XXXIV

4.6K 544 184
                                    

Halo, apa kabar? ^^

Ini bab terbaru Honeymouthed untuk Minggu ini, ya. Semoga kalian tetap suka sama terjemahanku untuk cerita ini ^^ Setelah ini, jadwal update terjemahanku menyesuaikan jadwal update author aslinya, mungkin bakal beda dua atau tiga hari. Tetap nantikan cerita ini, ya ^^ Bagi yang belum follow aku, disarankan banget buat follow, hehe ... Dan sembari menunggu Honeymouthed, kalian bisa mengikuti ceritaku yang lain. See you soon di bab terbaru/ceritaku yang lain, yaaa ^^

Jangan lupa vote dan komennya~

.

.

.

= MELUKIS JARING DALAM JALINAN TENUN PERAK =

.

.

.

Playlist: The Tree When We Sat Once - Mikolai Stroinski, Evaporate - Gabrielle Aplin

.

.

.

Matahari bersinar cerah di pagi mereka meninggalkan Clairs. Donghyuck menerima seekor kuda dari Tuan Gyr, sebuah jubah dengan bulu putih perakㅡhadiah paling berharga yang bisa diberikan kepada tamuㅡdari Nyonya Gyr, dan sebuah pelukan dari Johnny. Semuanya tampak terlalu besar untuknya, terutama pelukan itu. Donghyuck nyaris menghilang dalam pelukan beruang Johnny.

Mereka bertukar kata ketika berpisah, mungkin Donghyuck juga tersenyum. Mark berusaha tidak menatapnya, tetapi saat Johnny menoleh dan menyeringai, ia tahu bahwa ia tepergok. Mark lantas menunduk, mendadak tertarik pada surai emas kuda pegunungan yang ia pinjam dari kandang kuda milik sang paman. Kudanya sendiri harus menetap di Gyr hingga musim semi, saat di mana lebih mudah untuk menyusuri jalan menuju lembah ketimbang di saat salju seperti ini. Dari sepupunya, Mark tidak mendapat pelukan, melainkan tinjuan di punggung, sebuah senyuman, dan beberapa bisikan kata.

"Aku suka lelaki kecil itu. Jauhkan dia dari ayahmu. Dan berikan dia busur yang pernah kuhadiahkan untuknya."

Itu adalah keberangkatan yang sunyi: Tidak ada terompet yang dibunyikan ataupun gendang yang bertalu; tidak ketika suara apa pun dapat mengundang longsor salju. Suasananya sunyi, tetapi cerah, dengan putih pegunungan salju yang merefleksikan langit biru yang membuat mereka tampak seperti kristal, siap dipecah dengan pencungkil perak. Para pemandu memimpin jalan dalam kelompok kecil dan Mark menoleh untuk memandang Gyr sekali lagi, matanya mendaki sisi pegunungan hingga berlabuh di puncaknya. Ia tidak perlu melihat apakah Donghyuck melakukan hal yang sama, menantang puncak gunung, pintu menuju langit, di mana tidak satu manusia pun pernah berbijak di sana. Mark ingin mengajaknya ke sana, memberinya seisi dunia, sejauh mata mampu memandang. Ia hanya berharap untuk adanya kesempatan lain, hari di mana ia dan Donghyuck akan dapat kembali ke puncak dunia, di mana para raja dan dewa seharusnya berada. Di tempat Donghyuck seharusnya berada.

Cahaya matahari membakar pandangan Mark, menghukumnya sebab menatap langit terlalu lama. Ia berkedip, menciptakan kerlap warna-warni di balik kelopak mata, dan kemudian memunggungi Gyr.

Mereka berkendara sepanjang hari hingga mencapai salah satu pondok singgah, kemudian menunggu hingga pagi, dan kembali berkendara di hari berikutnya. Ketika cuaca terlalu buruk untuk melanjutkan, mereka akan membuat tenda dan menunggu, pun mencapai pondok singgah di malam hari, mandi, dan begitu seterusnya. Di fajar hari keempat, akhirnya mereka melihat, jauh di sana, di lembah, Robyn yang tebal dan besar. Hampir empat hari terlewat sejak mereka berangkat. Donghyuck tidak mengucap sepatah kata pun pada Mark sepanjang perjalanan mereka.

[🔛] Semanis Madu dan Sesemerbak Bunga-Bunga LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang