XLVIII

4.2K 417 192
                                    

= PANDANGI AKU DENGAN CINTA DALAM DUNIA PENUH RAHMAT =

.

.

.

Playlist: The Lullaby - Sophism, Transcendence - Hwang Puha, Before You Knew It Was Me - SYML

.

.

.

Kegugupan melingkupi benteng dalam cara yang membingungkan dan tidak familier. Mark telah terbiasa dengan suara langkah halus yang tertelan oleh batu dan salju, bisikan api dari obor-obor yang menggantungi dinding, serta tapestri tua yang tidak mampu menahan aliran udara dan membuat cahaya meredup akibat tiupan angin dari luar.

Apa yang sang ayah bawa ke Robyn bukan sekadar setengah dari orang-orangnya, melainkan pula segala kekacauan terorganisir yang turut datang bersamanya. Mark melihatnya dengan jelas dalam perjalanan menuju kamar. Para bawahan sang raja mondar-mandir di sekitar koridor kosong, mengambil alih bentengㅡrumah Mark, sementara masyarakat Robyn memandang mereka dengan gugup, tidak tahu di mana harus berdiri, atau apa yang harus dilakukan. Ia sedikitnya bisa memprediksi perdebatan yang terjadi di antara pengawal Robyn dan tentara yang sang ayah bawa dari Dawyd, dan sedikitnya ia bersyukur karena sempat marah sebelum ini, sebab hal itu menjadi alasannya untuk tidak bicara dengan sang ayah selama sisa hari ini. Apa yang tak bisa ia hindari adalah juru bicara sang ayah, yang menanti di depan pintu apartemen Mark bagai seekor elang. Mark mendekat dan melayangkan tatapan dongkol hingga si pria tua tidak berani mengatakan apa pun.

"Aku terluka," ucap Mark, "dan aku baru kembali dari peperangan. Apa pun yang kau butuhkan, aku yakin itu bisa menunggu hingga besok. Sementara itu, kau bisa bicara pada Seojeong."

"Seorang pelayan? Aku telah melayani keluargamu sepanjang dua generasi, aku tidak akan bicara kepada seorang pelayanㅡ"

"Begitu pula keluarga Seojeong, sebagaimana yang bisa kau ingat. Kau akan bicara kepadanya. Dan kau akan bicara dengan penuh hormat. Dia adalah sosok yang mengurus segala hal di sini dan dia memegang kepercayaanku secara utuh. Sekarang, kalau kau mengizinkan, aku ingin beristirahat malam ini."

Mark berpaling ke arah gadis kecil yang berdiri di pintu masuk kamarnya, salah satu gadis Robyn yang sering berkeliaran di sekitar Donghyuck saat lelaki itu tengah berlatih. Seojeong pasti memberi gadis itu pekerjaan ketika sang raja memutuskan untuk berkunjung, kemungkinan untuk menegaskan posisi mereka dalam benteng ini, dan apabila Mark sedang dalam suasana hati yang baik, ia akan tersenyum atas kecerdikan Seojeong.

"Aku akan mandi. Bisakah kau temui Seojeong dan katakan bahwa aku tidak butuh pelayanan?" tanyanya, memaksa diri tersenyum kepada si gadis. Hal terakhir yang ia inginkan adalah membuat anak kecil menangis karena kemarahannya. Beruntung, gadis itu hanya membalas dengan mata yang melebar, kepala mengangguk, dan bungkukan hormat ceroboh sebelum akhirnya bergerak lalu.

Kemudian, Mark dengan dingin mengucap salam kepada si juru bicara, pun menutup pintu di depan wajahnya sebelum pria itu sanggup mengeluh.

Ia melepas pakaian sepanjang jalan menuju kamar mandi, tak lagi peduli di mana kain-kain itu akan mendarat. Otot-ototnya terasa kaku, masih terbenam dalam ketegangan ladang pertempuran. Luka-lukanya, tempat di mana Hongwon mengoleskan salep herbal untuk menghentikan pendarahan, tidak hanya terasa perih, tetapi juga bau dan amis hingga cukup untuk membuatnya terjaga apabila ia memutuskan untuk naik ke atas ranjang sebelum membersihkan diri. Bagian lain dari dirinya juga tidak terasa lebih baik.

[🔛] Semanis Madu dan Sesemerbak Bunga-Bunga LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang