"Jo, kamu kok diem aja. Lagi mikirin apa sih?"
"Gak mikirin apa-apa kok, Bu."
"Ngomong-ngomong nih Jo, kamu beneran udah pacaran sama Amel? Kemarin Karina cerita sama Ibu."
"Udah Bu, untung aku diterima. Kalo ngak, mau ditaruh dimana muka Johan. Gatau malu banget bolak-balik ke rumah Amel."
"Gapapa, itu kan cara kamu nunjukin kalo kamu serius suka sama Amel."
Johan mengangguk, setuju dengan apa yang dikatakan ibunya. Selama ini memang kedua anak Bapak Suharsono selalu terbuka dengan ibu mereka. Maklum hanya sosok ibulah yang selalu bersama mereka setiap hari, mengingat ayah mereka yang kerja jauh di Jepang.
Ibu Johan hampir tahu semua perjalanan cinta anaknya dari yang cinta monyet sampai cinta paling serius. Beliau percaya kalau anak-anaknya sudah bisa bertanggung jawab dengan apa yang mereka lakukan. Sebagai orangtua, beliau tidak berhak melarang dengan siapa anaknya jatuh cinta, tugas mereka tidak lebih dari menuntun dan mengingatkan mereka.
Seperti obrolan malam ini antara Johan dengan ibunya diisi dengan membicarakan berbagai topik.
"Jo, Ibu baru ingat. Kamu bilang mau buka usaha bareng Nak Julian sama Nak Doni. Sudah siap segala persiapannya buat nanti ditunjukin ke Ayah?"
"Sudah Buk, rencananya Julian sama Doni juga mau minta bantuan orangtua mereka masing-masing. Ini sampe niat bikin proposal, kami juga masih survei lokasi dan segala macemnya Buk. Nanti kalo bener-bener udah siap, Johan bakal tunjukin ke Ibu."
"Ibu cuma mau pesan nak, jangan ninggalin radio dulu."
"Nggak lah Buk, aku kan seneng jadi penyiar, udah ikut ngerintis dari awal. Gak enak juga sama Tama kalo tiba-tiba keluar. Ini kan cuma usaha sampingan dan jalaninnya juga nggak cuma sendiri. Johan cuma mikir kalo ngandelin jadi penyiar doang gabakal cukup buat modal Johan nikahin Amel."
"Kamu beneran serius banget sama Amel?"
"Buk, umur Johan udah gak muda lagi. Ibu gamau kan nanti arisan atau kumpul-kumpul keluarga ditanyain anaknya kapan nikah. Tuhan udah mendekatkan Johan jodoh, sekarang saatnya aku yang bergerak."
"Ibu cuma bisa mendukung dan mendoakan kamu Nak, sisanya kamu yang harus usaha dan kerja lebih keras. Ibu yakin kalau yang kamu kerjakan itu memang tulus dari hati, niscaya semua akan berjalan dengan lancar."
"Makasi Buk, Ibu memang yang terbaik." ucap Johan sambil memeluk ibunya.
"Apaan nih peluk-peluk gak ngajak aku? Ih ... aku merasa jadi anak tiri. Ini nggak adil." itu suara Karin yang tiba-tiba muncul dari balik pintu.
"Emang beneran kamu itu anak tiri, dulu Ibu sama Ayah mungut kamu di kali. Makanya kusem gitu mukanya kayak gak ada masa depan." ledek Johan sambil menjulurkan lidahnya
"Johan mulutnya." sang Ibu sudah lelah menghadapi kelakuan dua anaknya yang selalu bertengkar layaknya Tom and Jerry. Tapi sebenernya mereka saling sayang, hanya menyampaikannya rasa sayangnya saja yang sedikit berbeda.
◇◇◇◇
"Mel."
"Hm."
"Singkat banget jawabnya, ini pacarnya ngajak ngobrol loh malah ditinggal kerja."
"Salah sendiri aku kerja malah kamu gangguin."
Amel sedang sibuk bekerja, dibantu Chandra dan Junio tentunya. Ada pesanan fotocopy soal ulangan yang harus sudah siap besok pagi, maka dari itu mereka lembur menyelesaikannya malam ini. Dari seberang video call Johan bisa mendengar suara staples yang beradu dengan kertas-kertas.
KAMU SEDANG MEMBACA
METANOIA
FanfictionMETANOIA {Greek} (n.) the journey of changing one's mind, heart, self, or way of life Johan tahu kalo menaklukan hati seorang Camelia bukanlah perkara yang mudah. Sementara itu Camelia masih berusaha melawan keraguannya, merasa bahwa dirinya belum...