Sorry for typo(s)
Pulang sekolah, Jaemin seperti biasa akan sendirian berjalan menuju ke halte. Beruntung saja tidak banyak penumpang di sana sehingga pemuda Na itu mendapat tempat duduk walaupun bukan di dekat jendela. Ranselnya diletakkan di depan dan dipeluk.
Jalanan cukup lenggang, pemuda Na itu bisa melihat dengan jelas pemandangan dari jendela. Bibirnya menyunggingkan senyum merasa senang.
Namun, tiba-tiba ia dikejutkan dengan seorang penumpang yang tertidur di bahunya. Maniknya mengerjap seraya menoleh, sesuatu yang ditangkap adalah tangannya yang berlumuran darah membuat Jaemin tersentak. Kepalanya menunduk dan menyentuh wajah laki-laki yang tak sadarkan diri tersebut.
"So-sopir!"
Teriakannya tersebut menarik penumpang yang lain, mereka juga terkejut menemukan sosok yang tak sadarkan diri.
"Di depan ada sebuah klinik, tolong berhenti di sana, Pak!" salah satu penumpang wanita memberitahu.
Jaemin yang takut tidak beranjak dari posisinya, tidak mau membuat orang yang sakit itu terganggu. Saat bus menepi, beberapa orang membantu penumpang yang terluka itu untuk diturunkan.
"Eh, kau bawakan tasnya itu!" seorang pria tua memberikan ransel itu pada Jaemin.
Tatapannya bingung, tetapi ia juga ikut turun mengikuti pemilik barang yang dibawanya. Maniknya hanya mengamati orang-orang yang mengurus di klinik tersebut. Salah satu dari mereka menghampiri Jaemin dan berkata, "Kami sudah membayar uang administrasinya, tidak bisa menunggu juga. Kau bisa kan menunggu sampai dia sadar?"
Kedua alis Jaemin terangkat, sedikit bingung. Namun, mengingat setiap nasehat ibunya tentang menolong sesama membuat anak itu menganggukkan kepala saja.
Setelahnya, Jaemin ditinggal sendiri. Perlahan memasuki salah satu ruangan di mana penumpang terluka tadi ada. Dibalik jaketnya tadi, ternyata dia memakai seragam sekolah. Dengan canggung, pemuda Na itu hanya berdiri menunggu.
Tangannya masih menggenggam kedua ransel tersebut. Maniknya mengedar tak tentu arah, tetapi mendengar sebuah ponsel berdering serta rasanya ransel yang dibawa bergerak tiba-tiba.
Bukan berasal dari miliknya, ponsel tersebut berdering tak hentinya. Jaemin terpaksa mengangkat panggilan tersebut tanpa melihat nama pemanggilnya.
"Jisung, kau di mana? Paman Nara menjemputmu di sekolah tapi kau tidak ada."
"Umh... Jisung bukan."
"Ha? Apa maksudmu? Kenapa suaramu berbeda?"
"Jaemin."
"Ja-Jaemin? Kau Na Jaemin?"
"Huum!"
Kening Jaemin berkerut kala mendengar suara gemerusuk dari sana dan sebuah suara yang dikenalnya terdengar, "Nana?"
Manik itu berbinar, bibirnya membentuk senyuman, "Mark Hyung!"
"Hei, dengarkan Hyung. Nana bersama Jisung? Orang yang memiliki ponsel ini!"
"Huum!" pandangannya beralih pada anak laki-laki yang masih tak sadarkn diri, wajahnya lebam membuat Jaemin menatapnya sedih, "Luka, darah, Hyung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Only The Brave✓
FanfictionSeberapa keras kau berusaha, kehidupan akan selalu tidak adil bagi sebagian orang. °° Hidup itu bukan berat, ketika kau memiliki kekuatan dan keberanian untuk menjalaninya.