37. Penuh Harap

1.2K 79 5
                                    

Play now
(BCL)
'Sakinah Bersama mu'

__________

Jika kau berjuang untuk anak kita, maka aku akan berjuang untuk mu dan dia.
Jika kau bertahan untuk bisa terus di sisiku, maka aku akan selalu berdoa agar Allah mengabulkan keinginanmu.

__________

Typo bertebaran 🤪

Untuk sekian juta ketakutan yang ada di diri Aidil, hari ini adalah hari dimana dirinya benar benar di ambang ketakutan. Tapat jam dua belas malam tadi, Zahra mengalami kontraksi hebat pada kehamilannya. Kehamilan Zahra yang sudah memasuki masa sembilan bulan, dan kontraksi tersebut menandakan bahwa sudah waktunya untuk melahirkan.

Aidil dan seluruh keluarganya sudah ada di rumah sakit saat ini. Sejak dua bulan yang lalu, Bahtiar sudah menyiapkan segalanya untuk proses persalinan menantunya itu. Bahtiar sudah menyiapkan dokter Tania sebagai dokter Kandungan yang hebat, dan Bahtiar juga sudah meminta dokter Tamrin, dokter spesialis jantung yang akan menemani dokter Tania saat proses operasi Caesar Zahra di laksanakan.

Aidil hanya melakukan uang terbaik untuk istri dan anaknya, mengingat bahwa Zahra tak pernah meminum obat yang di berikan oleh dokter Tania. Oleh karena itu, Aidil meminta bantuan Papanya.

Aidil dan kedua keluarga menunggu di luar ruangan dokter Tania. Di dalam, Zahra tengah di periksa kesehatannya dan segala hal sebelum operasi di lakukan.

Ghufron tak henti hentinya berdzikir untuk kebaikan anaknya. Ghufron memang jarang di dekat Zahra saat Zahra tengah hamil, tapi semuanya dia lakukan karena memiliki tanggung jawab atas pondok pesantren. Amanah harus tetap ia emban, namun anaknya tak pernah sedetikpun ia lupa mendoakan.

Andika juga hadir di sana, menemani Aidil untuk selalu terjaga. Andika tau sekarang adalah titik berat untuk Aidil, sampai sampai Aidil masih menggunakan jas dokter, karena semalam Aidil tengah bertugas lalu mendapat kabar kalau Zahra kontraksi. "Istighfar, Bang."

Aidil mengangguk. "Abang takut."

"Percayadeh, Kak Zahra orangnya kuat."

Aidil menggenggam tangannya yang terasa dingin, Zahra masih di dalam ruangan dokter Tania belum masuk ke dalam ruangan operasi saja sudah membuat Aidil panas dingin, apalagi kalau Zahra sudah berada di ruangan operasi.

"Nanti, kalau Zahra sudah masuk ruang operasi kita sholat ya nak," ajak Ghufron kepada Aidil dan Andika.

"Iya bi," Aidil mengiyakan ajakan Ghufron.

Setelah kurang lebih satu jam, akhirnya Zahra keluar dari ruangan dokter Tania. Zahra tersenyum di balik rasa sakit yang tengah di deritanya. Zahra terlihat pucat di balik baju hijau rumah sakit, dirinya terbaring di atas brankar rumah sakit, sebentar lagi dirinya akan melewati hal yang sangat menegangkan untuknya. Zahra berusahalah untuk santai, agar kondisinya tidak memburuk.

Aidil menghampiri Zahra. Aidil mengecup kening Zahra, Aidil menahan air matanya agar Zahra tidak bersedih dan membuat keadaan Zahra memburuk. "Bismillah, aku yakin kamu bisa."

Zahra mengangguk. "Doain aku ya."

"Pasti."

Ghufron mendekati putrinya. "Putri Abi, kamu pasti bisa nak. Doa Abi akan menyertaimu," Ghufron mencium kening Zahra.

Tulang rusuk dokter Aidil (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang