-10-

640 147 25
                                    

"Johan, aku boleh nanya gak?" tanya Amel. Sambil menunggu pesanan mie ayam mereka selesai, Amel mencoba bicara untuk memecah keheningan.

"Nanya aja, Amel. Santai aja sama aku, gaperlu minta ijin."

"Sebenernya dari awal ketemu kamu aku penasaran, kamu kerja jadi penyiar radio?"

Johan tersenyum, akhirnya ada yang mengenalinya walaupun hanya lewat suara.

"Iya, aku kerja di radio NCT."

"Serius???" tanya Amel antusias. Tebakannya ternyata benar, ia hanya pura-pura kaget untuk menutupi rasa gugupnya.

"Iya serius. Johan itu aku."

Ada sesuatu yang meletup-letup di dalam diri Amel, kalau di rumah pasti ia sudah senyum-senyum sendiri seperti orang gila.

"Sebenarnya aku udah lama suka dengerin program radio kamu. Seneng banget kalau ternyata Johan itu kamu."

Johan makin tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Apa ini bisa ia sebut sebagai takdir? Ada sesuatu dalam diri Amel yang membuatnya merasan klop dengan perempuan itu.

"Kamu dengerin dong waktu itu aku siaran?"

"Aku dengerin kamu siaran hampir setiap hari."

"Mel ... "

"Kenapa?"

"Maaf ya kalau aku keliatannya terang-terangan banget. Maaf banget kalo kamu terganggu."

Amel tidak sempat bicara lebih banyak, pesanan mereka datang. Suasana tiba-tiba menjadi canggung. Bodoh kalau Amel tidak mengerti maksud dari Johan.

Ia mengerti maksud laki-laki itu gencar mendekatinya akhir-akhir ini, mengirim pesan secara rutin, menyebut dirinya dalam sesi salam-salam program radionya bahkan mencoba mendekati kedua saudara laki-lakinya. Johan terlihat serius mendekatinya.

Tapi Amel tidak mau terburu-buru, ia ingin memastikan kalau perasaannya bukan hanya sekedar rasa kagum. Ia tidak ingin salah mengambil keputusan yang berujung menyakiti keduanya.

"Johan ... "

"Hm ... "

"Soal itu, aku sama sekali gak terganggu. Aku seneng ada kamu akhir-akhir ini. Aku punya temen ngobrol, tapi aku harap kita kayak gini aja dulu."

Johan mengerti, laki-laki itu sama sekali tidak menganggap kalau Amel sedang menolaknya. Kemarin ia sempat berbincang dengan Chandra dan mendapat sedikit bocoran kalau Amel bukanlah orang yang mudah untuk diajak menjalin hubungan. Johan tahu kalau perempuan mandiri dan dewasa seperti Amel pasti selalu berpikir matang-matang sebelum mengambil sebuah keputusan apalagi menyangkut pasangan.

"Makasi. Ngomong-ngomong aku juga seneng jalan sama kamu. Bosen banget tiap hari sama Julian terus."

"Julian? Temen siaran kamu?"

"Iya."

"Ih... aku pengen liat fotonya."

"Gausah nanti kamu naksir. Tapi gapapa, masih gantengan aku."

"Narsis juga ya kamu Jo."

Johan terkekeh, walaupun begitu ia tetap menunjukan foto Julian. Amel sumringah melihat foto Julian, tentu saja itu membuat Johan kesal. Terburu-buru ia kembali menyembunyikan ponselnya.

"Udah aku bilang jangan naksir, Julian ceweknya banyak."

"Aku gak bilang bakalan naksir loh."

Keduanya kembali terdiam, sibuk menghabiskan mie ayam hingga seseorang menepuk pundak Amel.

"Amel?"

"Wira? Kamu masih inget aku?"

"Iya ini aku Wira. Masa ia aku lupa sama kamu."

"Kamu ngapain disini?"

"Aku kebetulan nyari makan, aku kerja di daerah sini. Kamu sama siapa Mel?"

Kontan saja Johan mendongak merasa namanya disebut-sebut dalam percakapan antara Amel dan teman laki-lakinya.

"Sama temen, hehehe."

"Oh ..."

Cuma temen, ingat cuma temen. Jleb.

Baru saja pdkt sudah disusul oleh laki-laki lain, mana cakep banget. Jadinya Johan sedikit insecure kalau ternyata modelan temen Amel begini semua.

"Aku Wira, temennya Amel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku Wira, temennya Amel."

Laki-laki itu mengulurkan tangan, memperkenalkan diri kepada Johan.

"Aku Johan, salam kenal."

Seperti ada kilatan cahaya ketika dua laki-laki itu berjabat tangan dan bertatap muka.

"Mel aku harus cepet balik nih, boleh minta nomor kamu gak? Nomor kamu yang dulu ilang."

"Boleh."

Dengan senang hati Amel mengetikan nomornya di ponsel Wira. Lagi-lagi hati Johan memanas tidak kuasa melihat kedekatan Amel dengan Wira.

"Makasi Mel, kalau gitu aku balik dulu. Dah ... "

Sepeninggal Wira tentu saja Johan dengan cepat bertanya apa hubungan sebenarnya laki-laki itu dengan Amel. Jaga-jaga saja kalau benar Wira itu saingan baru Johan.

"Wira itu temen aku pas masih SMA."

"Oh aku kira mantan kamu."

"Mana mau Wira sama aku, dia cakep begitu. Cewek-cewek yang naksir dia itu banyak, cantik-cantik pula."

"Jangan merendah gitu mel. Kamu juga cantik kok."

"Gombal."

"Serius kali. Kamu cantik."

Amel bisa saja menampilkan ekspresi biasa saja saat Johan menyebutnya cantik, tapi dalam hatinya sudah dangdutan 7 hari 7 malam.

Siapa sih yang gak seneng kalau dibilang cantik sama mas crush.



Tbc

Btw jangan lupa vote, komen dan masukan cerita ini ke library kalian. Aku seneng banget part kemarin banyak yang respon.

Aku juga mau promosi dikit ya kali aja ada yang mau baca.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


METANOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang