23. Pikiran dan Takdir

1.5K 105 6
                                    

_______

Apapun yang kita pikirkan, kadang kala tak akan sejalan dengan yang namanya takdir.
_______

Zahra duduk di atas kasur kamarnya, menatap beberapa barang milik Aidil yang akan di bawa ke Turki besok siang. Mata Zahra terlihat sayu, tatapannya terlihat sedih dan ingin menangis.

"Kenapa di lihatin aja? Gak mau di masukkan baju baju suaminya ke dalam koper? Atau suami sendiri ni yang masukin?" ujar Aidil keluar dari kamar mandi kemudian juga ikut duduk di atas kasur.

"Mmmm," Zahra dia, tak berani berbicara. Dia takut jika nanti dia berbicara maka air matanya juga akan ikut berbicara.

"Kok mmmm sih?"

"Aku,,,ak,," Air mata Zahra menetes.

"Kan kan kan, jangan nangis dong," Aidil mendekati Zahra dan menghapus air mata yang mengalir di pipi Zahra.

"Kamu mau makan dulu gak? Nantik selesai makan aku beresin semua barang barangnya," tawar Zahra.

"Boleh deh, aku laper banget," rengek Aidil sambil memegang perutnya.

*****

Aidil dan Zahra duduk di meja makan berdua. Aidil memakan masakan Zahra sedangkan Zahra tak memiliki keinginan untuk makan saat ini. Melihat Aidil makan saja dirinya sudah merasa kenyang.

Benar, untuk dua bulan kedepan dirinya tak akan melihat pemandangan suaminya yang makan di depannya saat jam makannya. Bahkan untuk bangun pagi saja ia tak dapat melihat suaminya. Lalu selama dua bulan juga dirinya tak Sholah tahajud di imami oleh suaminya.

Sedih itu pasti, tapi untuk apa bersedih? Suaminya itu pergi untuk kebaikan, dan hanya sementara. Doa Zahra hanya satu, Allah selalu melindungi dimana pun dan apapun yang suaminya lakukan selama di Turki nanti.

"Kenapa lihatin aku? Kamu gak makan?" tanya Aidil.

Zahra tersenyum sambil menggeleng.

"Besok kalau aku pergi kamu harus makan ya, gak boleh telat makan. Ummi bakalan aku suruh pantau kamu setiap waktu, inget itu," pesan Aidil panjang lebar.

Zahra tekekeh mendengarnya. "Aku ini udah gedek, bukan anak paud lagi."

"Udah gede tapi ke kamar mandi sendirian takut, tidur di rumah sendiri takut, di suruh kepasar sendirian takut. Itu namanya udah gede?"

Zahra terkekeh kembali. "Itu bawaan bayi ajalah, anak kamu," ya, semenjak Zahra hamil dirinya lebih sering merasakan takut. Kemana mana harus dengan Aidil, jika Aidil sedang tugas maka dirinya akan pergi dengan si single bernama Sabrina.

Aidil menatap istrinya lekat lekat. "Kayaknya aku bakalan kangen kamu deh."

"Ya iyalah masak enggak sih, aku kan istri kamu."

"Kalau aku dapet yang baru gimana?"

"Apaan sih, gak lucu tau," Zahra melempar timun kecil bekas cuilan Aidil. Matanya membulat ingin segera menghajar habis sosok suaminya itu.

"Eh, aku mau pergi ini gak boleh durhaka. Nanti kalau aku gak pulang lagi gimana?"

"Aidil, gausah ngomong yang macem macem dong," rengek Zahra mulai kesal melihat Aidil.

Tulang rusuk dokter Aidil (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang