14. Air Mata Yang Jatuh.

2.2K 144 7
                                    

_________

Tidakkah aku berlebih lebihan? Tidakkah aku salah jika marah dan mengabaikan suamiku? Namun, aku terlalu sakit, oleh perkataan manusia ya Allah. Ampuni hamba bila hamba durhaka kepada suami hamba.

~Zahra.

_________

Aidil dan Zahra sampai di depan pintu rawat inap Mama Syahila. Untuk pertama kalinya Zahra akan bertemu dengan mantan pacar suaminya di masa lalu. Jika tak ingin salah faham, maka dengan inilah satu satunya cara Zahra tahu bagaimana hubungan suaminya dengan mantannya itu saat ini.

Zahra menguatkan kakinya, Manarik napasnya perlahan. Bukan lebay atau berlebihan, namun inilah yang di rasakan seorang istri saat ini.

"Assalamualaikum," Aidil mengucap salam, ketika knop pintu di pegang dan pintu terbuka. Aidil tak sedikitpun melepaskan genggaman tangannya dari Zahra.

"Waalaikumsalam," jawab Sari dan Syahila. Senyum sari merekah, namun tidak dengan Syahila.

"Aidil, kamu dateng. Tante sudah kangen," ujar Sari. Sepertinya di masa lalu Sari dan Aidil sangat akrab.

"Iya Tante," Aidil mencium punggung tangan wanita paruh baya itu. Kemudian di ikuti oleh Zahra.

"Ini siapa?" tanya Sari, menunjuk ke arah Zahra.

"Kenali Tante, ini istri Aidil."

Deg..! Inilah sosok istri Aidil. Pikir Sari. Tidak secantik putrinya Syahila.

"Zahra Tante," balas Zahra tersenyum.

"Padahal Tante pikir kamu sama Syahila jodoh, dulukan deket banget," ujar Sari tanpa beban, tanpa berpikir perasaan Zahra saat ini.

"Tante, jodoh kan tidak ada yang tahu," ujar Aidil.

"Iya sih, tapikan dulu kalian..."

"Masa lalu Tante, itu semua sebelum Aidil faham kalau pacaran itu dosa."

"Iya sih, tapi kayaknya juga dari segi tampang, cantikan Syahila.

"MAMA," Syahila tiba tiba bersuara, dengan suara lantang dia seolah tak suka dengan ucapan Mamanya barusan.

"Kenapa? Tante salah ya? Aduh maaf ya nak Zahra, biasanya wanita berhijab itu punya kesabaran yang tinggi yakan," Sari terkekeh.

Zahra menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia dapat menerima kisah masa lalu Aidil dengan Syahila, namun ucapan Tante Sari barusan bukanlah ucapan yang semestinya di ucapakan bukan?.

Zahra tersenyum, menatap nanar sosok Sari. "Demi Allah, saya tidak apa apa dengan kisah Aidil dan Syahila di masa lalu. Namun, bukankah ucapan Tante itu adalah ucapan yang kasar?" ujar Zahra berani. "Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada orang yang lebih tua. Lisan yang tidak bisa di jaga akan menjadi harimau untuk dirinya sendiri kelak di akhirat."

"Kamu ceramahin saya?" tanya Sari.

Zahra tersenyum kecut. "Kalau seandai Tante sudah tau itu, berarti saya mengingatkan kembali. Namun, jika Tante tidak tau itu maka Tante sudah berguru kepada saya."

Tulang rusuk dokter Aidil (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang