Sorry for typo(s)
Senyum Jaemin tak pernah luntur saat menarik kedua lengan pemuda yang lebih tua itu untuk masuk ke dalam rumah. Berada di ruang tamu kediaman sederhana milik keluarga Kim tersebut, Jaehyun serta Mark tampak canggung. Apalagi dengan tatapan yang diberikan Ibu angkat pemuda Na di sana.
Dengan tingkah basa-basi, Irene membuatkan minuman serta snack di sana untuk mereka. Tak lupa, Jaemin juga begitu semangat untuk membantu menyajikannya.
Rasa gugup yang dialami Jaehyun benar-benar nyata adanya, gambaran mudah untuk membawa pulang Jaemin sudah hancur di sana. Ini lebih sulit jika dilakukan secara langsung. Sebuah sentuhan pada punggung dirasakan oleh si sulung Choi, ia menoleh dan mendapati Mark sedang menyunggingkan senyum di sana.
"Tenang, Hyung. Pelan-pelan saja meyakinkan Jaemin. Aku yakin, dia bisa menerimanya," ujarnya pelan.
Jaehyun menganggukkan kepala seraya menghela napas panjang. Terdengar langkah kaki yang mendekat, Jaemin serta Irene telah kembali dengan membawa masing-masing nampan di tangan mereka.
"Maaf ya, hanya sederhana di sini," ujar Irene ramah.
"Ah, tidak apa-apa, Imo. Terima kasih," balas Mark.
Keempatnya duduk saling berhadapan di sofa ruang tamu tersebut, pandangan Irene beralih pada sosok Jaehyun yang menatapnya dengan aneh. Salah satu alis wanita tersebut terangkat dengan senyuman yang terukir.
"Apa tujuan kalian datang ke sini?" tanyanya to the point.
Sebelum Mark bersuara kembali, Jaehyun menahannya dengan tangan di sana. Maniknya menatap intens kepada wanita tersebut, "Bisa saya minta waktu sebentar dengan Jaemin?"
Irene menelengkan kepalanya, merasa permintaan si sulung Choi tersebut terlalu berlebihan, gelengan kepalanya membuat Jaehyun terpaku.
"Jaemin adalah putraku, kenapa aku tidak boleh tahu tentang pembicaraan kalian?"
Sejenak, Jaehyun menatap wanita tersebut. Cara berbicaranya jelas seperti sudah mengetahui tujuan kedatangannya, ia berdeham kemudian mengeluarkan sebuah amplop dari dalam tas. Setelahnya, ia menyodorkan benda tersebut pada Irene.
Raut wajah tanpa ekspresi dari ibu angkat adiknya begitu sempurna sehingga tidak menimbulkan rasa curiga pada Jaemin. Dibacanya bukti tes DNA tersebut, sorot mata tajam Irene menatapnya tidak suka.
Kertas tersebut dilipat kembali di atas meja, lalu berkata, "Tapi, secara hukum Jaemin sudah menjadi anakku."
Itu tidak salah, tetapi rasa egois Jaehyun semakin lebih besar. Pandangannya beralih pada sosok Jaemin yang memasang wajah melongo karena tidak paham apa yang sedang terjadi, ia bisa melihat si sulung Choi berdiri dari sofa kemudian mendekat lalu bersimpuh di depannya.
Kedua alis Jaemin terangkat heran, apalagi saat kedua tangan miliknya digenggam oleh Jaehyun.
"Kau masih ingat pertanyaanku saat bersama Jisung dan Paman Baik?"
Manik Jaemin mengerjap sebelum akhirnya bibir itu menyunggingkan senyum seraya menganggukkan kepala, "Keluarga baru. Nana sudah punya," katanya senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only The Brave✓
FanfictionSeberapa keras kau berusaha, kehidupan akan selalu tidak adil bagi sebagian orang. °° Hidup itu bukan berat, ketika kau memiliki kekuatan dan keberanian untuk menjalaninya.