-23-

469 114 15
                                    

Berhasil mengosongkan jadwal kerjanya serta mendapat ijin dari ibunya, Johan kali ini berada di mobil yang sama dengan Amel beserta Chandra dan Junio, juga Namira untuk pergi ke kampung halaman keluarga Amel.

Perjalanan hari ini memakan waktu yang cukup lama, tapi itu tidak apa karena sebanding dengan pemandangan khas pedesaan yang kali ini bisa mereka nikmati.

"Namira, liat deh itu ada banyak bebek di sawah. Lucu ya, bebeknya pinter baris." kata Johan sambil menunjuk ke luar jendela melihat sekumpulan bebek yang beriringan di pinggir sawah.

Chandra sibuk menyetir, Namira tadi sempet rewel karena mabuk perjalanan. Untuk meredakan mual akhirnya gadis kecil itu harus duduk di depan dipangku oleh Johan.

Amel dan Junio duduk di belakang, merasa tidak enak melihat Namira yang merepotkan Johan.

"Jo, biar Namira sama aku aja di belakang. Kasian gitu di depan sempit banget kamu duduknya."

"Gapapa Mel, ini anaknya udah baikan. Nanti kalo diajak di belakang malah mabuk lagi." balas Johan.

Chandra diam-diam memperhatikan keduanya, "Biarin aja Mel, itung-itung Johan latihan jadi bapak. Iya gak Jo?"

"Iya Bang. Hehehe "

Amel rasa dua orang jangkung di depannya ini memang sering bersekongkol. Johan iya-iya saja dengan ucapan Chandra. Sepertinya pacar dan kakaknya sudah klop. Liat saja mereka sekarang di depan malah sibuk karaokean lagunya Lord Didi.

"Sudah sampai." kata Chandra setelah selesai memarkirkan mobil di halaman rumah keluarganya.

Semua penumpang segera turun. Johan  turun sambil menggendong Namira, gadis kecil itu ketiduran.

"Jo, kamu langsung masuk aja ya. Itu udah ada ibu aku yg nungguin." kata Amel yang langsung dituruti oleh Johan.

Keluarga ini ternyata ramah, Johan disambut dengan baik bahkan sudah dianggap seperti bagian keluarga mereka sendiri.

"Loh ini toh yang sering diomongi Amel tiap malem kalo lagi ditelpon? Anaknya tampan ya kayak Ayah waktu muda." ucap Pak Yudhistira yang tidak lain adalah orangtua Amel.

"Ah Om bisa aja, Amel gak ngomong yang aneh-aneh kan sama Om?" Johan cepat saja bisa berbaur dengan keluarga ini.

"Amel bilang kalo kamu katanya anaknya baik, gak macem-macem makanya Amel suka."

"Makasi banget loh saya Om sudah diijinin jadi pacarnya anak Om."

"Saya restuin sampai pelaminan kalo kamu sungguh-sungguh mau ngebahagian anak saya. Kamu kesini mau sekalian lamaran Nak Johan?"

"Ayah ngomong apa sih?" kini Amel yang menginterupsi obrolan antara orangtuanya dengan Johan.

"Loh kenapa toh Mel? Nak Johan kan jarang kesini jadi sekalian aja."

"Ayah gausah becanda deh, biarin itu Johan istirahat dulu gak usah diwawancara banyak-banyak."

"Iya-iya, kamu bawel banget ya sekarang."

Johan merasa bahwa keluarga ini hangat seperti keluarganya, walaupun berpisah dalam waktu yang cukup lama tidak membuat suasana menjadi canggung.

"Nak Johan, ayo mandi dulu nanti setelah itu kita makan sama-sama." kata Ibu Yudhistira yang langsung diiyakan oleh Johan.

Tidak ada kata menyesal untuk datang ke rumah ini, kamar mandi yang letaknya di area belakang rumah langsung berhadapan dengan taman belakang dan juga persawahan. Ada bale kecil di bawah pohon mangga yang Johan tebak mereka gunakan untuk bersantai.

"Jo, kamu bawa handuk gak?" itu Amel yang bicara, agak terkejut karena Johan sibuk memperhatikan sekitar.

"Aku bawa handuk kecil di tas aku Mel, makasi banget dah nawarin." balas Johan.

"Santai aja kali."

"Ngomong-ngomong nih Mel."

"Ngomong apa?"

"Kamu dah kayak istri yang lagi ngelayanin suami."

"Gombal terus." Amel mendengus lalu meninggalkan Johan masuk ke dalam rumah.

Johan tertawa, memang hobi barunya akhir-akhir ini menggoda Amel, tanpa tahu saja Amel masih sering deg-degan kalo Johan melontarkan gombalan-gombalan receh.



Tbc

Hola....

Maaf ya telat sehari, kemarin mau nulis malah ketiduran.

Udah aku gak banyak bacot jangan lupa vote, komen dan masukan cerita ini ke library kalian.

Adios...

*bonus pict

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
METANOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang