[tigabelas]

5.8K 1K 73
                                    




Sorry for typo(s)





Dua hari yang sibuk telah dilalui oleh Jaehyun, janji untuk menghadiri acara ulang tahun Jeno sudah ditepati. Dilanjutkan dengan mengerjakan skripsinya. Selama itu pula, perasaannya entah kenapa tidak nyaman. Di sore pada hari ketiga, rasa bosan mulai datang, si sulung Choi mencoba untuk menghubungi Mark. Namun, selalu saja masuk ke pesan suara.



Setelah tiga kali dicoba, tetap tak ada jawaban. Jaehyun memutuskan menyerah. Lelaki itu merapikan beberapa buku serta laptopnya yang berada di atas ranjang kemudian meletakkan di meja belajarnya.




Baru saja membaringkan tubuhnya, ponsel Jaehyun berbunyi. Nama Mark tertera di sana yang mana langsung diangkat olehnya.




"Hyung! Maaf, aku baru saja membuka ponsel."


Sembari menatap langit ruangan, salah satu tangan Jaehyun menjadi bantal. Bibirnya menyunggingkan senyum kecil, "Tidak apa-apa. Aku bosan tadi, ayo keluar," ajaknya ramah.



"Maaf, Hyung. Aku tidak bisa, masih di rumah sakit."



Kening Jaehyun berkerut, merubah posisinya menjadi duduk dan berkata, "Kau di rumah sakit?"



"Bu-bukan, bukan aku, Hyung," pemuda Lee di sana menghela napas sejenak, "Jaemin. Dia sedang dirawat."



Maniknya membulat, informasi tersebut seakan memukul Jaehyun dengan keras. Ia berdiri dengan ekspresi wajah yang tidak bisa dijelaskan, si sulung Choi tidak pernah merasa cemas berlebihan seperti ini sebelumnya.



"Aku tidak bisa menjelaskannya di sini, Hyung. Kau bisa datang."




***





Nasib kehidupan itu sudah memiliki porsi masing-masing bagi manusianya. Sebagian menginginkan sesuatu dari orang lain, begitupula sebaliknya. Selalu saja ada yang merasa tidak puas, memang itulah kita sebagai manusia.



Wajar, Tuhan memang menjadikan kita seperti ini. Prosesnya lah yang akan membentuk kita menjadi yang lebih baik.




Setiap orang pasti akan mendambakan sebuah kehidupan yang berkecukupan. Setidaknya, mereka tidak akan khawatir setiap keuangan yang akan selalu terkuras untuk mencukupi kehidupan. Tidak akan ada rasa was-was pula saat melakukan pekerjaan yang menurutnya cukup baik tetapi bagi perusahaan mereka tidak memadahi. Tidak perlu selalu melihat harga barang yang akan dibeli tanpa melihat isi dompet.



Namun, begitulah kehidupan. Manusia tidak bisa memilih nasibnya.



Salah satunya adalah Jaehyun.



Orang akan selalu memandangnya seperti dia adalah sosok paling beruntung di dunia. Kehidupan yang didapatkan adalah idaman bagi orang lain.



"Kau beruntung ya, pergi ke kampus selalu memakai mobil bagus. Tidak perlu berdesakan di bus."



"Dari awal pasti uang kuliahmu sudah lunas. Tidak perlu pusing memikirkan kerja paruh waktu."



"Lulus nanti pasti sudah menjadi CEO di perusahaan Ayahnya. Wah, Jaehyun beruntung sekali!"



Seharusnya, Jaehyun bersyukur.



Seharusnya, Jaehyun merasa beruntung.



Namun, setiap hal itu selalu diingat, justru rasa bersalah yang Jaehyun rasakan. Merasa tidak percaya diri setiap ingin melakukan apa saja, sosok tampan dan rupawan itu memang terkenal di kampus. Lelaki berlesung pipi tersebut lebih memilih untuk tidak terlihat, menolak beberapa ajakan untuk ke pesta maupun klub kampus.




Only The Brave✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang