue main-main buat memilih cewek. Cantik dari dalam sama cantik dari luar sama-sama penting. Gue cuma gamau menghabiskan waktu yang lama buat cewek yang salah."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
METANOIA
FanfictionMETANOIA {Greek} (n.) the journey of changing one's mind, heart, self, or way of life Johan tahu kalo menaklukan hati seorang Camelia bukanlah perkara yang mudah. Sementara itu Camelia masih berusaha melawan keraguannya, merasa bahwa dirinya belum...