XVII

7K 725 116
                                    

= AKU MELEPAS TAUTAN DENGAN SANG MENTARI, MENGGIRING CAHAYA KEEMASANNYA MENUJU SANUBARI. KEHANGATAN PUN RUAH =

...

Playlist: Breathe Me - Sia; Wild Roses - Of Monsters and Men

.

.

.

Mereka tidak bersentuhan ketika mendaki tangga, tetapi Mark mampu merasakan tubuh Donghyuck bagaikan menyatu dengan tubuhnya, seperti sesuatu yang masihlah bagian dari dirinya. Hanya saja terdapat sedikit rasa aneh yang tidak bersatu padu akibat keterpisahan secara fisik, yang mana hanya menimbulkan keinginan untuk kembali menyatu.

Salah satu pelayan tampak menunggu di depan pintu apartemen mereka. Wanita itu mendesiskan salam, melangkah maju untuk membantu melepas jubah yang Mark kenakan dan bertanya apa saja yang ia butuhkan; bak mandi yang terisi, makanan, atau apa pun yang para pelayan biasa tanyakan kepada Putra Mahkota, tetapi Donghyuck dengan mudah menyuruhnya pergi, tolong, dan terima kasih. Kata-katanya tersuarakan dengan keras, tetapi terdengar pelan di saat bersamaan. Ia melangkah di hadapan Mark sehingga pemuda itu tidak tahu ekspresi macam apa yang Donghyuck pasang di wajahnya sehingga membuat si pelayan langsung menunduk dan tak berani mengangkat pandang, sebelum akhirnya pintu apartemen pun tertutup di balik punggungnya.

Donghyuck melangkah menuju kamar, membuka pintu untuk Mark dan menguncinya setelah pemuda itu masuk.

Udara di dalam ruangan terasa sesak oleh kefrustrasian, berikut kekentalan akan kerinduan yang akut. Aroma Donghyuck meresap di sekitar gorden, karpet, permukaan sofa, serta di setiap inci furnitur, begitu padat sehingga Mark nyaris tercekik. Di atas ranjang, seprai terlihat kusut, berantakan, sebagaimana tidak seharusnya, bahwa ranjang mereka tidak seharusnya seberantakan itu, tidak akan pernah seberantakan itu, sebab ini adalah kamar anggota keluarga kerajaan. Donghyuck pastilah melarang para pelayan untuk masuk ke kamar mereka, Mark menyadarinya ketika meraih tumpukan kain berbulu yang menyebar di atas ranjang, yang Donghyuck definisikan sebagai cara bersarangnya.

Tidak peduli apakah hal tersebut pantas atau tidak, Mark menekan Donghyuck di tengah-tengah itu semuaㅡsarangnya, sarang mereka, tempat di mana mereka menyebarkan hawa panasㅡmenguncinya di atas ranjang dengan sebelah tangan di pinggang dan ciuman di tenggorokan. Donghyuck pun hanya merespons dengan pasrah, tanpa penolakan. Ia terbaring lemas di atas helai seprai yang beraroma sepertinya dan sedikit seperti Mark, sebagaimana malam terakhir ketika mereka menghabiskan waktu di atas ranjang sebelum kepergian Mark.

Mereka menatap satu sama lain, dan di antara itu melintaslah, dalam kefanaan dan ketidakacuhan, suatu perasaan ragu, canggung, dengan benang Ikatan yang menggigil di antara mereka, seolah baru saja terikat dalam sebuah simpul kuat. Kemudian Donghyuck terengah dalam kefrustrasian sebelum meraih Mark, menarik tangan pemuda itu menuju perut datarnya, laik sebuah undangan, seolah ia menyeret kekacauan dalam perasaan mereka, membuat segalanya tampak goyah akibat sedikit perilaku paksa alih-alih ketidaksabaran.

Mark mampu merasakan tulang Donghyuck di bawah telapak tangannya, di balik kain beledu mewah yang terbingkai sulam keemasan, dengan rumbai berupa mutiara dan permata, di balik lelehan sutra yang adalah kulit Donghyuck. Di balik itu semua, tulang pinggul Donghyuck menonjol dari balik daging, tajam dan semakin tajam ketika ia menghirup napas dengan gemetar. Perutnya jatuh dengan sendirinya manakala Mark menarik kemejanya, membebaskannya dari lilitan ikat pinggang dan tahanan celana untuk melesakkan sebelah tangan, meletakkannya tepat di rusuk Donghyuck.

"Berat badanmu berkurang," Mark bergumam sambil sebelah tangan bergerak menangkup wajah Donghyuck. Itu, juga, terasa lebih tajam dari sebelumnya, dengan bayangan hitam yang tenggelam di bawah matanya. "Dan tidurmu juga. Karena aku? Kau sangat merindukanku?"

[🔛] Semanis Madu dan Sesemerbak Bunga-Bunga LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang