Sorry for typo(s)
Kebenaran dalam hidup akan terungkap tanpa memandang waktu. Entah itu menyakitkan atau tidak, mungkin membentuk sebuah penyesalan, tetapi seperti itulah kehidupan. Seberapa keras kau berusaha, kehidupan akan selalu tidak adil bagi sebagian orang.
Selama bertahun-tahun, hidup dalam rasa bersalah dan menyesal. Kegigihannya untuk mengungkap kebenaran adalah tujuan pertama Jaehyun selama ini. Dia tidak akan diam dalam ancaman Neneknya. Tidak setelah dia tahu, bahwa adiknya sudah berada di depan mata.
Mungkin belum terbukti sepenuhnya, tetapi perasaan si sulung Choi mengatakan hal yang lain. Dia merasakannya, Jaemin begitu dekat. Rasa bahagia sudah menyelimutinya.
Hati Jaehyun terus merapalkan doa, jawaban yang diinginkan selama ini adalah Jaemin.
Usaha untuk Tes DNA telah dibantu oleh Mark, karena hanya menggunakan bukti rambut mereka harus menunggu beberapa hari lagi.
Selama menunggu itu, Jaehyun rajin mengunjungi panti asuhan. Tak hanya Jaemin yang merasa senang, Jeno juga. Anak-anak di sana mulai mengajak pemuda Na itu bergabung untuk bermain. Sepak bola adalah cara mereka untuk pendekatan.
Sembari menunggu Jaemin bermain, si sulung Choi duduk di sebuah bangku bersama dengan Jeno di sana. Tatapan Jaehyun tak pernah lepas dari pemuda Na.
Hal tersebut tak luput dari pandangan Jeno, bagaimana Jaehyun yang ikut panik saat Jaemin terjatuh. Selalu berteriak ketika anak itu memasukkan bola ke gawang. Senyum tipis terukir di bibirnya, pemuda yang memiliki eyesmile hanya tertunduk menatap kedua kakinya.
"Bodoh," lirihnya.
"Apa, Jeno?"
Segera, jemari Jeno terangkat untuk menyeka air pada pelupuk mata kemudian menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Jaehyun. Tangannya bergerak untuk menyentuh kursi roda kemudian menjalankannya, tetapi lelaki Choi itu segera menahan.
"Ada apa denganmu? Kau sakit, Jeno?"
"Tidak, Hyung."
Namun, jawaban tersebut tidak memuaskan Jaehyun. Ia berinisiatif memutar kursi roda tersebut supaya berhadapan, lesung pipinya ditampilkan sembari menatap Jeno.
"Pertama kali aku melihatmu, kau tersenyum bersama teman-teman yang lain. Bahkan saat di posisi seperti ini," ucap Jaehyun lembut masih tersenyum, "Kau tidak mau menampilkannya lagi?"
Pandangan Jeno beralih, tak menjawab permintaan lelaki Choi tersebut. Tangan Jaehyun beralih mengusap lengan anak itu untuk menarik perhatiannya, diam seperti ini bukan sebuah kebiasaannya.
"Selama ini aku tidak pernah iri pada orang yang bisa berjalan dengan normal atau mereka yang memiliki keluarga. Bukan karena aku tidak memiliki perasaan, tapi aku sudah menerimanya. Ya memang hidupku seperti ini, kan?" lalu kepalanya tertunduk, seakan Jeno malu untuk mengutarakannya.
Mungkin akan terlalu lancang jika ia mengatakannya, tetapi selama ini kedatangan Jaehyun telah memberi seperti sebuah harapan. Perhatian yang telah diberikan, Jeno menginginkannya lebih.
"Dengan keadaanku seperti ini, tidak ada keluarga yang mau mengadopsiku," sudut bibirnya terangkat kecil, "Nanti aku justru tidak berguna di keluarga baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
Only The Brave✓
FanfictionSeberapa keras kau berusaha, kehidupan akan selalu tidak adil bagi sebagian orang. °° Hidup itu bukan berat, ketika kau memiliki kekuatan dan keberanian untuk menjalaninya.