Regan memasuki rumahnya sambil menghancurkan semua barang yang ia lihat. Beberapa pekerja hanya bisa diam dan memperhatikan, tidak berani menegur ataupun sekedar menyapa. Nyonya besar mereka telah memberi amanah 'biarkan Regan melakukan apapun sesukanya, meskipun itu menghancurkan rumah sekalipun'Banting. Banting. Banting
Regan tidak segan membanting guci bernilai ratusan juta yang Lavisya beli hasil dari lelang di Singapura. Yang dia butuhkan hanya pelampiasan untuk rasa sakitnya.
Regan menghantam dadanya berkali - kali. Ini sangat menyesakkan. Kenapa Lavisya bisa tersenyum begitu manisya kepada anak jelek itu?
Regan iri. Sejak kecil dia tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh Lavisya. Apa Regan menjijikkan sampai - sampai Lavisya tidak mau memeluknya atau bahkan membuatkan sarapan seperti yang dilakukan mama Geraldin?
"ARGHHHHHHHH" Regan menjambaki rambutnya frustasi. Dia ingin sekali saja diperlakukan seperti manusia oleh mamanya.
Regan ingin seperti Alfan yang bisa bermanja - manja dengan mamanya.
Regan ingin seperti Darren yang selalu tertidur di pangkuan Bundanya.
Regan mohon, beri dia satu kali saja kesempatan untuk merasakan itu bersama mamanya.
Regan rasa itu hanya mimpi.
Tidak mungkin dia bisa merasakan kebahagian itu.
Bodoh. Dia lupa, jika sebentar lagi Lavisya pasti akan menikah dengan pria itu dan membangun keluarga kecil yang bahagia.
Regan akan dibuang.
Dilupakan.
Atau bahkan dia tidak diangap sebagai anak lagi.
Regan mengambil cuter dari laci meja belajarnya dan mulai mengoreskan benda tajam itu ke area tubuhnya.
Persetan dengan rasa sakit.
Untuk apa dia memikirkan rasa sakit jika sebentar lagi dia akan dibuang oleh mamanya sendiri?
Miris sekali hidupnya.
Regan menahan matanya yang mulai memanas. Tidak. Dia tidak akan menangis.
"Akhhh" Regan meringis, sayatan yang ia buat terlalu dalam. Darah mulai mengalir membasahi lantai kamarnya.
Regan mengambil wine yang ia sembunyikan di bawah kolom tempat tidurnya. Bukan tanpa alasan dia menyimpan minuman beralkohol itu di sana, karena saat pekerja rumahnya tau jika dia menyimpan wine, maka mereka secara sadis akan membuangnya. Itu merupakan perintah Lavisya.
Regan menegak winenya rakus. Setidaknya dengan begini, dia sedikit merasa tenang. Kaleng itu perlahan jatuh dari tangannya bersamaan dengan tubuhnya yang mulai melemas di atas ranjang.
Kenapa hidupnya begitu sulit?
Sebelum Regan diusir dari sini, dia akan mencari kontrakan dan mulai bekerja paruh waktu. Dia akan berjuang sendiri. Tanpa siapapun.
Perlahan, manik kelam itu mulai menutup. Regan tidak peduli jika tubuhnya sangat bau anyir. Dulu....ada Reina yang memarahinya saat dia bertindak bodoh, tapi gadis itu sepertinya sudah bahagia bersama Altar.
🥀
Lavisya terengah dengan nafas memburu. Dia sudah berdiri di ambang pintu kamar anaknya. Kedua matanya sudah bengkak karena terlalu banyak menangis.
Perlahan kakinya mulai melangkah menuju kamar Regan. Lavisya menutup mulutnya mengunakan kedua tangan, sebisa mungkin menahan isak tangis yang akan ia keluarkan.
Lagi- lagi dia melihat kedua telapak tangan Regan berlumuran darah.
Lavisya memang membenci anak itu, tapi....kenapa pikiran dan hatinya selalu dipenuhi dengan nama Regan?
Lavisya merutuki nasibnya sendiri yang selalu menjadi stalker gila Regan. Bahkan ia mengerahkan puluhan bodyguard hanya untuk memantau perkembangan anak itu.
"Kenapa?" Serak wanita berusia tiga puluh enam tahun itu sambil duduk di pingir ranjang putranya.
Regan tampak seperti bayi saat tertidur. Lavisya ingin menyentuh suarai hitam itu, tapi ia buru -buru menarik tangannya. Wajah itu selalu saja mengingatkan nya pada Haffen, laki - laki yang sangat ia cintai.
Lavisya lari menuruni tangga kemudian duduk memeluk lututnya di pingir kolam. Dia mulai terisak.
"Haffen, kenapa dia mirip sekali dengan mu"
Lavisya menengadah. Banyak sekali bintang malam ini. Suara gemercik air mulai menghanyutkan wanita itu. Desiran daun - daun tampak terdengar begitu jelas.
Dulu, saat Lavisya berumur 17 tahun, ia kuat saat keluarga nya mencaci atau menghinanya karena ia hamil di luar nikah. Tapi, dulu Haffen ada disampingnya, selalu memberi semangat dan banyak perhatian.
Lavisya kembali terisak. Ia sangat merindukan Haffen.
"Masuklah nona, hari semakin larut" Pria berjas hitam yang merupakan bodyguard Lavisya itu menepuk bahu Lavisya singkat kemudian menambahkan" Maag anda bisa kambuh jika terlalu banyak pikiran"
Leonard, pria berusia 37 tahun yang sudah menjadi pengawal Lavisya sepuluh tahun terakhir ini mulai membuka jasnya dan menyampikan ke bahu Lavisya "Masuklah nona"
Lavisya menggeleng "Duduklah, aku ingin menenangkan diri terlebih dahulu"
Leonard duduk di samping Lavisya.
"Kenapa Regan mirip sekali dengan Haffen?" Tanya Lavisya begitu bodohnya. Sudah tentu karena ia anaknya.
"Karena dia anaknya"
Lavisya terkekeh, Leonard ini seperti papan pengilesan. Sangat. Sangat. Datar. Bahkan Lavisya tidak pernah melihat bodyguard yang satu ini tersenyum padanya"Kau benar. Apa anak mu baik - baik saja?"
"Saya belum menikah nona"
"Maaf aku lupa, kenapa belum menikah?"Lavisya sedikit kepo.
"Apa penting untuk saya jawab?"
Benar juga, apa urusannya dengan Lavisya?
"Jika kau tidak mau, juga tidak papa" Lavisya sedikit gelagapan"Kalo Haffen masih hidup, kira - kira umurnya sudah empat puluh tahun, tapi aku yakin dia masih sangat tampan"
Leonard hanya diam.
"Aku --"
"Sebaiknya kau masuk nona" Leonard menatap manik Lavisya lekat "Apa perlu saya menyeret anda masuk?"
Uwah~ berani sekali bodyguard yang satu ini. Memang, dia pikir dia siapa? Dengan seenak jidatnya menyuruh Lavisya masuk.
"Kenapa kau memerintah ku?"
Leonard diam dengan tatapan datarnya.
"Kenapa kau mengabaikan ku?" Lavisya menarik kerah kemeja berwana putih milik Leonard kuat.
Lagi - lagi tidak ada jawaban.
Lavisya kembali terisak "Aku sangat merindukan Haffen"
"Jangan terlalu dipikirkan nona, nanti maag anda kambuh"
"Apa hanya itu yang ada di otak mu!"
Leonard mengangguk.
"Tidak dengan perasaan ku?"
Tidak ada jawaban.
"Jahat" Lavisya mendusel dada bidang Leonard sambil menumpahkan seluruh air matanya"Haffen kembalilah"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANOTHER
Fiksi RemajaRegan, laki - laki yang mudah depresi dan menganggap hidupnya sebagai sesuatu yang menjijikkan. Rasa sakit. Kebencian. Kekecewaan. Dia terlahir dari tiga kata itu. Menyayatkan benda tajam ke area tubuhnya adalah hal yang wajib ia lakukan untuk mere...