[duapuluh satu]

5.9K 1K 158
                                    



Sorry for typo(s)






Tiga tahun lebih sudah dilalui oleh Jaehyun dengan tidak mudahnya, ditambah sebuah tekanan dari masalah hidup lainnya tetapi si sulung Choi dapat menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Hari seperti inilah yang ditunggunya, bukan sebuah perpisahan melainkan selamat datang untuk petualangan baru. Praktikum yang sebenarnya akan dijalankan.



Beberapa hari ini, Jaehyun disibukkan dengan persiapan sidang skripsi. Dari mulai belajar memahami isi dan melakukan latihan presentasi. Walaupun rasanya ingin sekali mendatangi panti asuhan, tetapi ia harus menyelesaikan ini dengan cepat supaya tak ada lagi beban yang menjadi penghalang waktu.




Saat waktunya tiba, rasa gugupnya berganti menjadi napas yang lega. Ucapan terima kasih serta tepukan pada bahu sebagai bentuk rasa bangga telah didapatkan Jaehyun.



"Hyung!"



Kepalanya menoleh kala mendapati suara Mark yang juga tengah berlari menghampirinya. Saling melempar senyum, pemuda Lee itu menyodorkan tangan seraya berucap, "Congratulations!"





"Thanks, Mark!" sahut Jaehyun tak kalah gembiranya.




"Ayo ke panti, Hyung!" ajak yang lebih muda dengan senyuman yang mengembang, "Beberapa hari ini aku juga sibuk ujian dan satu-satunya penghilang rasa stressku adalah wajah adik kita!"





Adik kita, kata tersebut membuat Jaehyun menyunggingkan senyum yang lebar. Sosok Jaemin telah mempersatukan orang asing menjadi seperti bagian dari keluarga.




"Kita beli makanan dulu," ujar Jaehyun yang dibalas anggukan oleh Mark.




Keduanya berjalan menyusuri lorong kampus, sesekali pemuda Lee itu bertanya tentang bagaimana suasana sidang skripsi tersebut lalu beralih ke topik lainnya.




Entah mengapa, rasanya justru berbeda ingin menemui Jaemin kali ini. Tangannya masih berkeringat dan Jaehyun yakin itu bukan karena rasa gugupnya saat sidang tadi.



"Oh, aku tidak bawa mobil, Hyung!" kata Mark tiba-tiba.




Lengan Jaehyun melingkar pada bahu yang lebih muda sembari tertawa, "Aku juga tidak akan menyuruhmu untuk jalan, Mark."




Memasuki mobil Jaehyun yang terparkir, keduanya meninggalkan kawasan kampus menuju kedai yang tak jauh dari sana. Makanan kesukaan Jeno dan Jaemin serta untuk anak-anak lain di sana.




"Setelah ini, lanjut S2, Hyung?" Mark memulai percakapannya, melirik pada sosok yang sedang menyetir.




Pandangan Jaehyun masih fokus ke depan, menyunggingkan senyum kecil, "Tidak tahu, Mark. Tapi mengingat Nenek, pasti dia memaksaku untuk melanjutkannya," jelasnya sembari menghela napas.




Mark menganggukkan kepala untuk menanggapi, netranya kembali menuju ke luar jendela. Semakin lama ia memahami situasi keluarga Choi saat ini. Tak banyak yang bisa dilakukan pemuda Lee untuk mereka, tetapi Jaehyun juga sudah mengingatkan bahwa tugasnya adalah berada di sisi Jaemin saja.




Delapan belas tahun adalah waktu yang lama untuk mengenal seseorang. Meskipun Jaehyun bersatu dengan Jaemin dengan darah, tetapi tetap Mark yang memenangkan posisi paling utama di sisi adiknya. Terkadang, rasa iri juga datang padanya.




"Dia pasti senang mendapat banyak makanan dan bisa berbagi pada teman-temannya," celetuk Mark sembari terkekeh.




Namun, bibir Jaehyun tak ikut mengukir senyum di sana. Perasaannya yang bahagia tadi entah mengapa hilang seketika.






Only The Brave✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang