XXV

4.6K 538 42
                                    

(INTERMESO) PULAU YANG TERBENTANG, HATI YANG TERLUKA

.

.

.

Playlist: Lying to the Mirror - Gabrielle Aplin, Breathe - Fleurie

.

.

.

Panah favorit Donghyuck berbulu ekor emas dan merah. Itu adalah senjata yang licik; cukup ringan untuk menerjang angin, tetapi juga keras kepala. Kau harus berhati-hati dengannya, kata guru memanah Donghyuck ketika mengizinkan lelaki itu memanah bersamanya. Kalau kau tidak punya keinginan kuat, merekalah yang akan membuat pilihan untukmu, dan seorang pemanah yang baik tidak akan membiarkan sang panah yang memilih.

Donghyuck adalah pemanah yang baik, tetapi terkadang ia membiarkan sang panah yang memilih. Mereka adalah panahnya, bagaimanapun juga, ia percaya mereka akan menentukan pilihan dengan baik.

Meski demikian, hari ini sang panah mengejeknya. Bulu-bulunya terasa licin di tangan Donghyuck. Ia mencoba meraba di balik telapak tangan dan menggelengkan kepala akibat teksturnya. Tidak ada yang salah dengan mereka, tetapi tetap saja ada yang tidak benar, yang mana berarti sesuatu yang salah tengah terjadi pada Donghyuck.

Donghyuck merentangkan jemari sebagai usaha untuk menyingkirkan keringat di ujung-ujungnya. Pemanah yang baik tidak membiarkan tangannya berkeringat, dan Donghyuck biasanya adalah pemanah yang baik. Namun demikian, hari ini adalah hari yang buruk. Matahari terlalu terik, terlalu panas, menimpa dahi Donghyuck tanpa henti. Ia menarik napas dalam, tetapi napasnya terhenti di tenggorokan. Tidak ada angin. Benar-benar bukan hari yang bagus.

Salah satu anggota baru Pemanah Kerajaan, seorang gadis pendek dengan hidung pesek, mencuri lirik penasaran padanya. Donghyuck merekrut sendiri gadis itu sebab ia mampu memanah seekor ikan terbang dari bagian depan perahu pancingnyaㅡsesuatu yang tanpa henti ia ocehkan pada peserta latihan yang lain, tampaknyaㅡtetapi terkadang tantangan yang berkilat di matanya menimbulkan kesan yang cukup menyebalkan.

"Apa lagi sekarang?" tanyanya, sambil membuang napas.

"Hanya bertanya-tanya kapan Anda akan menembak, Yang Mulia. Tidak ada angin dan pencahayaan pun sedang bagus. Apa yang menahan Anda?"

Dasar cecunguk kurang ajar, pikir Donghyuck. Ia seharusnya memberi gadis itu pelajaran, bukan karena ia adalah pangeran, tetapi karena ia adalah pemanah terbaik di seluruh pulau dan kontinen ini, dan gadis itu mungkin juga pemanah yang baik, tetapi ia tetap belum bisa menembak apa pun bila angin berembus sedikit saja. Ia melayangkan senyuman kaku ke arah gadis itu, tetapi tidak mengencangkan panah di busurnya.

"Meski tidak ada angin dan pencahayaan sedang bagus, jika si pemanah gelisah, maka tembakannya pun tidak akan tepat. Aku yakin kau juga tahu itu. Sekarang, tolong, maafkan aku, tunanganku telah tiba."

Yangyang, memang, tengah berdiri di atas balkon, menunduk memandang Donghyuck dengan rasa bosan yang terpasang sebagai ekspresinya. Donghyuck perlahan bergabung dengannya, mengecup tangannya untuk dipamerkan kepara peserta latihan. Yangyang tersenyum dan mendesis pelan, menarik tangannya kembali segera setelah Donghyuck melepasnya.

"Boleh kutahu alasan kedatanganmu?" tanya Donghyuck.

"Apa? Tidak ada kata terima kasih karena telah menyelamatkanmu dari pemanah cilik bawel itu?"

Donghyuck membubarkan penjaga dengan lambaian tangan singkat. Ia tidak mau mereka menjadi saksi atas segala adegan lanjutan. Pada titik ini, daripada berusaha menutupinya, ia lebih merasa tidak enak karena membuat mereka mendengar perdebatan yang sama nyaris setiap hari.

[🔛] Semanis Madu dan Sesemerbak Bunga-Bunga LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang