Sorry for typo(s)
Sore menjelang dan belum ada panggilan dari sang suami, Yoona serta Jaemin masih menemani sang Nenek yang sedang menjalani pemeriksaan oleh dokter.
Beberapa saat kemudian, pintu terbuka menampilkan sosok dokter setengah baya menyunggingkan senyum pada Yoona serta putranya yang memegang lengan ibunya.
"Bagaimana keadaan Ibu saya, Dok?"
"Beliau hanya kelelahan, demamnya juga sudah turun. Wajar orang tua, besok sudah boleh pulang. Tapi harus diawasi ya, tidak ada pantangan untuk makan juga."
Penjelasan tersebut membuat Yoona menghela napas lega, ia mengucapkan terima kasih sebelum sang dokter pergi. Setelahnya, mereka memasuki ruangan kembali. Sang Nenek sedang berbaring, atensinya teralih ketika melihat sang menantu dan cucunya.
"Kalian pulang, nanti Siwon justru memarahiku."
Yoona menyunggingkan senyum kecil dan berdiri di samping ranjang sang ibu mertua, "Tadi saya sudah pamit, Ibu tenang saja."
Tidak ada jawaban setelah mendengar sahutan menantunya, wanita tua itu mengalihkan pandangan ke arah lain. Kepala Yoona tertunduk dengan jemarinya yang bertaut, mungkin ini bukan waktu yang tepat. Namun, hubungan keduanya memang harus diluruskan segera.
"Maaf, jika selama ini saya belum menjadi menantu yang baik untuk Ibu."
Dirasakan sebuah sentuhan oleh putranya, yang diikuti dengan senyuman menandakan bahwa sang ibu tidak sendirian.
Lama terdiam, Yoona masih menunggu respon dari beliau. Ketika ingin menyerah, ia mendengar ibu mertuanya menghela napas panjang.
"Seorang wanita itu harus tangguh — suara sang mertua mengalihkan atensinya, tetapi beliau masih belum menatapnya — tegar dan kuat. Mau dihina sekalipun, dia harus bisa berdiri untuk dirinya sendiri. Apalagi menjadi sulung atau anak tunggal, mereka itu seperti berlian yang harus bersinar terang untuk keluarganya. Jangan sampai memalukan."
Pernyataan tersebut membuat Yoona teringat akan cerita sang suami tentang ibunya sendiri. Keluarga beliau tumbuh dalam sistem patriaki yang kental. Trauma dengan ketegasan Ayahnya justru membuatnya menjadi pribadi yang sekarang. Bayang-bayang masa lalu masih dirasakannya.
Seulas senyum terukir di bibir Yoona, ia bergerak untuk duduk di tepi ranjang beliau kemudian menggenggam tangannya.
"Tapi Ibu melupakan sifat asli seorang wanita, dia juga seorang manusia dan takdir yang telah mengikatnya. Seberapa keras kita menginginkan sesuatu, jika itu bukan untuk kita. Bagaimana bisa mengubahnya?"
Apa yang terjadi pada Jaemin bukan sepenuhnya kesalahan Yoona maupun Siwon, mereka juga berusaha menjaga janin tersebut. Namun, kesempurnaan memang bukan sepenuhnya milik manusia dan kesadaran diri menjadi hal yang sulit dilakukan oleh mereka.
"Ya, suami dan anak-anakmu telah membenciku."
"Benci itu buruk, tidak boleh, Nenek."
Kedua wanita itu menoleh pada Jaemin yang tiba-tiba menyahut, senyumnya lebar menatap mereka.
"Aku yang membuangmu dulu," ujar sang Nenek dengan tatapan tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only The Brave✓
FanfictionSeberapa keras kau berusaha, kehidupan akan selalu tidak adil bagi sebagian orang. °° Hidup itu bukan berat, ketika kau memiliki kekuatan dan keberanian untuk menjalaninya.