[duapuluh]

6.3K 1K 221
                                    



Sorry for typo(s)






Setiap hari Sabtu selalu ada kegiatan di mana para anak-anak panti tersebut akan berkumpul di halaman depan dengan menggelar sebuah tikar. Terhidang beberapa makanan kecil dan juga pentas seni dadakan. Sebagian anak akan menampilkan bakat mereka seperti menyanyi atau membaca puisi.



Di antara mereka, Jaemin hanya bertepuk tangan dengan Buntaengi di sana. Anak-anak yang di bawah usia dengan dirinya begitu menggemaskan dan berharap bahwa dia bisa berdiri juga di sana.



"Kalian sudah seperti saudara kembar, tidak bisa dipisahkan. Belum ada satu bulan padahal," suara sang Eomma membuat Jeno mengalihkan atensinya.




Keduanya tidak bergabung di atas tikar, Jeno dengan kursi rodanya dan sang ibu panti menggunakan kursi kayu. Maniknya mengamati ramainya anak-anak di lingkaran tersebut dan saling tertawa.



"Dia sudah seperti adikku walaupun hanya berbeda beberapa bulan," senyum Jeno terukir di sana, "Seperti menemukan keluarga sendiri."




Tangan wanita tersebut terangkat untuk mengusap surai hitam anak asuhnya yang paling disayangi. Dari sekian anak di sana, Jeno merupakan yang paling lama bersamanya. Tak peduli dengan kekurangannya, anak itu yang akan selalu mendampingi beliau.



Lengannya tiba-tiba merangkul bahu Jeno sampai membuat anak itu berjengit, maniknya mengerjap beberapa kali di sana.



"Jeno anak baik, Jeno kuat, Eomma hanya bangga pada Jeno."



Senyum anak itu terpatri sembari membalas pelukan sosok wanita yang telah merawatnya dari bayi. Kata terima kasih saja mungkin tidak cukup untuk mengganti jasa beliau.



"Eomma juga baik, sudah merawat Jeno dari kecil. Maaf ya sudah merepotkan Eomma."




Sebuah tepukan mengenai bahunya membuat anak itu terkekeh, "Jeno tidak pernah merepotkan!" sergah sang Eomma.




Lalu, keduanya terdiam. Masih memeluk satu sama lain, tetapi perlahan Jeno melepaskannya. Maniknya menatap nanar wanita itu, bibirnya menyunggingkan senyum, "Jeno tidak apa-apa di sini selamanya."




Tubuh wanita itu tersentak mendengarnya, menatap Jeno dengan manik yang bergetar seakan menahan tangisan, "Nak..."




"Memang Eomma tidak mau bersama dengan Jeno?" sela pemuda tersebut dengan sebuah cebikan bibirnya.




Kalimat tersebut menyatakan bahwa tidak apa-apa tidak memiliki keluarga baru, Jeno juga bahagia di sini. Sang Eomma begitu menyayanginya, jahat sekali jika ia merasa kurang beruntung.



Bibir mereka mengulas senyum, sampai memeluk satu sama lain kembali. Manik wanita itu menatap pada sosok Jaemin, perasaan bersalah menghinggapinya atas kejadian minggu lalu.




"Jeno sudah bahagia, jadi semua anak di sini juga berhak mendapat kebahagiaan juga. Termasuk Jaemin."




Sang Eomma menganggukkan kepala, ucapan Jeno mengetuk hati kecilnya.





***





Berbeda di kediaman Choi, menjelang malam hari Yoona tengah sibuk menyiapkan makan malam. Rumah terdengar sepi, kedua putranya lebih memilih berdiam diri di kamar masing-masing. Sang suami belum pulang dari kantor, tetapi sudah memberitahu untuk pulang ke rumah.




Only The Brave✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang