3

19.5K 1.4K 71
                                    



Regan terus memperhatikan punggung Reina itu dari balik meja dapurnya. Cewek itu masih berkutat dengan beberapa bahan masakan yang akan ia hidangkan pada Regan. Kemarin, ia sudah berjanji akan mampir ke rumah cowok itu untuk memastikan agar Regan tidak melakukan hal bodoh lainnya.

"Lo gak perlu repot - repot ngurusin hidup gue"

Regan memangku wajah dengan satu tangannya. Menurutnya,Reina itu terlalu bodoh untuk mempercayai cowok sebrengsek dirinya. Bahkan saat awal pertemuan mereka, cewek itu menangis terisak saat melihat tubuh Regan dipenuhi dengan darah.

Cewek bodoh. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan Reina. Regan itu tipe cowok yang keras, dan ia paling suka memanfaatkan orang lain.Kehadiran Reina cukup membatunya, atau memang perasaan Regan sedikit terpaut dengan orang yang ia kenal beberapa bulan lalu itu.

Entahlah,Regan sedikit menyesal membayangkan perasaan anehnya.

Reina berbalik menatap Regan jahil
"Kalo gak ada yang ngurusin kamu, siapa yang bakal perhatian sama kamu ?"

Regan mendecih, benar juga ucapan Reina. Miris sekali hidupnya. Sejak kecil,ia tidak pernah mendapatkan kasih sayang kedua orang tuanya. Ayahnya meninggal kecelakaan karena kelahiran Regan dan mamanya tidak pernah sekalipun melihatnya sebagai seorang anak.

Regan pikir.....Lavisya melihat dirinya sebagai anak tokek. Menjijikkan, merepotkan, tidak berguna.Bodo amat. Yang penting rekening Regan tidak pernah kosong.

"Regan kamu suka pedes kan ?"

Regan mengangguk.

"Minumnya susu aja ya ?"

"Gue gak suka susu"

Reina memiringkan kepalanya "Tapi aku yakin, kamu pernah ngerasain punyanya cewek lain kan ?"

Regan melempar tutup toples di depannya asal, apa - apaan cewek ini. Regan yakin sekali Reina itu jagonya membuat orang lain malu

" Diem Lo "

"Mungkin aja sapi"

Reina terkekeh kemudian mencubit pipi cowok itu pelan "Kenapa kalo di sekolah, kamu keliatan humoris ? Tapi pas di rumah, kamu galak ?"

"Gue gak suka sama lo"

"Aku gak minta kamu buat suka sama aku"

Wajah Regan kini memanas, sebenarnya Reina ini mempunyai kekuatan apa sih? Sampai setiap perilaku cewek itu mampu membuat Regan tensi dan malu dalam sekejap

"Kalo gue mati karena laper, gue tuntut Lo ke pengadilan"

"Regan, kamu lucu" Reina kembali melanjutkan acara memasaknya tanpa menghilangkan senyum dari bibir mungilnya. Dia percaya, suatu hari nanti, Regan pasti bisa keluar dari labirin gelap yang membelenggunya bertahun - tahun.

Lavisya melihatnya dari lantai atas. Wanita berumur 36 tahun itu menyeruput kopi di tangan kanannya perlahan, sembari menatap anak semata wayangnya seksama. Meskipun umurnya baru menginjak kepala tiga, pesona yang ia keluarkan begitu sempurna. Tubuh ramping, mata sayu, dan kulit putih nya mampu membuat pria manapun bertekuk lutut di hadapannya.

"Apa yang kau lihat Lavisya" Seorang pria  menghampiri wanita itu dan mengecup pipi nya singkat.

"Sebaiknya kau segera pergi" Lavisya tidak mempedulikan lawan bicaranya saat ini. Dia terus memperhatikan gadis yang akhir - akhir ini sering berkunjung ke rumahnya itu.

"Jika kau mengantar sampai depan"

Lavisya menurut. Dia berjalan bersisian dengan pria yang menjadi lawan bermain nya beberapa hari terakhir. Saat ia melewati dapur, tatapannya tak sengaja bertemu dengan Regan.

Tidak ada sapaan.

Hanya ada binar kekecewaan dari manik kelam itu. Lavisya sadar. Sikap kasarnya selama ini sudah melukai Regan. Tapi mau bagaimana lagi ? Semua sudah terjadi, tidak ada yang bisa diperbaiki.

" Itu anak mu ?"

Lavisya mengganguk saat lawan bicaranya bertanya dengan nada heran "Berhentilah bicara"

Prank

Lavisya menghentikan langkah saat suara piring pecah terdengar dari arah dapur. Dia bergegas menghampiri suara itu dengan langkah santai, tatapannya begitu tenang namun tajam

"Sikap mu selalu sama, menjijikkan"

Regan tidak bergeming, kedua tangannya menyatu di depan wajahnya. Sebisa mungkin ia mengontrol emosinya yang mulai membludak karena melihat wajah wanita yang paling ia benci. Regan kembali melempar piring di samping nya hingga membentur etalase. Reina terpaku di pojok ruangan, dengan ketakutan mulai mendominasi tubuhnya.

"Apa  uang bulanan yang ku kirim selalu kurang, sialan" Lavisya bekata tegas "Menjijikkan "

Regan sudah bangkit dari duduknya dan melempari mamanya sendiri dengan tatapan membunuh "You are bitch"

Jalang ? Lavisya tidak menyangkal hal itu, memang benar jika dirinya itu jalang. Tapi dia sedikit teriris saat kata itu keluar dari mulut Regan, anak kandungnya sendiri "Sebaiknya kau sadar, jika kelahiran mu ....sudah menjadi kesialan terbesar dalam hidup ku"

Regan mengepalkan kedua tangan erat. Ini beribu kali lebih menyakitkan daripada sayatan yang ia lakukan di setiap area tubuhnya

" DIAM"

Lavisya menyeringai, ia berjalan mendekat ke arah Regan dan mengelus pipinya

"Kau.....tidak suka saat aku bermain dengan banyak pria kan ?kenapa? Apa kau pikir ayahmu akan kecewa di atas sana?"

Lavisya tertawa pelan "Kau ini aneh sekali,Ayahmu saja mati karena kau"

Regan menepis tangan itu kasar.

Lavisya menjauh lalu berjalan kearah pria yang menjadi lawan mainnya beberapa hari terakhir. Ia melumat bibir itu penuh gairah di depan anaknya sendiri "Jadi? Apa yang akan kau lakukan setelah melihat ini ?"

"Wanita menjijikkan" Regan mencengram kerah baju Lavisya erat dan menguncang nya penuh tenaga. Regan hampir saja mencekik mamanya sendiri sebelum akhirnya tangan pria itu menghalangi kegiatannya.

"Jangan terlalu agresif nak" Ucap pria itu menenangkan. Lavisya terbatuk, nafasnya memburu. Gila. Dia hampir saja mati karena anak ini.

Tanpa aba - aba, Lavisya melayangkan satu tamparan keras ke arah wajah Regan "KAU HANYA ANAK PEMBAWA SIAL "

Lavisya tau kebencian Regan akan bertambah saat ia melihat dirinya bercumbu dengan pria lain. Maka dari itu , Lavisha kembali melumat bibir pria yang berdiri di sampingnya penuh gairah hingga mereka berakhir di kamar.

Regan membanting semua barang yang ia lihat, dia menjambaki rambutnya sendiri hingga rasanya ia ingin sekali menghancurkan kepalanya. Untuk apa ia hidup, jika penderitaan nya saja tidak pernah berakhir?. 

Dia tidak heran jika Lavisya membenci dirinya, karena Bagi Regan.... dirinya terlalu menjijikkan untuk di cintai seseorang.

Ya, Regan memang tidak pantas hidup. Jika ia mati, semua orang akan bahagia kan? Tidak ada pilihan bagi Regan. Mungkin menyusul ayahnya merupakan keputusan terbaik.

Reina merasa mual karena ketakutan, tapi melihat Regan mengambil pisau dapur, ia langsung membuang rasa takutnya dan merebut pisau itu tangan Regan perlahan.

Reina mengelus rahang Regan lembut. Dia tidak akan membiarkan hal buruk terjadi lagi.

"Regan, ada aku"

Regan memejamkan mata rapat. Dia menikmati elusan halus dan embut yang Reina berikan, gemuruh dan rasa benci yang menggerogoti hatinya perlahan mulai mengendur.Dia sendiri tidak tau kenapa cewek ini dengan mudah nya memainkan emosinya.

Reina mengangkat panggilan saat ponselnya bergetar.Altar.

"Regan maaf,aku ada janji sama Altar"

"Gue butuh lo" Regan meremas tangan Reina erat "Gue gak mau lo pergi"

Reina diam.Mengigit bibir bawahnya dalam
"Maaf....aku pergi sekarang Regan"

ANOTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang