01. Tulang rusuk dokter Aidil

10.2K 314 14
                                    

Jangan lupa vote and coment ya. Karena suara kalian adalah semangatku

________

"Kita memang tidak bisa membuat orang lain selalu sejalan dengan pikiran kita, sering kali butuh rasa sabar untuk menjelaskannya. Terlebih kepada orang yang keras kepala."

~Tulang rusuk dokter Aidil~

___________

"Anda ini gimana sih? Temen saya itu udah terbaring di atas brankar rumah sakit sejak dua jam yang lalu. Tapi pihak rumah sakit di biarin saja, di kasih obat kek di apain kek biar dia cepet bangun," suara Zahra menggema di seluruh sudut UGD rumah sakit Citra Husada, di kawasan Jakarta pusat. Zahra protes karena sahabatnya yang bernama Sabrina tidak kunjung di beri obat atau di infus sejak tiga jam yang lalu mereka masuk ke UGD.

Zahra, seorang hijabers ahli debat dan pernah memenangkan lomba debat satu provinsi saat dia duduk di bangku madrasah Aliyah. Tapi sekarang dia hanya tinggal di rumah bersama kedua orangtuanya, meski notabennya dia lulusan ilmu hukum keluarga Islam.

Aidil menarik napasnya dan mengeluarkan secara perlahan. "Mbak, harusnya mbak periksa dulu keadaan teman mbak itu sebelum di bawa ke rumah sakit kami," kata Aidil tak kalah sengit. Dia tidak mau di salahkan atas sesuatu yang tidak benar faktanya.

Aidil, dokter muda yang bekerja di rumah sakit Citra Husada sejak tiga tahun yang lalu. Dan menghadapi keluarga pihak pasien adalah ujian paling berat untuknya di bandingkan menangani pasien gawat darurat.

"Ih, malah nyolot. Situ kan dokternya harusnya situ yang meriksa. Kok malah nyuruh saya sih."

Mukti menarik narik lengan Zahra, mencoba menghentikan aksi gila sahabatnya itu. "Udah dong, malu tau di lihatin banyak orang," Mukti merasa malu, karena saat ini seluruh staf rumah sakit ataupun pengunjung rumah sakit melihat ke arah mereka bertiga.

"Mbak mendingan Mbak Bawak temennya ke rumah sakit jiwa deh. Periksakan tu kesehatan mentalnya," kata Aidil kepada Mukti.

Mukti melotot mendengar kata kata Aidil, merasa tak terima dengan ungkapan yang Aidil lontarkan untuk Zahra. "Yee mas dokter, kalau ngomong yang bener aja dong. Mas kira temen saya ini gila ya?" Cerocos Mukti ikut menghakimi Aidil.

Zahra berkacak pinggang di hadapan Aidil. "Apa? Mas jelas jelas salah, mas mau rumah sakit ini saya laporin sama pemerintah? Bapaknya temen saya itu pejabat mas," kata Zahra songong.

Aidil memijat pelipisnya, dua wanita di hadapannya ini sama sama sudah gila. "Silahkan saja kalau memang benar tuduhan mbak itu. Kalau seandainya tidak benar bisa saja saya tuntut mbak berdua atas dasar pencemaran nama baik," Aidil menunjuk Zahra dan Mukti.

"Gausah nunjuk nunjuk mas," celah Mukti.

"Permisi," salah seorang perawat datang menghampiri mereka. Perawat itu adalah perawat yang bertugas di labor rumah sakit, dia juga yang sudah mengambil sampel darah Sabrina untuk di periksa. "Ini hasil labnya sudah keluar dok," perawat itu memberikan sebuah kertas kepada Aidil.

"Cepetan baca," kata Zahra tak sabaran.

Aidil melirik sinis ke arah Zahra. "Kita lihat saja apa hasilnya," kata Aidil.

Aidil membuka lembar surat tersebut, dan membacanya dengan seksama. Aidil selesai membaca surat tersebut, darahnya naik sampai ke ubun ubun saat ini. Aidil menoleh melihat sosok Zahra dan Mutki yang menatap tajam kearahnya.

"Saya bisa tuntut kalian berdua," kata Aidil.

"Sini lihat," Zahra merampas paksa surat tersebut, lalu membacanya bersama dengan Mukti. Tapi percuma saja, tak ada satupun penjelasan di dalam kertas tersebut yang bisa di mengerti oleh Zahra maupun Mukti karena kebanyakan menggunakan bahasa ilmiah. "Maksudnya apaan ini?" tanya Zahra.

Tulang rusuk dokter Aidil (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang