6. Akad

3.4K 219 12
                                    

_______

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Dan segala sesuatu Kami Ciptakan Berpasang – pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”

~Qs.Az-Zariyat ; 49.

_________

Satu bulan kemudian.

Setiap perempuan selalu memiliki impian masing masing untuk hari pernikahan, moment yang sangat berharga, waktu sakral yang insyaAllah hanya akan terjadi sekali seumur hidupnya. Begitu juga dengan Zahrana, gadis berusia dua puluh dua tahun yang memancarkan senyumman indah di wajahnya saat ini, menunggu di sebelah sang Ibu menyaksikan mempelai pria tengah melaksanakan akad nikah. Zahra akhirnya menemui jodoh yang benar benar bisa membawanya menuju surga Allah, bersama Aidil insya Allah surga merindukannya kelak.

Acara sakralnya di hadiri oleh kerabat dan sahabat, juga di ramaikan oleh santri santri pondok As-Salam. Pernikahannya di acarakan di masjid Al-Furqon, tempat pertama kali Zahra dan Aidil bertemu.

"Saya terima nikahnya Zahrana binti Muhammad Gufron dengan mas kawin tersebut, tunai."

"Bagaimana saksi, sah?"

"Sah!"

"Sah!"

"Sah, Alhamdulilah...."

Riuh seketika, semua orang mengucapkan hamdalah. Menampung tangan untuk berdoa.

"Ayo, Zahra," ucap Anggun mengantar Zahra menuju Aidil di dekat meja bundar di hadapan banyak orang. Bukan hanya Anggun yang menemani Zahra di hari bersejarahnya ini, semua sahabatnya juga ikut hadir.

Akad selesai di laksanakan, Zahra pun di bantu untuk berjalan menuju Aidil, menandatangi surat nikah dan bersalaman dengan pria yang sudah sah menjadi suaminya.

Zahra menunduk saat di bawa oleh Anggun dan Wenny menuju Aidil. Dia malu, tidak tau harus bersikap bagaimana. Hingga dia duduk di sebelah Aidil.

"Cium tangan suami dulu," ujar Gufron di sebelah Zahra.

Zahra diam, melirik sekilas Aidil. Sosok lelaki yang sudah sah menjadi suaminya. Zahra takut harus menyentuh tangan Aidil terlebih dahulu, selama ini satu satunya tangan yang ia sentuh hanya tangan sang Ayah. Zahra cengengesan. "Abi," ujar Zahra tak berani, sontak mengundang gelak tawa dari tamu undangan yang datang.

"Ini," Aidil menjulurkan kedua tangannya di depan Zahra. Membuat Zahra semakin canggung.

"Ayo," titah Gufron.

Akhirnya dengan ragu Zahra mengambil tangan Aidil dan menciumnya dengan pelan, tak lupa Sabrina mengabadikan momen lucu namun sakral ini di kamera terbarunya. Setelah itu Aidil mendekatkan wajahnya ke Zahra dan mencium hangat kening wanitanya itu.

Aidil tersenyum kemudian mengambil tangan kanan Zahra untuk di pasangkan cincin kawin mereka. "Cantik," puji Aidil. Muka Zahra memerah seketika.

"Ayo kita foto," ujar Sabrina dan Mukti antusias. Kemudian semuanya berdiri mengambil antrean berfoto bersama kedua mempelai.

*****

"Assalamualaikum," salam Zahra yang masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumsalam," jawab Aidil yang sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah.

Zahra menyapu pandangannya ke seluruh are ruang tamu rumah, dinding putih dan di beri sedikit percikan warna hitam, rumah minimalis yang indah.

Setelah pesta pernikahan berakhir, Aidil membawa Zahra kemari, ke rumah berwarna hitam putih yang minimalis. Rumah ini di beli oleh Aidil sebulan yang lalu, sejak Zahra menerima pinangannya.

"Kita ke kamar yuk," ajak Aidil yang sudah bersiap untuk mengangkat koper biru milik Zahra.

"Hah? Ngapain?" tanya Zahra dengan raut wajah kaget.

"Ya, bersihin barang barang kamu. Kamu gak mau mandi dulu?"

"Ah iya," Zahra tersenyum kikuk. Apa yang sedang Zahra pikirkan, suaminya itu hanya menyarankannya hal yang masuk akal. Pikiran Zahra saja yang entah kemana mana.

"Astaghfirullah," ujar Zahra.

Zahra masuk ke dalam kamar berukuran cukup besar, dengan bed cover bunga berwarna merah muda berpandu dinding kamar hitam putih yang sangat indah. Kemudian Zahra melihat kamar mandinya yang juga di dominasi dengan warna hitam putih, ada shower dan bak mandi yang cukup besar. Di dalam kamar juga ada lemari besar beserta meja rias khusus untuk Zahra.

"Kamu mau mandi duluan?" tanya Aidil yang duduk di atas kasur.

"Hah? Iya boleh," jawab Zahra.

"Setelah itu kita baru...,"

"Baru apa?" tanya Zahra cepat.

"Kenapa kayak gitu banget sih?" tanya Aidil yang melihat wajah Zahra memerah.

"Ya jawab aja, setelah itu kita baru apa?"

"Sholat isya."

"Oh," Zahra bernapas lega. "Lalu setelahnya?"

"Kamu maunya ngapain?" tanya Aidil tersenyum licik.

"Kenapa senyumnya kayak gitu?" tanya Zahra yang pipinya semakin memerah malu.

"Memangnya kenapa kalau senyum? Kamu berpikiran kotor ya?" tanya Aidil penuh selidik.

"Hah? Enggak kok. Kalau mikirin itukan enggak kotor, kamu suami aku, ups," Zahra menutup mulutnya dengan tangan. Kenapa dia harus mengucapkan hal itu? Ketahuan sudah pikiran Zahra entak kemana mana saat ini.

Aidil tertawa seketika melihat ekspresi lucu wajah Zahra. Dia berjalan mendekati Zahra. "Apa kamu mau langsung.."

"ENGGAK!" tegas Zahra sedikit berteriak.

"Oh baru juga satu hari nikah, udah mau durhaka sama suami?" tanya Aidil melipat kedua tangannya, seolah sedang ngambek.

"Bukan itu maksud aku, maaf," lirih Zahra menyesal.

Aidil tertawa puas. "Selesai sholat isya, kita makan dulu. Tadi di acara pesta aku lihat kamu enggak sempat makan," Aidil mencubit pelan pipi istrinya.

"Oh gitu. Makasih," ujar Zahra.

"Bilangnya gini dong, Makasih sayang."

"Iih," Zahra memukul pundak Aidil karena malu.

××××××××

SELAMAT MEMBACA.

AKU TAU KALIAN BAPER. SAMA AKU JUGA WKWK

SALAM AUTHOR 🌸




Tulang rusuk dokter Aidil (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang