Sorry for typo(s)
Setiap orang memiliki rahasia yang terpendam, entah itu baik atau buruknya. Ada beberapa alasan yang membuat mereka harus diam dan salah satunya adalah berjanji pada orang lain.
"Nana, ke mana, Sayang?"
Langkah anak itu terhenti di ambang pintu saat melihat sang Ibu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit rambut pada kepalanya. Diliriknya jam dinding yang menunjukkan pukul enam sore membuat Sunyoung mengerutkan keningnya.
"Jalan," jawabnya jujur seraya menyunggingkan senyum kecil.
Beruntungnya, Sunyoung sangat percaya pada putra kesayangan. Hanya mengingatkan untuk jangan pulang terlalu malam. Anggukan kepala dari Jaemin membuat sang ibu tersenyum puas yang mengizinkannya untuk pergi.
Kedua tangannya mencengkram tali ransel yang dibawa, Jaemin berjalan dengan kaki yang berjinjit-jinjit membuatnya tertawa kecil. Pandangannya hanya tertuju pada jalanan aspal seraya bersenandung pelan.
Tujuannya adalah taman yang biasa dikunjungi bersama Mark. Dari kejauhan, Jaemin bisa melihat ada sosok lain yang sedang duduk di bangku membelakanginya. Kakinya tetap berjalan menghampiri.
"Paman Baik?"
Panggilan tersebut membuat lelaki yang duduk menoleh ke belakang, senyumannya mengembang kala melihat kehadiran Jaemin di sana. Dengan menampilkan ekspresi ramah, pemuda manis itu ikut duduk di sana. Saling berhadapan sejenak sampai mereka tertawa kecil.
"Apa kabar, Nana?"
"Good!" ucapnya sambil terkekeh, "Paman baik?"
Lelaki itu merentangkan kedua tangannya, "Selalu lebih baik jika sudah bertemu denganmu," guraunya, ada sebuah bungkus plastik yang diangkatnya dari bawah kemudian menyodorkannya pada Jaemin, "Ini untukmu, Paman beli tadi. Koleksi warna paling lengkap!"
Manik itu berbinar melihat perlengkapan menggambarnya di sana, senyumnya merekah begitu lebar. Tepat sekali buku gambarnya sudah habis bahkan pensil warna juga.
Usapan pada puncak kepalanya terasa, Jaemin menatap lelaki paruh baya di depannya. Tubuhnya condong ke depan untuk memberikan sebuah pelukan.
Perkenalan mereka berjalan sudah lebih dari satu tahun, tak sengaja Jaemin membantu lelaki itu yang kehilangan ponsel. Dengan meminjamkan miliknya, lelaki itu ingin membalas kebaikannya pemuda Na. Ingin menolak, tetapi beliau menampilkan wajah sedih yang membuat Jaemin merasa bersalah.
"Paman Baik, baik sekaliii!"
Pelukan itu terlepas, lelaki itu tersenyum melihat bagaimana bahagianya Jaemin mendapat hadiah kecil seperti itu. Tidak sebanding apa yang dibantu olehnya dahulu.
Kedua alis lelaki itu terangkat karena mengingat sesuatu, sekali lagi ia mengangkat sebuah bungkusan. Hidung Jaemin yang peka mencium harumnya makanan.
Bungkusan itu dibuka dan menampilkan makanan yang tidak asing baginya, "Pizza!" serunya, "Mark Hyung suka!"
"Makanlah," tetapi senyum di wajah Jaemin luntur seketika. Kepalanya menggeleng pelan membuat lelaki itu mengerutkan kening, "Kenapa tidak mau? Paman membelinya tadi, ya walaupun satu ukuran kecil saja. Uang Paman tidak cukup," kekehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only The Brave✓
FanfictionSeberapa keras kau berusaha, kehidupan akan selalu tidak adil bagi sebagian orang. °° Hidup itu bukan berat, ketika kau memiliki kekuatan dan keberanian untuk menjalaninya.