8

12.7K 901 10
                                    


Terjaga

Regan menatap langit - langit kamar samar. Ia mengedarkan pandangan sekitar. Semua tampak berwarna ungu.

Tunggu. Dia dimana ?

" Ssshhh " Regan meringis karena kepalanya terasa sangat pening.

Pintu kamar terbuka, menampilkan Reina dengan celana jeans seetengah paha dan kaos berwarna merah muda.

" Minum dulu " Gadis berkucir kuda itu menyodorkan segelas air lemon kepada Regan. Regan tidak paham, tapi dia menerima minuman itu kemudian menegaknya rakus, seolah inilah air yang tersisa di dunia ini.

Reina duduk di tepi ranjang sambil memperhatikan Regan.

" Gue dimana ?"

" Bumi "

" Gue lagi gak pengen becanda "

" Emang di Bumi " Jawaban Reina ini sungguh membuat Regan gondok.

" Ren ! "

" Iya...iya...tadi malem kamu dateng ke apartemen aku kaya orang mabuk gitu.... terus pingsan "

Regan baru ingat. Saat ia ingin  pulang dari club, mobilnya tidak sengaja menabrak pohon di tepi jalan. Karena hari semakin larut dan kepalanya terasa sangat berat, ia malah pergi ke apartemen Reina.

" Gue pengen ke wc " Regan berdiri kemudian mengikuti arah yang ditunjuk Reina. Sebenarnya dia pernah mengantar gadis itu sampai ke apartemen tapi hanya sebatas pintu. Jadi Regan belum tau seluk beluk tempat ini.

" Regan makan dulu " Reina menata meja makannya saat Regan baru keluar dari kamar mandi. Cowok itu terlihat sayu dengan kelopak mata berkantung. Tapi tidak sedikit pun menghilangkan kesan tampan pada dirinya.

Regan menelisik setiap jengkal apartemen milik Reina. Terlihat sangat sepi " Lo tinggal sendiri ? "

" Iya "

" Orang tua atau saudara lo mana ? "

Reina mengulas senyum hangat
" Ibu aku meninggal waktu aku masih bayi. Dari kecil aku dirawat sama ibu tiri aku, tapi semenjak aku masuk SMA aku mutusin hidup sendiri "

" Oh...sorry "

"Gapapa "

Regan menempelkan pipinya ke meja makan kayu itu. Kepalanya masih sangat pusing karena hantaman yang ia dapat semalam. Sebenarnya Regan lebih berharap kalo dia mati saja. Regan benar - benar lelah menjalani hidupnya. Selalu saja ada masalah yang menghujam. Dia berharap satu hari saja bisa merasakan kehidupan yang bebas tanpa adanya beban ataupun rasa sakit. Tapi itu mustahil.

" Apa gue pantes buat hidup ? " Regan menelusup kan wajahnya ke meja.

" Apa yang buat kamu sampai kayak gini ? " Reina sudah berdiri di samping Regan. Ia harus hati hati untuk merangkai kalimat yang akan diucapkan nya. Salah sedikit saja mungkin akan membuat Regan patah semangat.

" Gue gak tau " Regan mendongkak. Ia memperhatikan gurat wajah Reina  serius.

" Kamu gak perlu tau, yang perlu kamu pikirin cuma orang yang sayang sama kamu "

" Gue gak punya orang kaya gitu "

Reina mengelus rambut Regan perlahan. Dia tidak tau bagaimana lagi caranya agar meyakinkan Regan jika hidup itu sangat indah saat kita mau mensyukurinya. Bukan malah mengeluh dan menuduh Tuhan tidak adil.

Regan mengengam tangan Reina erat kemudian mengarahkan telapak tangan mungil itu ke pipinya " Gue gak tau kenapa, tapi gue bisa ngerasa tenang pas lo di deket gue "

Ini tidak wajar. Reina buru - buru menarik tangan nya dari pipi Regan lalu berjalan menjauh. Dia harus menjaga sikapnya demi Altar. Reina tidak ingin kehilangan Altar laki - laki yang sudah sangat ia cintai sejak SMP itu. Walaupun awalnya Altar selalu membuat Reina putus asa dan sakit hati, tapi setahun terakhir cowok itu selalu memperlakukannya dengan baik.

" Aku pikir kamu laper " Gadis berbaju merah jambu itu menyodorkan satu piring nasi ke arah Regan.

" Gue gak laper " Regan beranjak dari duduknya dan pergi ke tempat parkir. Reina hanya pasrah dengan sifat keras kepala cowok itu yang mengatakan bahwa ia tidak lapar dan ingin segera menghabiskan hari liburnya ke rumah Geraldin.

" Regan " Panggil Reina saat Regan sibuk menelisik mobilnya yang ringsek akibat kecelakaan semalam.

" Apa "

" Sebenernya hari ini aku ada janji sama Mora buat ngerjain tugas kelompok. Tapi Mora bilang dia masih di rumah Geraldin .....emmm jadi aku boleh sekalian numpang kamu ? "

" Masuk "

" Bentar aku ganti baju dulu "

Regan menggangguk. Setelah hampir tiga puluh menit menunggu, Regan memutuskan pulang ke rumahnya terlebih dahulu untuk menganti mobilnya.

" Apa kamu gak dimarahin kalo mobil kamu rusak kaya gitu ? " Reina bertanya sesampainya mereka di depan pintu kediaman Maherza Putra.

" Gak ada dalam sejarah kalo Regan Maherza Putra bakal dimarahi sama orang tuanya "

" Eh maaaf maksut aku --"

" Gak usah dipikirin lagian di rumah gue mobil banyak yang nganggur "

Benar juga. Seharusnya Reina tidak mempertanyakan hal semacam ini, lagipula Regan itu sering sekali bergonta - ganti kendaraan.

" Lo mau nunggu di ruang tamu atau kamar gue " Regan terang - terangan membuka hoodinya di depan mata Reina " Gau usah liatin gue kaya gitu, gue cuma mau mandi "

Eh ! Rena menggeleng cepat, pikirannya ini memang sangat kotor.

" Di ruang tamu aja "

" Oke " Belum sempat Regan menaiki anak tangga, dia langsung menghentikan langkahnya saat berpapasan dengan Lavisya. Mereka saling menatap dingin layaknya orang asing yang tidak pernah bertemu.

Tiga meter dibelakang wanita itu, tampak seorang laki - laki yang diperkirakan berumur empat puluh tahun masih sibuk memperbaiki kemeja putihnya dengan satu tangan memegang jas hitam.

Regan tersenyum miring " Jalang "

" REGAN " Lavisya mencoba memangil anaknya yang telah berlalu begitu saja.

" REGAN "

Seolah tuli. Regan hanya mengedikkan bahu acuh kemudian menyambar guci bernilai ratusan juta di sampingnya hingga pecah.

" ARGHHH " Regan membanting pintu  kamarnya kasar. Dia mengambil wine dari meja belajarnya dan menegak hingga tandas.

Payah.

Semudah itukah Lavisya memainkan emosinya ?

Reina masuk ke kamar Regan tanpa permisi dan membuang dua botol wine yang masih berisi penuh " Regan tenang "

" Apa mau Lo Hah ? "

Reina hanya menggeleng, dia membawa Regan ke dalam pelukannya " Luapin semua masalah kamu ke aku "

" Gue gak bisa "





       

ANOTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang